Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Berlanjut, Keluarga Pasien Gagal Ginjal Akut Gugat Kemenkes dan BPOM

Ilustrasi warga tengah menjaga pasien anak yang menderita gagal ginjal akut (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Jakarta, IDN Times - Puluhan keluarga pasien gagal akut progresif atipikal (GGAPA) mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Perwakilan Tim Advokasi untuk Kemanusiaan, Awan Puryadi, mengatakan sebanyak 25 keluarga korban menggugat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), industri obat dan para suplayer atas timbulnya kasus ini.

"Bukan hanya perusahaan tetapi harusnya sistem yang bertanggungjawab karena mereka sendiri mendorong kasus (gagal ginjal) ini ditutup, selesai. Padahal, di lapangan masih ada pasien yang membutuhkan perawatan, ada yang di IGD, bahkan cacat permanen tetapi seakan-akan dilupakan," tegas Awan saat dihubungi IDN Times, Kamis (8/12/2022).

1. Pemerintah tidak akui kasus gagal ginjal muncul karena kesalahan sistem

Pemusnahan Unibebi, obat berbahaya oleh BPOM. (dok. BPOM)

Awan menerangkan dalam tuntutannya keluarga pasien gagal menginginkan proses investigasi juga dilakukan kepada Kemenkes dan BPOM, selaku regulator bukan hanya dari industri farmasi yang dilakukan penyelidikan dan telah ditetapkan tersangka.

"Sampai saat ini pemerintah belum ada, pemerintah menyatakan bahwa ini karena kesalahan sistem, sebaliknya sistemnya bekerja baik, tidak melakukan kesalahan dan tidak adanya protokol hanya sesuatu yang terselip saja, ini menunjukan Kemenkes dan BPOM tidak mengakui," ujar Iwan.

2. Perawatan ditanggung BPJS Kesehatan tetapi tidak semuanya

ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Selain itu, lanjut Iwan, pemerintah tidak menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dalam kasus gagal ginjal akut yang menyerang pada anak-anak ini, akibatnya keluarga pasien harus menanggung biaya yang tidak ter-cover BPJS Kesehatan.

"Jadi tidak ditanggung pemerintah namun oleh BPJS itu pun asuransi yang memang dibayar per bulan, dan ada beberapa item yang memang tidak dicover, sisi lain masih ada pasien yang sudah berbulan-bulan di rumah sakit," imbuhnya.

3. Tak ada ganti rugi untuk keluarga pasien

ilustrasi ginjal (unsplash.com/Robina Weermeijer)

Menurut Iwan, pemerintah membiarkan pasien gagal ginjal begitu saja, bahkan tak ada jaminan masa depan untuk pasien yang mengalami cacat lumpuh.

"Tidak ada ada ganti rugi, tidak ada kompensasi, bahkan untuk ambulans pulang saja mereka harus membiayai sendiri, padahal mereka adalah korban dari kesalahan sistem yang ternyata dari obat," katanya.

4. Sistem ini tidak bekerja dari awal

ilustrasi obat sirop (IDN Times/Aditya Pratama)

Iwan menambahkan, BPOM semestinya bisa mencegah timbulnya kasus sejak awal dari cara pembuatan obat yang baik. Sebaliknya, BPOM menyatakan tidak ada standar untuk pengetesan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

"Kita melihat bahwa sistem ini tidak bekerja dari awal oleh BPOM, untuk Kemenkes tidak ada protokol bagaimana mengatasi keracunan EG dan DEG, di fasilitas kesehatan, mereka kebingungan, padahal pengujian pencemaran itu sudah ada, seharusnya diadopsi di Indonesia," ujarnya. 

5. Gugatan sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri

(Ilustrasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) IDN Times/Santi Dewi

Adapun gugatan dengan nomor perkara 711/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu didaftarkan pada 22 November 2022. Dalam laman SIPP PN Jakarta Pusat, agenda sidang pertama dijadwalkan dilakukan pada Selasa (13/12/2022) pukul 09.00 WIB.

Namun, Awan mengatakan, agenda sidang nanti akan ada perubahan, karena keluarga pasien gagal ginjal lain yang bergabung semakin bertambah.

"Seharusnya 13 Desember, Selasa ini di pengadilan tetapi ada revisi, jadi akan ada perubahan jadwal mungkin, nanti kita umumkan lagi," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Dini Suciatiningrum
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us