Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

BMKG Dorong Kolaborasi Hadapi Ancaman Ketahanan Pangan dan Air

Kondisi cuaca panas terik di Bandar Lampung, Kamis (21/3/2024). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan mengambil langkah dalam mengatasi ketahanan pangan dan air.

“Persoalan ini (perubahan iklim) tidak dapat diselesaikan hanya melalui pertemuan, seminar, dan meeting. Terpenting, dari pertemuan itu dihasilkan aksi konkret dan memiliki dampak besar terhadap upaya pencegahan dampak perubahan iklim,” ungkap Dwikorita dalam peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Jakarta, Sabtu (23/3/2024). 

1. BMKG sebut perubahan iklim saat ini telah mendekati batas kenaikan suhu rata-rata global

bnpb.go.id

Dwikorita menyebut, perubahan iklim dapat mencakup banyak aspek, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia. 

“Contoh nyata kenaikan suhu akibat perubahan iklim yaitu mencairnya gletser atau lapisan es tropis di Puncak Jaya, Papua. Luas tutupan salju abadi di ketinggian 4.884 MDPL itu menyusut hingga 98 persen, dari 19,3 kilometer persegi di tahun 1850 menjadi hanya 0,23 kilometer persegi di April 2022," kata Kepala BMKG itu.

Menurutnya, perubahan iklim saat ini telah mendekati batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015, yang membatasi kenaikan suhu rata-rata global menjadi tidak lebih dari 1,5 °C pada tahun 2030.

Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45°C di atas suhu rata-rata di masa  pra-industri.

2. Penurunan ketahanan air berdampak pada ketersediaan pangan dan energi di Indonesia

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati membeberkan fakta-fakta mengejutkan mengenai kejadian banjir di Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menekankan pentingnya merawat ketahanan sumber air. Penurunan ketahanan air, kata dia, dapat berdampak pada ketersediaan pangan dan energi di Indonesia.

Menurutnya, apabila terus berlanjut, maka akan memicu terjadinya konflik yang berpotensi merusak stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan.

“Jumlah penduduk terus meningkat sehingga di waktu bersamaan kebutuhan air juga ikut meningkat. Apabila ini (air) tidak dikelola dengan baik maka dampak buruknya akan sangat serius,” tuturnya. 

3. Perubahan iklim dapat mengancam produksi padi

Sawah yang berada di Kabupaten Deli Serdang (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Dwikorita menyampaikan, menurut data yang dirilis oleh Bappenas, dampak perubahan iklim berpotensi mengurangi produksi padi Indonesia sekitar 1,13 juta hingga 1,89 juta ton. Selain itu, sekitar 2.256 hektare lahan pertanian sawah juga terancam kekeringan.

Situasi ketahanan pangan Indonesia tak luput dari perhatian, lanjut Dwikorita. Berdasarkan tingkat konsumsi pangan rumah tangga, angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan (PoU) pada tahun 2022 meningkat menjadi 10,21 persen, dari sebelumnya 8,49 persen pada tahun 2021.

"Apabila situasi ini tidak mendapatkan perhatian serius, maka ramalan The Food and Agriculture Organization (FAO) atau Badan Pangan dan Pertanian Dunia mengenai krisis pangan global dan bencana kelaparan di tahun 2050 dapat menjadi kenyataan," ujarnya.

4. BMKG mencatat rekor suhu tertinggi pada tahun 2023

Inin Nastain IDN Times/ Petugas BMKG Kertajati saat mengecek alat

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menyebutkan, berdasarkan catatan World Meteorological Organization (WMO), rekor temperatur tertinggi terjadi pada 2023, terutama selama Juni-Agustus yang menjadi periode terpanas sepanjang sejarah, serta terjadinya gelombang panas di banyak tempat secara serentak.

“Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot,” ucap Ardhasena. 

“Kami berharap para pemangku kebijakan dari level pusat hingga daerah terus meningkatkan kewaspadaan, dan menerapkan early warning system yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir,” sambungnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Maulana Ridhwan Riziq
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us