Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

BPOM: Vaksin AstraZeneca Tak Sebabkan Terjadinya Penggumpalan Darah

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca aman digunakan. Meski, pemerintah sempat menunda pendistribusiannya.  

Juru Bicara Vaksinasi BPOM, dr. Lucia Rizka Andalusia, mengatakan pihaknya telah melakukan kajian dari pertemuan dengan European Medicine Agency (EMA) pada 18 Maret 2021. Hal itu menyusul keputusan belasan negara di Eropa yang menghentikan sementara pemberian vaksin tersebut usai peristiwa pembekuan darah yang dialami beberapa penerima.

Dari pertemuan itu, diambil kesimpulan manfaat vaksin AstraZeneca yang dirasakan publik lebih besar dibandingkan risikonya. 

"Vaksin tidak terkait dengan pembekuan darah atau kejadian penggumpalan darah secara keseluruhan pada mereka yang menerima vaksin. EMA juga menekankan tidak masalah terkait kualitas vaksin buatan AstraZeneca," ujar Lucia ketika memberikan keterangan pers secara daring pada Jumat (19/3/2021).

BPOM, kata Lucia, kemudian membahas hasil pertemuan EMA dan menghasilkan lima rekomendasi. Apa saja rekomendasi itu? Benarkah vaksin AstraZeneca mengandung babi? 

1. Vaksin tetap diberikan sesuai jadwal

ilustrasi perusahaan farmasi AstraZeneca (pbs.org)

Lucia mengatakan angka kematian akibat COVID-19 di dunia dan Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan pada hari ini, Jumat (19/3/2021), angka kematian telah menyentuh 39.339 kasus. Sedangkan, di dunia 2,7 juta orang meninggal akibat terpapar virus corona. 

Sehingga, BPOM menilai pemberian vaksin AstraZeneca tetap harus dilakukan sesuai jadwal. Manfaat vaksin buatan Inggris itu, kata Lucia, jauh lebih besar ketimbang risiko atau efek sampingnya. 

"Sehingga, vaksin AstraZeneca dapat mulai digunakan (pekan depan). Dalam informasi produk AstraZeneca telah dicantumkan informasi kehati-hatian pada orang dengan trombositopenia atau gangguan pembekuan darah," ujar Lucia. 

Vaksin AstraZeneca yang diterima Indonesia diproduksi dari pabrik yang berada di Korea Selatan. Vaksin yang diproduksi di sana, kata dia, telah memenuhi standar mutu pembuatan obat yang baik. 

2. BPOM berikan batas kedaluwarsa vaksin AstraZeneca selama enam bulan

default-image.png
Default Image IDN

Di dalam jumpa pers itu, Lucia menjelaskan BPOM memberikan batas kedaluwarsa vaksin AstraZeneca selama enam bulan. Artinya, 1,1 juta vaksin AstraZeneca yang masuk Indonesia akan memasuki kedaluwarsa sekitar bulan September 2021. 

"Itu merupakan dua kali masa stabilitas industri farmasi vaksin. Hal ini merupakan fleksibilitas dari regulatory mengingat vaksin ini merupakan produk fast moving dan dapat segera digunakan," tutur dia. 

Efikasi vaksin AstraZeneca setelah dilakukan pemantauan terhadap 22 ribu relawan menunjukkan hasil 62,1 persen. Angka ini berada di bawah efikasi vaksin CoronaVac buatan Sinovac yaitu 65,3 persen. 

"Hasil ini sudah sesuai dengan standar minimal emergency used authorization (EUA) oleh WHO yaitu 50 persen," katanya. 

Selain digunakan di Indonesia, vaksin AstraZeneca juga sudah disetujui di beberapa negara termasuk Inggris, Arab Saudi, Mesir, Maroko, Malaysia, Uni Emirat Arab, Pakistan dan beberapa negara Eropa. Vaksin AstraZeneca yang diproduksi di Korsel juga sudah memperoleh persetujuan otoritas kesehatan setempat. 

3. Vaksin AstraZeneca mengandung babi, tapi boleh digunakan dalam kondisi darurat

default-image.png
Default Image IDN

Sementara, meski mulai didistribusikan pekan depan, tetapi vaksin AstraZeneca ini dinyatakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengandung babi. Ketua MUI Bidang Fatwa MUI, Asrorun Ni'am Sholeh, mengatakan vaksin AstraZeneca haram. 

"Karena dalam proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi. Walau demikian penggunaan vaksin COVID-19 produk AstraZeneca hukumnya dibolehkan dengan lima alasan," kata Asrorun dalam pemberian jumpa pers daring serupa. 

Alasan pertama, ia melanjutkan yaitu ada kondisi kebutuhan yang mendesak yang menduduki darurat syari. Kedua, ada keterangan dari ahli yang kompeten tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi COVID-19.

Ketiga, ketersediaan vaksin COVID-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok.

"Keempat, ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah, dan kelima pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin COVID-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun di tingkat global," tuturnya. 

Semua keputusan itu dituangkan di dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin. Fatwa tersebut ditetapkan pada 16 Maret 2021, kemudian, pada 17 Maret 2021 diserahkan kepada pemerintah. Lalu, isi fatwa disampaikan ke publik pada 19 Maret 2021. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jihad Akbar
EditorJihad Akbar
Follow Us