Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bu Puan, Komnas Perempuan Sambut Baik RUU KIA, Tapi ...

Ilustrasi WFO (IDN Times/Besse Fadhilah)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) karena memiliki kaitan erat dengan upaya penghapusan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.

"Penghapusan kekerasan terhadap perempuan merupakan prasyarat tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dalam tujuan 5 SDGs dan RPJMN 2020-2024 tentang pemberdayaan perempuan," kata Andy dalam keterangannya, Selasa (21/6/2022).

RUU KIA tengah menjadi pembahasan usai Ketua DPR RI Puan Maharani menyinggungnya. Meskipun menyambut baik, tetapi Komnas Perempuan memiliki catatan khusus tentang RUU tersebut.

1. Diskriminasi cakup jaminan perlindungan ibu hamil dan anak

ilustrasi anak-anak (IDN Times/Aryodamar)

Dia mengatakan, diskriminasi mencakup jaminan perlindungan ibu hamil dan anak dalam infrastruktur transportasi publik, tempat kerja, dan ruang publik.

Berkenaan dengan RUU KIA, Komnas Perempuan mengapresiasi usulan cuti hamil dan melahirkan selama enam bulan sebagai bagian dari upaya menguatkan hak maternitas perempuan. Apalagi RUU mengatur bahwa tiga bulan pertama cuti hamil, seorang perempuan tetap dibayarkan upahnya 100 persen dan tiga bulan berikutnya 75 persen. Termasuk juga hak pendampingan bagi suami selama 40 hari untuk kelahiran dan 7 hari untuk keguguran.

"Sejumlah negara atau organisasi masyarakat sipil juga sudah menetapkan hal serupa," kata dia.

2. Negara perlu alokasikan anggaran jika tempat kerja tak sanggupi aturan

ilustrasi ibu hamil (IDN Times/Arief Rahmat)

Andy juga mengapresiasi adanya perhatian khusus pada keterhubungan hak maternitas dengan isu kekerasan perempuan. Tidak terkecuali, kebutuhan perempuan penyandang disabilitas dalam mengakses hak maternitasnya.

Kemudian, Andy mengingatkan bahwa penerapan RUU KIA membutuhkan alokasi anggaran yang cukup dan mensyaratkan pengawasan yang ketat, serta adanya berbagai pelanggaran yang terjadi terhadap UU Ketenagakerjaan selama ini.

"Negara perlu mengantisipasi pengalokasian anggaran jika ada tempat kerja yang tidak sanggup, meskipun bersedia melaksanakannya," kata dia.

3. Kenali potensi hambatan pengembangan karier

Ilustrasi membuat laporan polisi. (IDN Times/Dwi Agustiar)

Selain itu, Andy juga menyoroti pentingnya mengenali aturan dalam RUU KIA yang dapat berpotensi menjadi penghambat hak bekerja perempuan. Pasalnya, hak bekerja setiap orang juga turut dilindungi oleh UU.

Dia memastikan, perusahaan atau tempat bekerja harus tunduk pada aturan dan tidak melakukan pembatasan kesempatan kerja. Disamping itu, pada masa rekrutmen juga perlu dilengkapi dengan langkah afirmasi tambahan guna memastikan pengambilan cuti hamil tidak akan mempengaruhi kesempatan pengembangan karier.

"Mengidentifikasi adanya kebutuhan, kejelasan cuti pendampingan suami juga berbayar utuh sehingga suami saat mengambil cuti tidak khawatir merisikokan penghasilan keluarga. Jika suami atau ayah meninggal atau berpisah, maka cuti pendampingan dapat diperluas bagi anggota keluarga terdekat," kata dia.

4. Perhatikan agar aturan tak timpang dan tidak bebankan perempuan

Ilustrasi Calon Pekerja migran Indonesia di Klungkung (IDN Times/Wayan Antara)

Andy juga meminta agar aturan dalam RUU KIA tidak timpang dan membebankan peran perempuan.

Komnas Perempuan berpandangan perlu adanya tanggung jawab negara dalam mengembangkan program pendidikan terkait keadilan gender, kesehatan reproduksi, dan fungsi maternitas di semua jenjang dan sektor pendidikan.

"Program ini akan berkontribusi untuk memastikan cuti pendampingan suami benar-benar digunakan untuk meringankan beban kerja domestik dan pengasuhan dari pihak perempuan. Program ini terutama penting dalam masyarakat patriarkis yang masih melekatkan peran domestik sebagai tugas perempuan," katanya.

Termasuk juga identifikasi risiko pembakuan peran domestik berbasis gender terhadap perempuan. Dalam pengaturan RUU KIA, hal tersebut mengesankan bahwa kewajiban ibu ada pada tanggung jawab pengasuhan.

Menurut dia, hal tersebut perlu diantisipasi agar tak mengurangi peran ayah. Termasuk sama-sama bertanggung jawab memastikan kesejahteraan anak.

Andy pun meminta kebutuhan legislasi produk hukum baru dan harmonisasi peraturannya dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan RUU KIA setelah disahkan.

"Termasuk di dalam produk hukum baru yang dimaksud adalah pengesahan segera RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga agar perempuan yang bekerja di sektor ini dapat menikmati hak maternitas yang dilindungi dalam RUU KIA," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Deti Mega Purnamasari
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us