Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cerita Diskriminasi Pengidap HIV, Ditolak Sekolah hingga Minimnya Obat

Pram Rachmono dari Yayasan Berkebaya Yogyakarta  (kiri) saat konferensi pers inisiasi kelompok masyarakat sipil mengenai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi bagi Kelompok Rentan di Kantor YLBH Jakarta, Jumat (25/8/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Pram Rachmono dari Yayasan Berkebaya Yogyakarta (kiri) saat konferensi pers inisiasi kelompok masyarakat sipil mengenai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi bagi Kelompok Rentan di Kantor YLBH Jakarta, Jumat (25/8/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jakarta, IDN Times - Orang dengan HIV (ODHIV) kerap mengalami diskriminasi berlapis. Pram Rachmono dari Yayasan Berkebaya Yogyakarta menyatakan banyak praktik di lapangan yang menunjukkan diskriminasi, baik dari sisi pelayanan kesehatan bahkan perlakukan sosial.

“Apa yang terjadi di lapangan pada saat ini masih ada diskriminasi, sama halnya dengan disabilitas. Diskriminasi itu berlapis terutama untuk teman-teman transpuan yang positif HIV dia udah dapat diskriminasi terkait gendernya, transpuannya. Ditambah lagi statusnya seperti itu,” kata Pram dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Jumat (25/8/2023).

1. Diberhentikan dari pekerjaan dan ditolak sekolah karena HIV

Ilustrasi HIV/AIDS, IDN Times/ istimewa
Ilustrasi HIV/AIDS, IDN Times/ istimewa

Diskriminasi juga dirasakan ODHIV di tempat kerja. Tak jarang ada kasus tempat kerja yang memberhentikan pegawainya jika karena statusnya yang HIV positif. 

Selain itu, Pram juga menjelaskan masih ada beberapa sekolah yang menolak siswa dengan HIV positif untuk bisa masuk dan duduk mengenyam pendidikan. 

“Terus di sektor pendidikan masih adanya penolakan anak yang hidup dengan HIV positif, ditolak dari sekolah tersebut,” ujarnya.

2. Minimnya shelter hingga obat ARV yang belum sepenuhnya tersedia

Pemeriksaan HIV terhadap waria yang dilakukan Dinkes PPU (IDN Times/Istimewa)
Pemeriksaan HIV terhadap waria yang dilakukan Dinkes PPU (IDN Times/Istimewa)

Pram juga menyoroti minimnya shelter atau rumah aman bagi ODHIV yang memang mendapat penolakan dari keluarga.  Serta belum tersedianya obat ARV secara menyeluruh di pelosok tanah air, dan belum adanya ARV yang layak untuk anak penyandang HIV. 

Bahkan Pram menceritakan ada kasus obat ARV yang diperjualbelikan ke warga negara asing (WNA) dari satu di negaranya terbilang mahal, sedangkan ARV di Indonesia gratis diberikan. Hal ini membuat ODHIV di perbatasan sulit dapat akses obat.

“Hal-hal seperti itu yang membuat teman-teman ODHIV enggan melakukan pengobatan karena takut statusnya diketahui dan dikucilkan, tidak mau melakukan tes dari awal, karena takut mendapatkan diskriminasi. Mereka belajar dari lingkungan, dari teman-teman yang sudah mengalami diskriminasi,” kata Pram.

3. Capaian Triple 95s yang lamban

Napi Rutan Gresik jalani skrining HIV/AIDS bertepatan dengan peringatan Hari Aids. Dok. Humas Kemenkumham Jatim.
Napi Rutan Gresik jalani skrining HIV/AIDS bertepatan dengan peringatan Hari Aids. Dok. Humas Kemenkumham Jatim.

Dalam penanganan HIV dan AIDS ada upaya secara global dengan mencapai Triple 95s atau 95-95-95 di tahun 2030, yakni 95 persen orang dengan HIV atau ODHIV mengetahui statusnya, 95 persen ODHIV dapatkan pengobatan ARV dan 95 persen ODHIV ON ARV yang mana virus HIV-AIDS tersupresi.

Kondisi yang ada, kata Pram memang membuat target 95-95-95 cukup lamban tercapai.

“Sebenarnya banyak hal diskriminasi, diskriminasi yang terjadi dan selain saya sebutkan tadi di sektor pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan, bahkan di sosial dan masyarakat, bahkan di keluarganya sendiri,” ujar dia.

Sementara di Indonesia sendiri menurut laporan tahunan HIV/AIDS 2022, sampai dengan Desember 2022, capaian 95 persen yang pertama masih di angka 81 persen dan hanya setengahnya yakni 41 persen yang telah mendapat pengobatan ARV, sedangkan hanya 19 persen ODHIV dalam pengobatan ARV yang virusnya tersupresi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us