Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hapus Diskriminasi Pekerja Rumah Tangga, RUU PPRT Didesak Segera Disahkan

Koalisi Sipil untuk RUU PPRT bersama JALA PRT menggelar aksi ketiga kalinya di depan Gedung DPR RI, mendesak pengesahan RUU PPRT, Senin (13/3/2023).. (IDN Times/Melani Putri)

Jakarta, IDN Times - Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional diperingati setiap 16 Juni. Komnas Perempuan mendorong agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan karena sudah 19 tahun berada di DPR.

Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengatakan, pihaknya berharap agar RUU PPRT pada 2023 ini bisa disahkan.

"Yang paling penting tentu adalah penghormatan PRT sebagai orang yang bekerja setara posisinya dengan pekerja lain, kalau hari ini masih banyak orang atau masyarakat yang menyebutkan bahwa PRT sebagai asisten dan segala macam, sebaiknya mari kita ubah sebutan tersebut dengan menyebut mereka sebagai pekerja rumah tangga, untuk menunjukkan penghormatan dan posisi setara," kata dia dalam agenda Hari PRT Internasional 2023 "Suarakan Dukungan Pengesahan RUU PPRT, PRT Terlindungi, Pemberi Kerja Terjamin" secara daring, Kamis (15/6/2023).

 

1. Pekerjaan yang dilakukan PRT butuh skill dan tidak mudah

Akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Musdah Mulia dalam agenda Hari PRT Internasional 2023 "Suarakan Dukungan Pengesahan RUU PPRT, PRT Terlindungi, Pemberi Kerja Terjamin" secara daring, Kamis (15/6/2023) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Akademisi Dr. Musdah Mulia mengungkapkan RUU PPRT jadi penting karena memberi pengakuan profesi bagi para PRT, sama seperti pekerja yang bekerja di kantor, PRT yang bekerja di rumah juga perlu aturan yang jelas.

Dia mengatakan, pekerjaan yang dilakukan PRT bukanlah pekerjaan yang abal-abal dan tidak mudah, jadi tak boleh ada diskriminasi bagi mereka.

"Ternyata itu memerlukan pekerjaan yang butuh skill, membutuhkan perhatian, tenaga seperti halnya pekerjaan-pekerjaan yang lain," kata dia.

2. Mangkraknya RUU ini bentuk lemahnya kehadiran negara

KPU dan PGI gelar audiensi di kantor pusat PGI, Senin (16/1/2023). (IDN Times/Rivera Jesica Souisa)

Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) 2019-2024 Pdt. Gomar Gultom menyoroti mangkraknya pengesahan RUU PPRT yang hingga saat ini belum dilakukan pemerintah. Karena, di luar sana tak sedikit PRT yang mengalami diskriminasi.

"Mangkraknya RUU ini sekian lama bagi saya, merupakan indikasi lemahnya bentuk kehadiran negara dalam melindungi warganya. Terutama mereka yang bekerja sebagai PRT," kata dia.

Dia mengapreasi kerja-kerja yang dilakukan para PRT, sebagai seorang yang juga menggunakan jasa PRT, Gomar mengaku terbantu dengan keberadaan mereka, maka situasi yang ada harus mendesak para PRT punya payung hukum dan perlindungan. 

 

3. Kacamata media mendorong pengesahan RUU PPRT

IDN Times/Helmi Shemi

Sementara Pemimpin Redaksi IDN Times, Zulfiani Lubis  mengungkapkan, keberadaan payung hukum ini bukan hanya win-win solution bagi pekerja dan pemberi kerja, namun triple solution.

Dia mengungkapkan media perlu turut andil mendorong agar pengesahan RUU PPRT segera dilakukan, karena media mempunyai kekuatan besar untuk membuat opini publik dan mempercepat perubahan sosial.

"Sebetulnya kalau Undang-Undangnya disahkan ini bukan hanya win-win ya, tetapi triple win bagi pekerja rumah tangga, win bagi pemberi kerja, dan win bagi pemerintah tentunya," kata dia.

Selain memberitakan isu ini, media juga bisa membuat kampanye advokasi untuk mendorong RUU PPRT bisa segera disahkan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Dwifantya Aquina
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us