Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dokter Forensik RSUI Ungkap Cara Deteksi Anak Korban Kekerasan Seksual

ilustrasi korban. (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi korban. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Dokter Spesialis Forensik Medik Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Made Ayu Mira Wiryaningsih mengakui, kasus kekerasan seksual pada anak sulit untuk diidentifikasi, sebab anak-anak cenderung tidak mengetahui dan sulit mengungkapkan apa yang telah dialami.

Mira mengungkapkan terdapat cara deteksi paling dini atau yang bisa dilihat secara kasat mata tanpa aduan.

"Anak ini telah mengalami pelecehan atau kekerasan seksual misalnya jika secara fisik mungkin ada nyeri saat buang air kecil atau besar, tapi kondisi tersebut bukan selalu menjadi hal utama," ujar dokter yang disapa Mira dalam siaran tertulis, Senin (21/2/2022).

1. Jangan langsung menginterogasi anak

Ilustrasi Kekerasan pada Anak. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Kekerasan pada Anak. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia menerangkan untuk menghadapi anak-anak tidak bisa langsung menanyakan hal-hal tersebut dengan cara menginterogasi. Namun bisa dengan cara stimulasi anak.

"Ajak anak seperti mengajak menggambar, bermain boneka sehingga dapat tertuang apa yang sebenarnya terjadi," katanya.

2. Alur mendapatkan visum et repertum

Ilustrasi kekerasan terhadap anak (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi kekerasan terhadap anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Jika ingin meminta dokter mengeluarkan visum et repertum Mira juga menjelaskan terdapat alur yang harus dilakukan, yaitu melakukan pelaporan ke polisi terlebih dahulu.

Polisi akan mengeluarkan surat permintaan visum dan dokternya akan menjawab surat permintaan tersebut dengan visum et repertum. Namun bukan berarti jika tidak ada surat permintaan visum pemeriksaan tidak bisa dilakukan. 

“Pemeriksaan bisa tetap dilakukan, semua dicatat secara lengkap di dalam rekam medis kemudian dilakukan dokumentasi yang diperlukan. Biasanya jika datang ke fasilitas kesehatan tanpa ada surat permintaan visum tapi ingin dilakukan pemeriksaan forensik klinik untuk keperluan visum di kemudian hari, pasien akan diberikan resume medis, seperti surat keterangan medis," paparnya.

3. Visum et repertum dalam proses peradilan dan penyidikan sebagai alat bukti yang sah

Ilustrasi korban (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi korban (IDN Times/Mardya Shakti)

Dia menerangkan surat keterangan medis tersebut bisa menjadi pegangan untuk melaporkan kejadian ini hanya bentuk suratnya saja yang berbeda. Dia menyarankan agar korban atau keluarga atau pendamping korban dilakukan edukasi untuk melakukan pelaporan ke polisi dengan membawa resume medis tersebut.  

"Nanti polisi akan membuatkan surat pernyataan visum dan baru akan dikeluarkan visum et repertum oleh dokter forensik,” tambah Mira.

Visum et repertum dalam proses peradilan dan penyidikan sebagai alat bukti yang sah dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi karena di dalamnya jelas tertulis Pro Justitia yang artinya demi kepentingan hukum.

4. Visum et repertum tidak ditanggung oleh BPJS atau asuransi lain

Ilustrasi pelayanan BPJS Kesehatan. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
Ilustrasi pelayanan BPJS Kesehatan. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Terkait pembiayaan visum et repertum tidak ditanggung oleh BPJS atau asuransi lainnya, namun masih ada pihak lain yang sekiranya bisa menanggung. Pembiayaan terkait kasus-kasus kekerasan seksual biasanya dari APBD/APBN ada juga dari kementerian yang bekerja sama dan juga dana dari kepolisian untuk kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

"Sehingga secara pembiayaan biasanya setiap daerah ada, bisa dari Dinkes Kemensos, PPA atau mungkin bisa dari kepolisian, tergantung dari kasus," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dini Suciatiningrum
EditorDini Suciatiningrum
Follow Us