BNPB Pacu Aksi Antisipasi Bencana, Bisa Kurangi Kerugian Ekonomi

- Aksi antisipatif dapat mengurangi kerugian ekonomi
- Harmonisasi kebijakan dan pendanaan untuk aksi yang efektif
- Komitmen nyata dari kolaborasi regional yang diperkuat
Jakarta, IDN Times – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkuat kolaborasi internasional, untuk memacu pendekatan aksi antisipatif dalam manajemen bencana. Penguatan ini dibahas dalam Asia Pacific Dialogue Platform on Anticipatory Action (APDP) 2025 yang dihelat di Yogyakarta.
“Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas untuk mengontekstualisasikan aksi antisipatif ke dalam sistem penanggulangan bencana nasional,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Pangarso Suryotomo, dikutip dalam keterangan pers, Kamis (13/11/2025).
Pangarso mengatakan, bertindak sebelum bencana tidak hanya akan menyelamatkan nyawa, tetapi juga mengurangi kerugian ekonomi.
1. Aksi antisipatif sebelum bencana mengurangi kerugian ekonomi

Bukti aksi antisipatif dinilai lebih hemat karena dirilisnya laporan World Food Programme (WFP) berjudul “Saving Lives, Time and Money: Evidence from Anticipatory Action” pada Mei 2025.
Studi di sepuluh negara tersebut mengungkap setiap investasi 1 dolar AS dalam aksi antisipatif, mampu menghasilkan pengembalian manfaat hingga 7 Dolar AS. Manfaat ini berasal dari kerugian ekonomi yang berhasil dihindari dan dampak positif lain bagi masyarakat.
"Langkah ini juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik," ujar Pangarso.
2. Harmonisasi kebijakan dan pendanaan untuk aksi yang efektif

Selain itu, kolaborasi global difokuskan untuk menciptakan harmoni dalam pendekatan aksi antisipatif di seluruh kawasan. Dalam keterangan pers, Tema APDP 2025, "Harmonising the Anticipatory Action Approach: Finding the Right Tune for Coherence", merefleksikan kebutuhan akan sinergi seperti orkestra, antara kebijakan pemerintah, data ilmiah, praktik kemanusiaan, dan partisipasi masyarakat.
Forum ini menjadi ruang strategis untuk berbagi praktik, baik dan menghentikan fragmentasi dalam implementasinya.
Di tingkat nasional, komitmen Indonesia diwujudkan melalui Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020 dan Peraturan BNPB Nomor 2 Tahun 2024, yang secara eksplisit memasukkan aksi antisipatif dalam kerangka sistem nasional. Pangarso menegaskan, aksi ini tidak akan efektif tanpa kerangka hukum dan pendanaan yang kuat.
“Aksi antisipatif tidak akan efektif tanpa dukungan kerangka hukum yang kuat,” kata Pangarso.
Oleh karena itu, BNPB bersama Kementerian Keuangan tengah mengembangkan instrumen pembiayaan seperti forecast-based financing dan asuransi parametrik.
3. Komitmen nyata dari kolaborasi regional yang diperkuat

Lebih lanjut, kolaborasi internasional yang diperkuat dalam APDP 2025 menghasilkan sejumlah keluaran. Beberapa di antaranya adalah berbagi pengetahuan mengenai tantangan harmonisasi di berbagai negara, dan mengidentifikasi komitmen regional yang dapat memperkuat upaya di tingkat nasional. Platform ini juga mengeluarkan joint guidance statement dari komunitas aksi antisipatif untuk menciptakan koherensi dalam implementasi.
Sementara, kegiatan yang diselenggarakan Kemenko PMK dan BNPB ini didukung sejumlah mitra kemanusiaan internasional seperti Palang Merah Indonesia (PMI), World Food Programme (WFP), dan Save the Children, serta didanai Kementerian Luar Negeri Jerman. Hasil ini diharapkan dapat mempercepat penerapan aksi antisipatif yang tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga hemat anggaran, mendukung pembangunan berkelanjutan.
Forum strategis yang diikuti lebih dari 100 delegasi dari 15 negara ini menghasilkan sejumlah komitmen untuk menyelaraskan pendekatan di kawasan. Langkah ini didorong bukti global yang menunjukkan investasi dalam aksi dini memberikan nilai pengembalian yang signifikan, dibandingkan penanganan darurat pascabencana.


















