Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Penceramah Elham Ciumi Anak, Menteri PPPA: Siapapun Harus Ditindak

Penceramah Elham Yahya ciumi anak perempuan
Tangkapan layar Gus Elham saat berdakwah. (Youtube/Banyu Jowo Project).
Intinya sih...
  • Anak perlu paham tubuh mereka adalah sepenuhnya milik mereka sendiri. Edukasi ini melatih anak untuk menolak sentuhan yang tidak nyaman dan berani melapor kepada orang dewasa tepercaya.
  • Orang tua diimbau bangun komunikasi terbuka dengan anak, sementara lembaga pendidikan dan sosial wajib memastikan adanya sistem pengawasan dan perlindungan yang efektif.
  • Orang tua perlu menanamkan keberanian pada anak agar terbuka pada mereka. Anak bisa paham tubuh mereka berharga dan memiliki batasan yang harus dihormati.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan siapa pun yang melakukan tindakan melanggar batas tubuh anak, harus dimintai pertanggungjawaban, tanpa memandang status sosial maupun kedudukannya. Hal ini merespons kebiasaan penceramah muda Mohammad Elham Yahya atau Elham yang kerap menciumi anak-anak perempuan.

"Kami sependapat dengan publik tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan, terlepas dari status atau posisi siapa pun yang melakukannya, termasuk mereka yang dianggap sebagai pemuka agama. Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih memahami pentingnya menjaga batas interaksi dengan anak,” kata Arifah, Kamis (13/11/2025).

"Perilaku yang melibatkan sentuhan fisik tanpa persetujuan, apalagi dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak, berpotensi menjadi bentuk pelecehan yang dapat berdampak psikologis serius pada korban," tegasnya.

1. Pentingnya edukasi anak soal otoritas tubuh sejak usia dini

Penceramah muda Elham Yahya ciumi anak-anak perempuan
Tangkapan layar Gus Elham saat berdakwah. (Youtube/Ratu Religi dan Alam).

Arifah menekankan pentingnya edukasi soal otoritas tubuh anak sejak usia dini. Anak perlu paham tubuh mereka adalah sepenuhnya milik mereka sendiri. Selain itu, tidak ada seorang yang berhak menyentuh atau melanggar batas pribadi anak. Edukasi ini juga melatih anak untuk menolak sentuhan yang tidak nyaman dan berani melapor kepada orang dewasa tepercaya.

“Edukasi tentang otoritas tubuh menjadi langkah strategis dalam mencegah praktik child grooming. Anak yang memahami batas tubuhnya lebih mampu mengenali tanda-tanda perilaku manipulatif, meskipun dilakukan oleh orang yang mereka kenal atau hormati. Dengan pengetahuan ini, anak dapat melindungi diri dan mencari bantuan lebih cepat,” ujarnya.

2. Orang tua bertanggung jawab untuk berikan edukasi

Penceramah muda Elham Yahya ciumi anak-anak perempuan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi di saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (25/6/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Arifah mengajak seluruh pihak untuk bersama menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan. Orang tua juga diimbau bangun komunikasi terbuka dengan anak, sementara lembaga pendidikan dan sosial wajib memastikan adanya sistem pengawasan dan perlindungan yang efektif.

Peran orang tua, kata Arifah, menjadi kunci utama dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual. Orang tua harus bertanggung jawab untuk memberikan edukasi sejak dini kepada anak-anak soal privasi dan cara menjaga tubuhnya sendiri.

3. Orang tua perlu menanamkan keberanian pada anak agar terbuka

Penceramah muda Elham Yahya ciumi anak-anak perempuan
Menteri PPPA Arifah Fauzi menyambangi kembaran AMK anak korban kekerasan dan penelantaran di Kebayoran Lama yakni S di Jawa Timur (Dok. KemenPPPA)

Edukasi, menurut Arifah, bisa dilakukan lewat komunikasi yang hangat dan terbuka. Anak bisa paham tubuh mereka berharga dan memiliki batasan yang harus dihormati. Selain itu, orang tua perlu menanamkan keberanian pada anak untuk berbicara atau bercerita, apabila mengalami atau mendapatkan perlakuan yang tidak pantas.

Lingkungan keluarga yang aman dan penuh kepercayaan, kata Arifah, akan menjadi benteng pertama dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan.

“Kami mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian serta hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08-111-129-129,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

Hamas Serahkan Lagi Jenazah Sandera Israel, Sisa Tiga di Gaza

15 Nov 2025, 09:09 WIBNews