Presiden Afrika Selatan: Boikot Trump terhadap KTT G20 Merugikan Mereka

- Presiden Afrika Selatan (Afsel), Cyril Ramaphosa menilai keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk memboikot Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg sebagai kerugian besar bagi AS.
- Boikot yang dilakukan Trump dianggap mencerminkan pendekatan politik yang tidak efektif.
Jakarta, IDN Times – Presiden Afrika Selatan (Afsel), Cyril Ramaphosa menilai keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk memboikot Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg sebagai kerugian besar bagi negara Paman Sam. Ia menyebut, tindakan tersebut mencerminkan pendekatan politik yang tidak efektif.
“Amerika Serikat perlu mempertimbangkan kembali apakah politik boikot benar-benar berhasil karena menurut pengalaman saya, hal itu tidak pernah berhasil,” kata Ramaphosa, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (13/11/2025).
Trump sebelumnya mengumumkan, tidak ada pejabat AS akan menghadiri G20 yang akan digelar pada 22–23 November 2025. Ia memprotes lokasi penyelenggaraan di Afrika Selatan, dengan alasan yang keliru bahwa negara tersebut melakukan genosida terhadap petani kulit putih Afrikaner. Pemerintah Afrika Selatan membantah tudingan itu dan menyebut klaim Trump sebagai salah informasi yang berbahaya.
1. Boikot Trump dan ketegangan diplomatik

Langkah boikot ini memperburuk hubungan antara AS dan Afrika Selatan, yang kini berada di titik terendah sejak berakhirnya apartheid. Washington bahkan mengusir duta besar Afrika Selatan pada Maret lalu karena komentar yang dianggap menyinggung Trump. Menurut Ramaphosa, keputusan AS untuk absen dari forum ekonomi dunia justru membuat negara itu kehilangan kesempatan berperan dalam kebijakan global.
“Dengan Amerika Serikat tidak hadir di G20, kita tidak boleh berpikir bahwa kita tidak akan melanjutkan G20. Semua kepala negara lainnya akan hadir di sini, ketidakhadiran mereka adalah kerugian bagi kita, tapi lebih besar bagi mereka,” ujar Ramaphosa di luar Parlemen Afrika Selatan.
2. Afrika Selatan tetap lanjutkan kasus genosida Israel

Selain isu G20, ketegangan antara kedua negara juga dipicu oleh posisi Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ). Ramaphosa menegaskan, negaranya akan terus menuntut Israel atas tuduhan genosida di Gaza, meski ada tekanan dari AS. Afrika Selatan telah menyerahkan lebih dari 500 halaman bukti ke ICJ dan menegaskan komitmen terhadap keadilan internasional.
Bulan lalu, Ramaphosa mengatakan, gencatan senjata yang dilanggar Israel setiap hari tidak akan mempengaruhi proses hukum.
“Kami berkomitmen menegakkan hukum internasional tanpa pandang bulu,” tegasnya.
3. Trump dituduh sebarkan misinformasi

Trump, yang kembali menjabat sebagai presiden pada Januari lalu, berulang kali mengklaim, minoritas kulit putih di Afrika Selatan mengalami penganiayaan sistematis. Klaim ini disebut para analis sebagai narasi politik rasis yang digunakan untuk memperkuat basis konservatifnya di AS.
Pemerintah Afrika Selatan menilai pernyataan Trump dan para pendukungnya, termasuk Elon Musk, merupakan hasil dari ketidaktahuan terhadap sejarah dan kondisi sosial negara tersebut.
“Kami tidak membenci orang kulit putih, kami menentang ketidakadilan,” ujar seorang pejabat Afrika Selatan menanggapi klaim itu.


















