Koalisi Masyarakat Sipil: Golput Bukan Pelanggar Hukum

Golput tidak diatur dalam undang-undang?

Jakarta, IDN Times - Sejumlah koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Masyarakat, Lokataru, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyatakan sikap untuk tidak memilih atau menjadi golput alias golongan putih, terhadap kedua pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko 'Jokowi' Widodo-Ma'ruf Amin, dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.

Sikap golput yang mereka pilih merupakan bentuk ekspresi protes atau penghukuman, seperti tidak ada satupun dari capres-cawapres dan koalisinya yang bersih dari isu korupsi, perampasan ruang hidup rakyat, tersangkut kasus hak asasi manusia (HAM), maupun aktor intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok monoritas.

Baca Juga: Generasi Millenials Jangan Golput, Berikut 3 Alasannya

1. Golput tidak diatur dalam undang-undang

Koalisi Masyarakat Sipil: Golput Bukan Pelanggar HukumIDN Times/Fitang Budhi

Mereka menegaskan sikap golput dan bentuk mengampanyekan golput ini bukan merupakan sikap buruk, apatis, dan provokatif. Sikap ini juga bukan merupakan tindak pidana yang harus dihukum.

"Posisi seseorang atau sekelompok orang yang memilih untuk tidak memilih sama sekali bukan pelanggaran hukum, dan tak ada satu pun aturan hukum yang dilanggar. Sebab, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak melarang seseorang menjadi golput," ujar Direktur LBH Jakarta Arif Maulana di Kantor LBH, Jakarta Pusat, Rabu (23/1).

2. Ini yang dapat dipidana jika golput

Koalisi Masyarakat Sipil: Golput Bukan Pelanggar HukumIDN Times/Fitang Budhi

Jika dilihat dalam Undang-Undang Pemilu, kata Arif, memang tidak ada larangan kepada seseorang untuk tidak memilih. Begitu juga mensosialisasikan orang untuk golput.

"Ada 12 tindak pidana pemilu dalam undang-undang, tapi tidak ada satupun ancaman pidana untuk golput. Di peraturan perundang-undangan, yang ada adalah dilarang memberikan data pemilih palsu,” terang dia.

“Kepala daerah dilarang menguntungkan salah satu peserta pemilu, dilarang mengganggu jalannya pemilu, dilarang kampanye di luar jadwal, dilarang memberikan keterangan tidak benar, dan majikan dilarang menghalangi pemilih," sambung Arif.

3. Menggerakan orang lain dan memberikan uang untuk golput dilarang

Koalisi Masyarakat Sipil: Golput Bukan Pelanggar HukumIDN Times/Fitang Budhi

Namun, Arif menjelaskan, golput yang dapat dipidanakan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah, yang menjanjikan seseorang atau mengeluarkan materi untuk membujuk pemilih melakukan golput.

"Yang dapat dipidana hanya orang yang menggerakan orang lain untuk golput pada hari pemilihan, dengan cara menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya. Dengan demikian, tanpa adanya janji atau memberikan sejumlah uang atau materi, tindakan sekadar menggerakan orang untuk golput tidak dapat dipidana," kata Arif.

4. Golput adalah bagian dari kedaulatan rakyat

Koalisi Masyarakat Sipil: Golput Bukan Pelanggar HukumANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Lebih jauh, Arif menerangkan, golput merupakan kedaulatan bagi setiap rakyat, dengan prinsip bahwa demokrasi sepenuhnya diserahkan kepada rakyat melalui pemilihan umum.

“Bahwa dalam prinsip demokrasi kedaulatan atau pemilik kekuatan itu adalah rakyat, dan selama ini sesuai dengan sistem demokrasi, kedaulatan itu diserahkan kepada wakil-wakil rakyat melalui pemilu. Jika kemudian rakyat tidak menghendaki pemimpin, atau bahkan juga orang-orang yang diminta untuk wakil rakyat juga melalui pemilu. Prinsipnya seperti itu dalam demokrasi,” Arif menandaskan.

Baca Juga: LBH Jakarta: Golput Merupakan Kedaulatan Rakyat

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya