Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gelar Aksi Malam Hari, Sejumlah Aktivis 'Corat-Coret' Gedung KPK

Aksi Koalisi Masyarakat Sipil (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Aksi Koalisi Masyarakat Sipil (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi penolakan terhadap pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aksi tersebut menyedot perhatian masyarakat, khususnya warganet, sebab mereka menyoroti Gedung Merah Putih KPK dengan laser projector dengan beberapa satire dan kata-kata kritikan lainnya.

Kata-kata berwarna warni tersebut di antaranya "Berani Jujur Pecat",  dan "Mosi Tidak Percaya". Tulisan-tulisan tersebut terpampang cukup besar di gedung KPK.

Juru Kampanye Greenpeace Indonesia Asep Komaruddin menyampaikan, aksi malam ini untuk menyuarakan perjuangan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Kami juga sampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga anti
korupsi ini dari cengkeraman oligarki. Polemik TWK ini telah mencuat sejak 51 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan dan penyidik-penyidik terbaik KPK lainnya, dinonaktifkan," ujarnya melalui siaran tertulis, Senin (28/6/2021) malam.

1. Tes TWK dinilai cacat hukum

Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021) (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Asep mengatakan sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai, tes yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi ASN cacat prosedur.

Pengadaannya, kata dia, terkesan terburu-buru, dan beberapa pertanyaan yang terdapat dalam tes sama sekali tidak berkaitan dengan pemberantasan korupsi.

"Bahkan, muncul asumsi bahwa tes ini memang sudah dirancang untuk menyingkirkan mereka yang vokal dan berintegritas, dan juga mereka yang sedang menangani kasus-kasus besar seperti
korupsi Bansos, e-KTP, dan buronan Harun Masiku," ungkap Asep.

2. Pelemahan KPK di era pemerintahan Jokowi terlihat jelas

Seorang jurnalis memotret layar yang menampilkan prosesi pelantikan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6/2021). KPK resmi melantik 1.271 pegawai yang lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi ASN. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Seorang jurnalis memotret layar yang menampilkan prosesi pelantikan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6/2021). KPK resmi melantik 1.271 pegawai yang lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi ASN. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Asep menegaskan, pelemahan KPK pada era pemerintahan Jokowi terlihat jelas sejak Oktober 2019, ketika Revisi UU KPK disahkan. Kala itu, meskipun memicu sejumlah aksi penolakan di berbagai daerah termasuk Jakarta, undang-undang tersebut tetap disahkan.

Usaha pelemahan ini kemudian semakin nyata dengan diangkatnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Padahal, Firli pernah
dinyatakan melanggar kode etik ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

“Upaya pelemahan KPK ini akan semakin memperburuk integritas KPK sebagai lembaga antikorupsi di negeri ini,” ucap Asep.

3. Korupsi akan semakin menjadi-jadi

(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Tidak hanya itu, menurut Asep, kerusakan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan alih fungsi lahan akan semakin menjadi-jadi, karena salah satu celah korupsi adalah saat kepala daerah memperpanjang izin perusahaan untuk membuka lahan.

"Ini merupakan bagian dari praktik state capture corruption,” kata dia.

Asep mencontohkan, selama tiga kali berturut-turut, KPK telah berhasil menangkap Gubernur Riau dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), dengan dugaan kasus pemberian izin ilegal untuk pembukaan
lahan di Provinsi Riau.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us