Gerakan Perempuan dan Masyarakat Sipil Desak Pengesahan RUU PKS

Jakarta, IDN Times - Gerakan Perempuan dan Masyarakat Sipil mendesak DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Sejak ditetapkan menjadi RUU pada Februari 2017, hingga hari ini belum ada kemajuan sehingga kembali dijadwalkan pada Prolegnas 2019.
"Hampir dua tahun berjalan, panja RUU PKS masih berkutat menggelar RDPU yang berlangsung lima kali. DPR belum beranjak membahas RUU bersama pemerintah," kata Pendiri Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) Valentina Sagala di Kantor Kowani, Jakarta, Minggu (18/11).
1. RUU PKS terancam gagal disahkan

Menurut Valentina, 2019 adalah tahun terakhir periode DPR saat ini. Sementara, April 2019 telah memasuki masa pemilu legislatif (Pileg) untuk memilih anggota DPR baru. Jika RUU PKS tidak maju dalam pembahasan tahun ini, dapat dipastikan RUU PKS gagal disahkan.
"Artinya, memulai kembali dari nol di DPR baru. Apalagi sistem pembahasan Prolegnas tidak mengenal keberlanjutan dari periode lalu. Upaya usulan yang dilakukan sejak 2015 oleh masyarakat sipil, hingga RUU PKS berhasil masuk Prolegnas menjadi sia-sia," kata dia.
2. Pemerintah dinilai belum mendukung penuh UU PKS

Menurut Valentina, kelambanan proses pembahasan RUU PKS memperlihatkan minimnya keseriusan dan pemahaman para pengambil kebijakan. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) juga dinilai belum memberikan dukungan penuh. Sebab, pemerintah menghapus beberapa bentuk kekerasan seksual serta penggunaan konsep lama terkait pencabulan dan perkosaan.
"Pemerintah harus merevisi daftar inventaris masalah (DIM) sehingga tidak mengurangi substansi penting RUU PKS. Sebaliknya, kuatkan terobosan hukum di dalamnya, antara lain terkait jenis tindak pidana kekerasan seksual, hukum acara, dan hak-hak korban," tutur dia.
3. Partisipasi masyarakat harus dilibatkan

Valentina mengatakan, DPR dan pemerintah harus melibatkan partisipasi masyarakat. Selain itu, mempertimbangkan suara dan pengalaman para penyintas, pendamping, serta pihak lainnya yang bekerja untuk isu kekerasan seksual.
"Semua pihak terkait seperti organisasi, kelompok masyarakat, termasuk tokoh agama agar mendukung dan mendorong segera disahkannya RUU PKS yang memuat komprehensif perlindungan terhadap perempuan," pungkas Valentina.