Hakim ke Mahasiswa UI: Saya Dulu Anggota DPR Tetap Cek Menteri Parpol

- Sidang perdana gugatan mahasiswa UI terhadap UU Kementerian Negara berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
- Keempat penggugat mendapat banyak koreksi terkait argumen hak konstitusional yang dilanggar.
- Hakim meminta perbaikan dokumen gugatan hingga 14 Mei 2025 untuk membuka persidangan lebih lanjut.
Jakarta, IDN Times - Sidang perdana gugatan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 mengenai Kementerian Negara telah berlangsung pada Senin (28/4/2025) di Mahkamah Konstitusi. Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan itu dipimpin oleh hakim Enny Nurbaningsih dan didampingi dua hakim konstitusi lainnya yakni Arsul Sani dan Daniel Yusmic.
Di dalam persidangan yang berlangsung selama satu jam itu, keempat penggugat yang merupakan mahasiswa UI mendapat banyak koreksi. Salah satunya mengenai argumen hak konstitusional penggugat dilanggar lantaran anggota parlemen tidak akan bisa melakukan pengawasan terhadap menteri yang berasal dari partai politik. Keempat mahasiswa UI ini meminta hakim konstitusi melarang menteri tetap aktif menjadi kader partai politik.
"Para pemohon dalam kapasitasnya sebagai voter dalam Pemilu 2024 dan para pemohon menjelaskan bahwa kami tidak mendapatkan anggota DPR yang tidak melakukan fungsi check and balances dikarenakan tidak adanya larangan menteri rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik. Ini match atau tidak, gitu?" tanya Arsul seperti disiarkan dari YouTube Mahkamah Konstitusi, Selasa (29/4/2025).
Ia pun mempertanyakan kembali kepada empat penggugat apa dasar anggota parlemen tidak bisa melakukan pengawasan, karena menteri juga merupakan pengurus dari parpol tertentu.
"Saya kebetulan pernah jadi anggota DPR, melihat menteri dari partai lain, tetap saja kami awasi. Gimana bisa terjadi ketiadaan checks and balances-nya? Pada kasus apa? Bisa gak itu terjadi?" tanya pria yang dulu merupakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ia kemudian memberikan contoh lain di mana anggota parlemen tetap mampu melakukan pengawasan dengan baik kepada menteri dari parpol. Kali ini ia menyebut mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas. Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan sempat dicari-cari karena ada pansus haji.
"Malah saya melihat yang paling kencang (untuk melakukan pengawasan) adalah anggota DPR dari PKB. Mereka paling kenceng menyoroti tentang pelaksanaan haji. Karena sekali lagi, tidak bisa hanya mendalilkan saja, kausalitasnya harus ada dan jelas," tutur dia.
1. Hakim konstitusi usulkan 4 mahasiswa UI cantumkan contoh nyata dampak buruk menteri nyambi jadi pengurus parpol

Lebih lanjut, Arsul mengusulkan agar di dalam perbaikan dokumen gugatan nanti, keempat penggugat yang merupakan mahasiswa UI ikut memberikan contoh nyata dampak buruk menteri yang nyambi sebagai pengurus partai politik.
"Misalnya akibat menteri dari partai A, anggota DPR dari partai A tidak menjalankan fungsi check and balances dengan baik. Jadi, tidak kemudian memberikan general statement saja," katanya.
Dalam pandangannya, pandangan umum baru sekedar asumsi belaka. Belum tentu faktanya demikian.
Hal lain yang disoroti oleh Arsul ketika masuk ke posita atau pokok permohonan dari para penggugat, salah satunya mengenai pernyataan bahwa menteri yang masih nyambi jadi pengurus parpol berpotensi bekerja tidak profesional.
Arsul menanyakan apa paramater yang jelas untuk menyatakan seorang menteri tidak bekerja secara profesional karena masih nyambi sebagai pengurus parpol. "Apa coba ukurannya untuk mengukur profesionalitas? Boleh diukur, misalnya dari hasil survei, semua menteri dari partai politik tingkat kepuasan publiknya rendah. Itu contoh dan dapat menjadi argumentasi yang baik," tutur dia.
2. Hakim konstitusi pertanyakan posisi menteri yang nyambi jadi pengurus parpol tapi tak punya kursi di DPR

Di forum itu, Arsul turut menyinggung gugatan empat penggugat hanya fokus ke menteri yang nyambi jadi pengurus parpol yang memiliki kursi di parlemen. Namun, dalam Kabinet Merah Putih, Presiden Prabowo Subianto juga memberikan posisi menteri kepada pengurus parpol yang tak lolos ke DPR.
"Dia adalah fungsionaris, sekjen partai tapi partainya tidak ada di DPR. Contoh, Pak Raja Juli Antoni itu. Itu gimana? Itu harus dipikirkan. Jadi isi pokok permohonan ini hanya untuk parpol yang ada di DPR atau tidak," tanya Arsul.
Bahkan, posisi wakil menteri lebih banyak lagi yang berasal dari parpol yang tak memiliki kursi di parlemen.
3. Hakim konstitusi berikan waktu perbaikan isi gugatan hingga 14 Mei 2025

Gugatan itu dilayangkan oleh tiga mahasiswa Fakultas Hukum UI dan satu mahasiswa FIA UI yakni Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah, dan Vito Jordan Ompusunggu. Mereka spesifik menguji Pasal 23 huruf c UU Nomor 39 Tahun 2008.
Dalam petitumnya, para pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 23 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik.
Hakim Enny Nurbaningsih kemudian memberikan batasan waktu untuk membuat perbaikan gugatan hingga 14 Mei 2025. "Silakan disampaikan hardcopy dan softcopy-nya kepada kepaniteraan mahkamah. Nanti, tolong disiapkan pokok-pokok perbaikannya," kata Enny.
Ia berharap para penggugat memperbaiki gugatannya sehingga bisa dibuka persidangan. "Sehingga, bisa mendengarkan keterangan dari pihak lain dan tidak berhenti hanya sampai di tahap legal standing," tutur dia.