Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hari Air Sedunia 2022: Mari Lindungi Air Tanah dari Krisis Air Global!

Ilustrasi sumber air (IDN Times/Rochmanudin)
Ilustrasi sumber air (IDN Times/Rochmanudin)

Jakarta, IDN Times - Selamat Hari Air Sedunia 2022! Peringatan ini hadir sebagai bentuk kesadaran dan upaya berbagai kelompok mencegah krisis air global yang mengancam kelangsungan makhluk hidup di bumi, tak terkecuali manusia.

World Water Day atau Hari Air Sedunia 2022 kali ini mengusung tema “Air tanah, membuat yang tak terlihat menjadi terlihat”. PBB mencetuskan tema tersebut sebab khawatir dengan eksploitasi air tanah besar-besaran untuk industri. Akibatnya, di beberapa negara, krisis air tanah mulai dirasakan.

“Kita harus melindungi air tanah dari eksploitasi berlebihan dan polusi yang saat ini menghantui mereka. Karena dapat menyebabkan penipisan sumber daya air tanah, dan butuh biaya ekstra untuk memprosesnya,” kata PBB dikutip dari laman resminya, Selasa (22/3/2021).

1. Sejarah peringatan Hari Air Sedunia

Ilustrasi sungai (IDN Times/Rochmanudin)
Ilustrasi sungai (IDN Times/Rochmanudin)

Hari Air Sedunia diperingati pada 22 Maret setiap tahunnya. Melansir laman resmi PBB, tercetusnya ide peringatan Hari Air Sedunia dimulai pada 1992, saat konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro berlangsung.

Di tahun yang sama, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang menyatakan bahwa pada 22 Maret setiap tahunnya akan diperingati sebagai Hari Air Sedunia.

2. Kehidupan tak mungkin terjadi tanpa air tanah

Ilustrasi memasuki musim kemarau (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Ilustrasi memasuki musim kemarau (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Air tanah merupakan sumber daya alam yang tidak terlihat, namun dampaknya bisa dirasakan di manapun. Air tanah terbentuk secara alami dari sejumlah zat dan benda di dasar bumi seperti batuan, tanah, pasir, dan kerikil, yang menyimpan sejumlah besar air.

Manfaat air tanah bisa langsung dirasakan lingkungan. Air tanah menjadi sumber utama dari mata air di pegunungan, danau dan lahan basah, hingga merembes ke lautan. Bagi manusia, air tanah bisa diekstraksi ke permukaan dengan pompa dan sumur untuk kebutuhan sehari-hari.

PBB menyebut, kehidupan tak mungkin terjadi tanpa air tanah. Sebab, air tanah memasok sebagian besar air yang kita gunakan untuk minum, sanitasi, produksi makanan, dan proses industri.

Namun air tanah menjadi krisis di beberapa negara, sebab peningkatan populasi dan penggunaannya untuk industri secara besar-besaran tanpa memedulikan ekosistem. Pembuangan limbah ke area sungai, danau, atau bahkan laut juga turut membuat krisis air tanah secara global.

Menjelajahi, melindungi, dan menggunakan air tanah secara berkelanjutan akan menjadi inti untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan iklim, serta memenuhi kebutuhan untuk populasi manusia di bumi yang terus bertambah.

3. Waspada krisis air tanah di Jakarta

Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria meninjau ngerjaan tanggul rob atau tanggul pantai National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), di Caping Beam Tanggul Muara BKB, Jakarta Utara dan pengerukan lumpur di Waduk Pluit, Jakarta Utara, Minggu (26/12/2021) (Dok. Pemprov DKI Jakarta)
Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria meninjau ngerjaan tanggul rob atau tanggul pantai National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), di Caping Beam Tanggul Muara BKB, Jakarta Utara dan pengerukan lumpur di Waduk Pluit, Jakarta Utara, Minggu (26/12/2021) (Dok. Pemprov DKI Jakarta)

Krisis air tanah nyata terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta. Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2021 menyatakan 80 persen air tanah di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta, tidak memenuhi standar Menteri Kesehatan Nomor 492/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Jakarta bagian utara merupakan wilayah terparah di mana CAT air tanahnya mengandung unsur besi (Fe), Natrium (Na), Klorida (Cl), Total Disolve Solid (TDS), dan daya hantar listrik.

Problem Jakarta bertambah selain krisis air bersih juga menghadapi penurunan muka tanah. Dari hasil pemantauan muka tanah (amblesan tanah) oleh Badan Geologi, dengan melakukan pengukuran secara visual dan pengukuran menggunakan alat geodetic, memperlihatkan bahwa secara umum laju penurunan tanah di wilayah CAT Jakarta berkisar antara 0-8,2 sentimeter per tahun dengan lokasi yang memiliki laju penurunan tanah paling cepat, yaitu di daerah Ancol, Pademangan dan Muara Baru, Jakarta Utara.

“Badan Geologi beserta KPK, PAM Jaya dan Pemda DKI Jakarta sedang melakukan program langkah penyelamatan air tanah untuk menjaga sumber daya alam di Jakarta,” sebut Badan Geologi di laman resminya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Melani Hermalia Putri
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us