Hercules Merasa Punya Angin Segar Saat Prabowo Jadi Presiden

- Ormas Grib Jaya dipimpin Hercules menentang tokoh nasional seperti Gatot Nurmantyo dan Sutiyoso.
- Hercules ingin mendapat bagian dari kekuasaan Prabowo Subianto, yang ingin membangkitkan kelompok informal untuk mendukungnya.
- Grib Jaya sulit mendapat simpati masyarakat karena asal usulnya dari ekonomi bawah tanah, ditolak di sejumlah daerah, dan polisi mengetahui kekuatannya.
Jakarta, IDN Times - Ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (Grib) Jaya yang dipimpin Rosario de Marshal atau Hercules sedang menjadi buah bibir. Terlebih, Hercules dan anak buahnya berani menentang mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo hingga mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.
Belakangan, Hercules juga sudah menyatakan permintaan maaf kepada Sutiyoso. Kini, Hercules dan Grib Jaya mencoba menjadi ormas "penguasa" di sejumlah daerah. Bentrokan dengan ormas lainnya, seperti Pemuda Pancasila kerap terjadi di sejumlah daerah.
Munculnya Hercules disebut karena merasa memiliki dukungan atau backing dari Presiden Prabowo Subianto.
"Orang yang paling dekat dengan Pak Prabowo di dunia underground, di dunia ekonomi bawah tanah adalah Hercules. Hercules itu sudah sejak tahun 1980-an dekat dengan Pak Prabowo, orang dari Timor Timur, berteman dekat dengan Pak Prabowo di Timor Timur," ujar Sosiolog Universitas Nasional (Unas), Prof. Sigit Rochadi saat dihubungi IDN Times, Senin (12/5/2025).
Sigit mengatakan, ketika Presiden Prabowo berkuasa, banyak orang dekatnya yang ingin mendapat bagian dari kekuasaan, termasuk Hercules.
"Hercules ini juga ingin mendapatkan bagian dari kekuasaan Pak Prabowo. Jadi, di satu sisi ada angin segar yang diberikan oleh Pak Prabowo. Di sisi lain, ada keinginan dari Hercules dan teman-teman untuk membangun jaringan secara nasional," kata dia.
1. Prabowo ingin tiru Jokowi soal relawan

Dalam kesempatan itu, Sigit menyebut Presiden Prabowo juga ingin meniru gaya Presiden ke-7 RI, Joko "Jokowi" Widodo yang merawat relawannya dengan baik.
"Jadi, Pak Prabowo ini meniru Pak Jokowi, meniru banyak Pak Jokowi. Salah satunya, kalau Pak Prabowo ini, Pak Jokowi itu di-backup oleh para relawan yang kemudian diformalkan menjadi Projo atau Seknas Jokowi atau apa itu. Nah, ini Pak Prabowo juga ingin membangkitkan kelompok-kelompok informal di luar partai untuk mem-backup Pak Prabowo," beber Sigit.
Menurutnya, Presiden Prabowo juga ingin memiliki kekuatan lain selain Partai Gerindra untuk membantunya menghadapi kritik dari masyarakat.
"Kalau kelompok-kelompok yang ada di masyarakat dihadapi oleh partai, itu kan gak apple to apple, kan gak setara dan sulit memobilisasi partai untuk menghadapi kelompok. Kelompok-kelompok yang nantinya ditakutkan kritis terhadap Pak Prabowo, karena masa lalu Pak Prabowo, karena kebijakan-kebijakannya, ini harus dihadapi juga dengan kekuatan massa. Dan kekuatan massa itu kemudian salah satunya adalah Grib ini," ucap Sigit lagi.
2. Grib Jaya sulit mendapat simpati dari masyarakat

Lebih lanjut, Sigit menyampaikan, Grib Jaya seharusnya terlebih dahulu melakukan konsolidasi internal, sehingga mereka bisa menentukan arah organisasi terlebih dahulu.
Dia menilai, Grib Jaya dianggap memiliki kekuatan massa yang baik. Sigit mengatakan, yang dibutuhkan Grib Jaya saat ini adalah simpati masyarakat. Namun, doa menyebut hal itu sulit didapat ormas bentukan Hercules ini.
"Sekarang yang diperlukan oleh Grib sebenarnya adalah dukungan sosial dari masyarakat. Tapi karena Grib itu isinya memang dari dulu adalah para pelaku ekonomi bawah tanah, underground ekonomi itu, yang dulunya bermarkas di Tanah Abang, maka sulit bagi mereka untuk bermetamorfosis menjadi satu gerakan sosial yang pro kepada nilai-nilai dan norma-norma sosial," ujar Sigit.
"Maka sifat-sifat dan sikap-sikap arogansi, ingin menang menghadapi siapa saja, melawan siapa saja, dia tidak melihat. Jangan kan norma-norma dan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh nasional pun dia hadapi dengan pernyataan-pernyataan yang tidak simpati. Ini strategi grip yang keliru kalau dia ingin mem-backup Pak Prabowo," sambungnya.
Meski demikian, Sigit menyebut, Hercules dan Grib Jaya tidak mungkin berani mengeluarkan pernyataan menentang sejumlah tokoh nasional apabila tidak ada dukungan dari penguasa.
"Tapi kalau tidak mungkin dia berani muncul ke permukaan kalau tidak karena iklim politik yang diciptakan oleh Pak Prabowo. Selama ini dia berada di bawah tanah dan semua orang tahu. Who is he? Siapa dia semua orang tahu. Apalagi aparat keamanan, tahu betul siapa Hercules itu. Sekarang dia muncul ke permukaan dengan bendera jelas," ujar dia.
Ketidaksukaan masyarakat terbukti dengan ditolaknya Grib Jaya di sejumlah daerah. Mereka dilarang mendirikan organisasi cabang di daerah tersebut.
3. Ke mana polisi?

Sigit menilai, polisi dalam posisi wait and see. Menurutnya, Polisi tahu secara jelas mengetahui kekuatan Hercules dan Grib Jaya.
"Kalau di belakangnya itu sangat kuat, polisi itu cenderung menghindar dulu. Tapi kalau dia (ormas) gak punya basis, nggak gak kekuatan massa, gak punya kekuatan politik, gak ada backup kekuasaan, maka biasanya polisi itu langsung bertindak," kata dia.
4. Satgas premanisme hanya buang-buang anggaran

Selain itu, Sigit juga menyoroti wacana pemerintah yang ingin membentuk Satgas Premanisme. Menurutnya, satgas tersebut hanya buang-buang anggaran saja.
"Saya kira pernyataannya sudah sangat bagus, tapi apakah betul Pak Prabowo dan aparaturnya membasmi premanisme? Kalau dibentuk satgas pembasmi premanisme atau satgas anti premanisme, sebenarnya ini hanya menghabiskan anggaran," kata dia.
Sigit menyebut, memberantas premanisme adalah tugas polisi. Oleh karena itu, dia menyebut Satgas Premanisme hanya gincu politik.
"Karena premanisme itu tugas utama polisi. Jadi mestinya tidak perlu dibentuk satgas, satgas itu hanya untuk gincu politik," bebernya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan menggelar rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk membahas penanganan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dinilai bermasalah dan sudah mengganggu iklim investasi di Tanah Air. Pemerintah kemudian membentuk Satuan Tugas Terpadu untuk menangani aksi premanisme. Satuan terpadu itu melibatkan sejumlah instansi mulai dari TNI, Polri, dan seluruh instansi terkait dalam satu komando terpadu dan responsif.
"Negara tidak akan tinggal diam terhadap tindakan yang mengancam stabilitas nasional dan ketertiban sosial," ujar Budi yang dikutip dari keterangan tertulis pada Rabu (7/5).
Ia menambahkan pemerintah tidak akan ragu untuk menindak tegas berbagai bentuk premanisme dan aktivitas ormas yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum. Apalagi tindakan-tindakan ormas tersebut sudah menjadi bukti serius telah menghambat iklim investasi.
"Tindakan-tindakan mereka menjadi hambatan serius bagi target-target pembangunan yang telah digariskan Presiden Prabowo Subianto. Oleh karena itu, kita harus bertindak tegas dan terukur," katanya.