Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IDI Jabar Desak Pemerintah Beri Nakes Vaksinasi Booster Tangani COVID

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Ketua Ikatan Dokter Indonesia Jawa Barat dokter Eka Mulyana mengusulkan agar tenaga medis dan tenaga kesehatan (Nakes) diberikan vaksinasi penguat atau booster untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19. Hal itu karena kondisi saat ini sangat berisiko.

"Saya kira ini sangat diperlukan, karena kondisi tenaga medis sekarang begitu riskan, begitu berisiko sehingga perlu dipertimbangkan ada vaksinasi penguat atau booster," ujar Eka saat jumpa pers virtual yang membahas lonjakan kasus COVID-19 bersama IDI, Jumat (25/6/2021).

Ia juga mengatakan telah menyampaikan hal tersebut tiga kali dalam sepekan karena diundang terus dalam pertemuan dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di provinsi, termasuk dengan solusi-solusi lain. 

1. Lebih dari 70 dokter saat ini sedang terpapar COVID-19

Ilustrasi tenaga medis (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Eka menyebutkan, saat ini sudah lebih dari 70 dokter yang sedang terpapar COVID-19. Bahkan, kata dia, di satu rumah sakit terdapat 11 dokter dari berbagai spesialis yang terpapar COVID-19 dalam waktu hampir bersamaan.

"Saat ini yang sedang terpapar, artinya bukan yang sudah terpapar sudah sembuh, tapi yang sedang terpapar saat ini terkonfirmasi baik isolasi mandiri maupun dirawat, khusus untuk tenaga dokter sudah lebih dari 70 orang bahkan meningkat terus seperti itu," ujar Eka. 

2. BOR di Jabar mencapai 90 hingga 100 persen lebih

(Ilustrasi rumah sakit) IDN Times/Sukma Shakti

Dalam kesempatan tersebut, Eka memaparkan, Bed Occupancy Rate (BOR) atau pemakaian tempat tidur rumah sakit di wilayah Jabar saat ini umumnya mencapai lebih dari 90 persen dan banyak dari beberapa rumah sakit yang sudah di atas 100 persen, bahkan salah satunya ada yang mencapai 103 persen untuk menangani lonjakan kasus COVID-19.

Hal itu jauh di atas standar BOR yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) yaitu sebesar 60 persen. 

"Kita sudah kolaps sebetulnya dan ini tentu saja berpengaruh besar terhadap layanan, berpengaruh besar terhadap tenaga medis dan kesehatan itu sendiri," ujar Eka.

3. Fasilitas kesehatan overload karena ulah masyarakat sendiri

Walter Rivera, direktur pasar grosir Coche meneriakkan peraturan untuk mencegah penularan penyakit virus corona (COVID-19) ke penjual dan pembeli di tengah penyebaran penyakit tersebut di Caracas, Venezuela, 23 Juli 2020 (ANTARA FOTO/REUTERS/Manaure Quintero)

Kondisi di hilir atau di fasilitas kesehatan saat ini sudah overload. Eka memaparkan, puluhan pasien mengantre untuk menunggu masuk di setiap IGD rumah sakit. Bahkan ia mengatakan, banyak juga masyarakat yang kesulitan untuk mencari tempat perawatan untuk kerabatnya yang ingin dirawat.

Kondisi hilir tersebut, kata Eka, dipengaruhi oleh kondisi hulu yang merupakan masyarakat itu sendiri, dan overload ini merupakan lonjakan akibat arus mudik dan balik Lebaran lalu. 

"Di hulunya itulah yang paling penting menurut saya. Karena di masyarakatnya inilah sumber terjadinya overload di rumah sakit. Ini akibat lonjakan di beberapa waktu lalu, tentu saja kita tahu masa inkubasi di COVID-19 ini kan 2 minggu bahkan bisa juga lebih. Nah inilah lonjakan-lonjakan akibat kita tahu mulai dari arus mudik balik pasca-Lebaran lalu," ujar Eka. 

"Itu kondisi sekarang, sehingga inilah kondisi di hilir, di rumah sakit saat ini dan ini sudah menjadi perhatian bukan saja nasional bahkan negara-negara lain sudah memberikan perhatiannya ke negara kita pada saat ini," lanjutnya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us