MK Tolak Tuntutan, Begini Reaksi Pengemudi Ojek Online

Perjanjian kemitraan dinilai hanya angin lalu

Jakarta, IDN Times - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018 tentang ojek online atau daring menimbulkan polemik. Putusan ini diperkirakan akan menurunkan argo ojek online.

Menurut Sekjen Komite Aksi Transportasi Online (KATO) Yudi A, putusan tersebut berdampak menurunnya argo ojek online. Tak ada payung hukum yang jelas atas status ojek online sebagai transportasi umum.

"Dampak dari putusan MK hari itu juga terjadi. Dari aplikator, turun argonya. Otomatis udah gak ada lagi yang melindungi kami. Saat ini ojek online itu kayak anak haram, gak diakuin. Ada lagi Grab, turun juga argonya Rp 1 udah bisa ke mana-mana," ujar Yudi di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (1/7).

1. Perjanjian kemitraan hanya angin lalu

MK Tolak Tuntutan, Begini Reaksi Pengemudi Ojek OnlineIDN Times/Sukma Shakti

Yudi mengatakan perjanjian kemitraan yang pernah dijanjikan oleh pihak aplikator dinilai hanya angin lalu belaka. Segala upaya telah dilakukan, namun tak ada titik temu.

"Masalah perjanjian kemitraan yang digadang-gadang aplikator sampai sekarang tak ada kejelasan. Dari dua aplikator ojek online, dua-duanya gak ada regulasi dari sisi transportasinya, kami bingung gak ada lagi yang melindungi," kata dia.

2. Negara dinilai tak serius 

MK Tolak Tuntutan, Begini Reaksi Pengemudi Ojek OnlineIDN Times/Sukma Shakti

Yudi menilai perusahaan aplikator tak serius menangani keluhan pengemudi ojek online. Padahal, tuntutan-tuntutan tersebut telah disuarakan sejak empat tahun lalu.

"Negara gak serius. Cuma mengatasi tuntutan ojek online doang gak kelar-kelar sampai empat tahun. Padahal kami sudah ketemu Presiden, pihak kementerian, DPR, sudah melakukan aksi, tapi gak pernah nemuin solusi. Ini buat kami kecewa," ujar dia.

3. Kesejahteraan pengemudi tak terjamin 

MK Tolak Tuntutan, Begini Reaksi Pengemudi Ojek OnlineIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Yudi yang juga seorang pengemudi ojek online menyebut, tak adanya aturan kebijakan dan perlindungan telah menyengsarakan pihak mitra atau pengemudi.

"Kesejahteraan dan keselamatan mitra gak kejamin. Sekarang ya seenaknya aplikator sendiri. Menurut kami, ini kayak perbudakan era modern. Misalnya, kami layanin semua tapi dari segi penghasilan jauh banget, di bawah sejahtera," tutur dia.

Oleh sebab itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan KATO akan mendesak DPR untuk membentuk panitia kerja (panja) dan panitia khusus (pansus) ojek online, kemudian mengajukannya masuk di Badan Legislasi 2019. Mereka berharap adanya Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang di dalamnya mengatur tetang ojek online.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya