Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Instruksi Surya Paloh usai Bupati Kolaka Timur Terjaring OTT KPK

WhatsApp Image 2025-08-08 at 16.21.19.jpeg
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat berpidato dalam Rakernas Partai NasDem di Makassar Sulawesi Selatan (Dok. Media Partai NasDem)
Intinya sih...
  • Penerapan istilah OTT kurang tepat menurut Surya Paloh
  • NasDem tegaskan dukung penegakan hukum yang murni dan bijaksana
  • Bupati Kolaka Timur diduga korupsi proyek RSUD Rp126 M untuk kebutuhan pribadi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh menginstruksikan Fraksi Partai NasDem di Komisi III DPR untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna membahas terminologi Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Hal ini sekaligus menanggapi OTT KPK terhadap Bupati Kolaka Timur Abdul Azis yang merupakan kader Partai NasDem. Ia diringkus lembaga antirasuah dalam kasus dugaan suap. Paloh juga berpesan agar seluruh kader tidak terlalu cepat memberikan komentar yang terkesan membela diri.

"Saya menginstruksikan agar Komisi III memanggil KPK dengar pendapat agar terminologi OTT bisa diperjelas, OTT itu apa yang dimaksudkan," ujar Paloh dalam keterangan resmi, Sabtu (9/8/2025).

1. Penerapan istilah OTT kurang tepat

WhatsApp Image 2025-08-08 at 16.21.18 (1).jpeg
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat berpidato dalam Rakernas Partai NasDem di Makassar Sulawesi Selatan (Dok. Media Partai NasDem)

Paloh mempertanyakan penerapan istilah OTT yang dinilainya tidak tepat. Menurut dia, OTT seharusnya merujuk pada peristiwa di satu lokasi antara pemberi dan penerima yang sama-sama melanggar norma hukum.

"Yang saya pahami, OTT adalah sebuah peristiwa yang melanggar norma hukum, terjadi di satu tempat antara pemberi maupun penerima," kata dia.

"Tapi kalau yang satu melanggar normanya di Sumatra Utara, katakanlah si pemberi, yang menerima di Sulawesi Selatan, ini OTT apa? OTT plus?" sambung pria kelahiran Aceh itu.

Penggunaan terminologi yang keliru dinilai Paloh akan berpotensi membingungkan publik dan tidak mendukung jalannya pemerintahan.

Karena itu, RDP diharapkan mampu memberikan kejelasan agar istilah OTT tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat dan mendukung penegakan hukum yang lebih baik.

2. NasDem tegaskan dukung penegakan hukum

WhatsApp Image 2025-08-08 at 16.21.18.jpeg
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat berpidato dalam Rakernas Partai NasDem di Makassar Sulawesi Selatan (Dok. Media Partai NasDem)

Paloh menegaskan Partai NasDem konsisten mendukung penegakan hukum. Namun, ia mengingatkan agar prosesnya tidak didahului dengan drama.

"Yang NasDem sedih, asalnya ada drama dulu, baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus juga," tambahnya.

Ia juga mempertanyakan penerapan asas praduga tidak bersalah yang dinilainya mulai diabaikan.

"Apakah asas praduga tidak bersalah itu sama sekali tidak laku lagi di negeri ini?" ujarnya.

Meski melayangkan kritik terhadap terminologi dan proses, Paloh menegaskan dukungan penuh NasDem terhadap penegakan hukum yang murni dan bijaksana.

"Tegakkan hukum secara murni, dan NasDem ada di sana. Yang salah adalah salah, prosesnya secara bijak," kata dia.

3. Bupati Kotim diduga korupsi proyek RSUD Rp126 M untuk kebutuhan pribadi

Bupati Kolaka Timur
Bupati Kolaka Timur, Abdul Aziz, usai ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara senilai Rp126,3 miliar. (IDN Times/Dini Sucitiningrum)

Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan penyalahgunaan anggaran pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur senilai Rp126,3 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Proyek peningkatan RSUD dari tipe D menjadi tipe C ini justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi Bupati Kolaka Timur, Abdul Aziz.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan Abdul Aziz mengetahui penggunaan uang hasil korupsi tersebut untuk membeli kebutuhan pribadinya. KPK menduga Abdul Aziz bersama pihak terkait menerima aliran dana dari komitmen fee 8 persen atau sekitar Rp9 miliar dari nilai proyek. Kasus bermula Desember 2024 saat pihak Kemenkes bertemu lima konsultan perencana membahas Basic Design RSUD yang didanai DAK, dengan Basic Design RSUD Kolaka Timur dikerjakan Nugroho Budiharto.

Pada Januari 2025, Pemkab Kolaka Timur dan Kemenkes membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C, diduga untuk memenangkan PT Pilar Cerdas Putra. Maret 2025, Ageng Dermanto selaku PPK menandatangani kontrak dengan PT Pilar Cerdas Putra senilai Rp126,3 miliar.

April 2025, Ageng memberi Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim. Mei–Juni 2025, PT Pilar Cerdas Putra menarik Rp2,09 miliar, dengan Rp500 juta diserahkan ke Ageng di lokasi proyek, serta adanya permintaan fee 8 persen.

Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp1,6 miliar yang diserahkan ke Ageng lalu diberikan ke Yasin, staf Abdul Aziz, dan sebagian uang digunakan untuk kebutuhan pribadi Abdul Aziz.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us