Jurnalis Magang Kena Pelecehan di Kereta, KAI: Kami Siap Dampingi

- Jurnalis magang korban pelecehan seksual di commuter line Bogor-Jakarta Kota.
- KAI Commuter siap mendampingi dan melindungi korban, pelaku akan dimasukkan ke database CCTV Analytic.
Jakarta, IDN Times - Jurnalis magang berinisial QHC menjadi korban pelecehan seksual di commuter line saat naik kereta relasi Bogor -Jakarta Kota. Atas kejadian ini, KAI Commuter mengaku siap mendampingi dan melindungi korban.
VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus, mengatakan ,kejadian itu bemula dari seorang pria pengguna KRL yang secara sengaja merekam dan mengambil foto bagian intim penumpang perempuan di dalam perjalanan commuter line pada Selasa (16/7/2024) sekitar pukul 20.30 WIB.
Atas laporan dari penumpang lainnya kepada korban, korban kemudian melaporkan kepada Petugas pengamanan di atas kereta (PAM Walka). PAM Walka tersebut segera mengamankan terduga pelaku yang sebelumnya mencoba kabur saat kereta masuk di Stasiun Sawah Besar.
“Selanjutnya pelaku dibawa ke pos pengamanan Stasiun Jakarta Kota untuk didata dan diminta keterangan,” kata Joni dalam keterangannya, Kamis (18/7/2024).
1. Pelaku ambil foto dan rekam korban

Hasil dari pemeriksaan awal, pelaku terbukti merekam dan mengambil foto korban dengan HP tanpa seizin korban.
Joni menjelaskan, pelaku kemudian diserahkan ke Posek Tebet dan korban pun melanjutkan proses hukum.
"KAI Commuter siap memberikan dukungan penuh untuk melindungi dan mendampingi korban tindak pelecehan tersebut atau tindak kriminal lainnya dalam melanjutkan proses hukumnya” kata Joni.
2. Data pelaku pelecehan dimasukan ke sistem

KAI Commuter, kata dia, tidak menoleransi atas kejadian tersebut. KAI Commuter juga akan memasukan data pelaku tindak pelecehan tersebut kedalam sistem CCTV Analytic.
“Identitas pelaku akan dimasukan ke database CCTV Analytic untuk memblokir dan mencegah pelaku menggunakan commuter line kembali. Ini merupakan komitmen KAI Commuter dalam mencegah tindak pelecehan di transportasi publik khususnya KRL dan menindak tegas pelaku," ujarnya.
3. Korban diduga dapat penolakan dari polisi saat laporkan kasus ini

Diberitakan, korban mengaku direkam oleh seorang pria paruh baya yang duduk diseberangnya saat berada di dalam kereta. Aksi pria itu dipergoki. Ketika HP-nya diperiksa, ada sejumlah video korban dan ratusan video porno di dalamnya.
QHS dalam keterangan tertulisnya mengaku harus mendatangi beberapa polsek hingga berakhir ke Polres Jakarta Selatan karena kasusnya dikatakan tak bisa ditangani. Di Polres Jakarta Selatan bahkan diduga ada penolakan penanganan.
"Saya bahkan sampai terhenyak ketika seorang oknum polwan dengan tenangnya menjelaskan bahwa 'Mbak, kasus ini tidak bisa ditindak pidana karena memang harus sesuai dengan ketentuan harus kelihatan alat vital atau sensitif dan Mbak-nya divideoin secara paksa," kata QHS dalam keterangannya, Kamis.
Seorang polwan juga mengatakan bukti video di HP pelaku tidak menemukan adanya tindakan pelecehan. Tindakan tidak menyenangkan seperti itu, disebutkan sudah tidak ada di Pasal 335.
"Adanya tindakan tidak menyenangkan itu karena ada paksaan dari pelaku," kata dia menirukan.
4. Kekerasan Berbasis Gender Online diatur dalam UU TPKS

UU TPKS, disahkan 12 April 2022. UU tersebut juga mencatat tren kasus kekerasan seksual beralih ke Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) melalui media sosial.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam workshop FJPI dan Kedutaan Australia di IDN Times, Jakarta, Kamis (20/6/2024) bersama AKBP Ema Harmawati dari Unit PPA Polri, menyebut KBGO diatur dalam UU TPKS.
Data Komnas Perempuan menunjukkan KBGO mencakup cyber harassment, malicious distribution, impersonation, cyber hacking, cyber grooming, online defamation, cyber stalking, illegal content, cyber recruitment, dan doxing yang mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis pada perempuan.