Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kekerasan Seksual di Jombang, Menteri PPPA: Harus Diproses Tuntas

Polda Jatim saat ungkap kasus penangkapan MSAT, Jumat (8/7/2022). (IDN Times/Khusnul Hasana)
Polda Jatim saat ungkap kasus penangkapan MSAT, Jumat (8/7/2022). (IDN Times/Khusnul Hasana)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga berharap, proses hukum tersangka kasus dugaan kekerasan seksual di pondok pesantren Jombang, MSAT, segera disidangkan di pengadilan sehingga terdapat kepastian hukum.

“Saya tegaskan kembali, tidak ada kasus kekerasan seksual yang dapat ditoleransi dan siapa pun pelakunya, hukum harus ditegakkan dan diproses,” kata Bintang dalam keterangan pers, Sabtu (9/7/2022).

1. Korban harus dapat ganti rugi dan pemulihan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Bintang Puspayoga (Dok. Humas KemenPPPA)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Bintang Puspayoga (Dok. Humas KemenPPPA)

MSAT akhirnya menyerahkan diri kepada polisi di Pesantren Shiddiqiyyah, Desa Losari, Kecamatan Ploso Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022) malam. Bintang turut mengapresiasi pihak kepolisian dalam proses penegakan hukum kasus kekerasan seksual terhadap santriwati oleh tersangka MSAT ini.

Dia mengungkapkan, korban juga harus bisa mendapatkan ganti rugi, penanganan dan pemulihan, baik trauma psikologis maupun pemulihan martabat di tengah-tengah masyarakat, jika tersangka memang benar-benar diputus bersalah.

2. Segala bentuk kekerasan seksual harus dihapuskan

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Bintang mengatakan, kekerasan seksual adalah pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran konstitusi, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. 

“Oleh karena itu, semua bentuk kekerasan seksual harus mendapat penanganan hukum yang sesuai serta tidak ada lagi penyelesaian di luar pengadilan dan pihak-pihak yang menghalangi Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menegakkan hukum,” kata dia.

3. UU TPKS atur pidana orang yang halangi pengungkapan kasus kekerasan seksual

Ilustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)
Ilustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)

Seluruh proses hukum terkait tindak pidana kekerasan seksual telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). 

Bintang menyampaikan, di dalam UU TPKS Pasal 19, dinyatakan secara jelas bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. 

Bahkan, bila hal tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki kedudukan lebih kuat atau sebenarnya diberikan kepercayaan untuk melindungi, dan terbukti menjadi pelaku, maka akan mendapat tambahan hukuman.

4. Perlu solusi jangka panjang agar kasus kekerasan seksual di pesantren tak terulang

Upaya penangkapan pelaku kekerasan seksual berinisial MSAT, yang juga anak kiai di Jombang, Kamis (7/7/2022). IDN Times/Zainul Arifin
Upaya penangkapan pelaku kekerasan seksual berinisial MSAT, yang juga anak kiai di Jombang, Kamis (7/7/2022). IDN Times/Zainul Arifin

Menteri PPPA juga memberikan apresiasi kepada Kapolda Provinsi Jawa Timur beserta jajarannya yang telah melakukan upaya paksa, tegas, dan terukur dalam proses penangkapan tersangka MSAT. Apresiasi juga diberikan kepada Kementerian Agama atas pencabutan izin operasional pondok pesantren.

Terkait hal ini, Menteri PPPA menuturkan, perlu ditemukan solusi agar tidak ada pelanggaran hak asasi untuk mendapatkan pendidikan, juga perlu solusi jangka panjang agar tidak ada lagi kekerasan seksual di pesantren dan lembaga pendidikan agama lainnya.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur untuk memastikan pemindahan santriwati berjalan baik, serta mengupayakan percepatan implementasi Pesantren Ramah Anak di semua daerah oleh Kementerian Agama, sebagai langkah pencegahan kasus kekerasan seksual yang terus berulang di pesantren dan lembaga pendidikan agama lainnya,” kata Bintang.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us