Kemenhut Izinkan Kayu Hanyut Dimanfaatkan untuk Pemulihan Pascabanjir

- Pemanfaatan kayu hanyut harus ditempatkan dalam kerangka keselamatan rakyat dan kemanusiaan.
- Setiap pemanfaatan kayu hanyut wajib mengikuti prosedur pelaporan dan pencatatan.
- Penyaluran kayu hanyut untuk kepentingan masyarakat tidak dilakukan secara sepihak.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan, material kayu hanyut yang menumpuk di lokasi bencana Sumatra dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan darurat. Keputusan ini diambil untuk mempercepat pemulihan di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang terdampak berat, dengan tetap menjaga aspek legalitas serta mencegah penyalahgunaan di lapangan.
Perizinan ini tertuang dalam surat yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan, Laksmi Wijayanti yang ditujukan kepada kepala daerah di tiga provinsi terdampak bencana Aceh.
1. Pemanfaatan kayu hanyut harus ditempatkan dalam kerangka keselamatan rakyat dan kemanusiaan

Direktur Jenderal Laksmi Wijayanti menyampaikan, pemanfaatan kayu hanyut harus ditempatkan dalam kerangka keselamatan rakyat dan kemanusiaan.
“Bahwa pemanfaatan kayu hanyutan untuk penanganan darurat bencana, rehabilitasi dan pemulihan pascabencana, serta bantuan material untuk masyarakat terkena dampak bagi pembangunan fasilitas dan sarana prasarana, dapat dilaksanakan atas dasar asas keselamatan rakyat dan kemanusiaan,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (9/12/2025).
2. Setiap pemanfaatan kayu hanyut wajib mengikuti prosedur pelaporan dan pencatatan

Langkah ini memungkinkan material kayu yang sebelumnya berserakan dan berpotensi mengganggu evakuasi, kini dapat dimanfaatkan untuk membangun kembali rumah warga, jembatan darurat, fasilitas publik, hingga tanggul penahan sementara.
Namun, pemanfaatan tersebut tidak dilakukan tanpa aturan. Laksmi menekankan, kayu yang terbawa arus banjir memiliki status legal yang jelas. Menurutnya, kayu itu dapat dikategorikan sebagai kayu temuan yang mekanisme penanganannya mempedomani Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sehingga tetap dibutuhkan pelaksanaan penyelenggaraan yang menjunjung prinsip ketelusuran dan keterlacakan.
Dengan demikian, setiap pemanfaatan kayu hanyut wajib mengikuti prosedur pelaporan dan pencatatan agar tidak membuka celah bagi praktik illegal logging maupun pencucian kayu dengan memanfaatkan momentum bencana.
3. Penyaluran kayu hanyut untuk kepentingan masyarakat tidak dilakukan secara sepihak

Kementerian Kehutanan memastikan, penyaluran kayu hanyut untuk kepentingan masyarakat tidak dilakukan secara sepihak. Laksmi menyampaikan bahwa prosesnya harus berjalan lintas-lembaga.
“Penyaluran pemanfaatan kayu hanyutan untuk penanganan dan pemulihan pascabencana diselenggarakan bersama secara terpadu antara Kementerian Kehutanan dengan instansi terkait pada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan berbagai unsur aparat penegak hukum (APH),” jelasnya.
Pendekatan bersama ini dinilai sebagai langkah penting, terutama untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan memastikan kayu benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.
Selain mengatur pemanfaatan kayu hanyut, pemerintah juga mengambil kebijakan tegas untuk mencegah praktik penyelewengan di tengah situasi darurat.
“Kegiatan pemanfaatan dan pengangkutan kayu bulat yang berasal dari lokasi kegiatan pemanfaatan hutan di tiga provinsi tersebut dihentikan sementara sampai dengan ketentuan lebih lanjut,” ungkap Laksmi.
Penghentian sementara ini dimaksudkan untuk menghindari potensi penebangan liar yang disamarkan sebagai kayu hanyut, memperjelas sumber material kayu yang beredar dan memastikan fokus aparat dan masyarakat tertuju pada penanganan bencana.
Langkah ini dianggap menunjukkan bahwa kayu hanyut tidak lagi dianggap sekadar material sisa bencana. Dalam konteks pemulihan, kayu tersebut menjadi aset yang dapat mempercepat rekonstruksi, sekaligus solusi praktis di tengah terbatasnya akses logistik ke wilayah terdampak.
Namun, pemanfaatannya tetap berada dalam koridor pengawasan yang ketat. Dengan pendekatan kemanusiaan yang disertai prinsip keterlacakan. Pemerintah berupaya memastikan setiap batang kayu yang digunakan memberi manfaat bagi masyarakat, bukan menjadi peluang bagi pihak yang mencoba mengambil keuntungan di tengah musibah. Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam memadukan aspek kemanusiaan, legalitas, dan perlindungan hutan di tengah situasi darurat.

















