Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kepemimpinan Perempuan di AKD  Krusial agar Legislasi Responsif Gender

Media talk di KemenPPPA terkait Meningkatkan Eksistensi Leglistator Perempuan Dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Intinya sih...
  • Kementerian PPPA dorong peningkatan perempuan sebagai pimpinan AKD di DPR RI periode 2024-2029
  • Partisipasi perempuan di AKD penting untuk mendorong proses legislasi yang mewujudkan keadilan gender
  • Ada tiga partai politik yang tidak memiliki perempuan sebagai AKD yakni Partai Demokrat, PAN, dan PPP

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong peningkatan jumlah perempuan sebagai pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) pada Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota DPR RI terpilih untuk periode 2024-2029 telah dilantik secara resmi pada 1 Oktober 2024. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019, DPR RI akan membentuk AKD yang terdiri dari 10 bagian, termasuk pimpinan DPR, Badan Musyawarah (Bamus), Komisi, dan beberapa badan lainnya.

Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Rini Handayani menjelaskan kepemimpinan perempuan dalam AKD sangat penting karena posisi tersebut memegang fungsi strategis untuk mendorong proses legislasi yang mewujudkan keadilan gender.

“Posisi kepemimpinan dalam AKD memegang fungsi strategis. AKD yang akan menentukan agenda legislatif, mengatur jalannya sidang, dan terlibat dalam pengambilan keputusan terkait pasal dalam substansi undang-undang. Oleh karenanya, penempatan perempuan dalam AKD menjadi penting agar dapat mendorong proses legislasi yang bisa mendorong keadilan gender,” kata dia dalam media talk di kantor KemenPPPA, Jakarta, dikutip Jumat (18/10/2024).

1. Makin tinggi jabatan, semakin rendah persentase perempuan menjabat

Pimpinan DPR RI periode 2024-20249. (IDN Times/Amir Faisol)

Partisipasi perempuan di dalam AKD menjadi sangat penting untuk dikawal bersama menjelang pemetaan jabatan. Sayangnya, masih ada kendala dalam implementasinya, karena semakin tinggi jabatan strategis di politik, semakin rendah pula persentase perempuan yang menjabat. 

Dari data Kemen PPPA pada 2024, keterwakilan perempuan di DPR periode 2019-2024 baru mencapai 20,5 persen, dan belum mencapai target afirmasi yakni 30 persen. Lebih jauh lagi, keterwakilan perempuan pada posisi pimpinan AKD pada periode tersebut hanya 12,5 persen atau 11 dari total 87 orang pimpinan AKD.

"Adapun jika dilihat dari persentasenya, masih banyak posisi kepemimpinan perempuan yang kosong di AKD DPR RI diantaranya; Mahkamah Kehormatan Dewan, Badan Legislasi (BALEG), Badan Anggaran (BANGGAR), dan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Posisi kepemimpinan perempuan terdapat di Badan Musyawarah (BAMUS), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN),” kata Rini

2. Ada tiga partai politik yang tak memiliki perempuan sebagai AKD

Ilustrasi Gedung MPR/DPR/DPD RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Bahkan dari sebaran masih ada tiga partai politik yang tidak memiliki perempuan sebagai AKD yakni Partai Demokrat, Partai Amanat Rakyat (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Melihat kondisi ini, Kemen PPPA, kata Rini bakal terus mengawal partisipasi perempuan di politik khususnya di posisi strategis. Kedepan, revisi peraturan perundang-undangan terkait politik, pemilihan umum dan pilkada bakal diupayakan agar dapat menciptakan sistem yang ramah terhadap perempuan

3. Berupaya menyisir perda yang diskriminatif

Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum KemenPPPA Iip Ilham Firman (kiri) dan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam media talk bertajuk "Pilih Perempuan dalam Pemilu, Aksi Afirmatif Wujudkan Kesetaraan Gender", di Kantor KemenPPPA, Jakarta, Senin (22/1/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Sementara itu, Asdep Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum Kemen PPPA, Iip Ilham Firman menjerlakan penting untuk mendorong keterwakilan dan kepemimpinan perempuan di politik. Hal ini jadi isu global yang sedang diupayakan oleh berbagai negara di dunia. Berdasarkan data Global Gender Gap Index, posisi Indonesia di bidang pemberdayaan politik perempuan turun dari peringkat 81 di tahun 2023 menjadi peringkat 107 di tahun 2024.

Kemen PPPA kata dia berupaya menyisir peraturan daerah (perda) yang diskriminatif, karena sejauh ini masih ada ratusan perda diskriminatif yang memerlukan perhatian dari pemerintah dan legislatif.

"Kita juga perlu mendorong pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XII/2014 yang sudah menyampaikan tentang perlunya memberikan perhatian terkait kebijakan afirmasi pelibatan perempuan di politik,” kata Iip.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us