Perludem Soroti Distribusi Anggota Perempuan DPR yang Tidak Merata

- Anggota perempuan DPR RI periode 2024-2029 naik menjadi 22%, namun masih kurang merata di komisi-komisi.
- Perempuan cenderung ditempatkan di posisi tertentu, seperti pada isu-isu tertentu, menunjukkan ketidakproporsionalan.
- Keterwakilan perempuan di parlemen tidak hanya angka, tapi juga berdampak pada substansi dalam legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Jakarta, IDN Times - Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyampaikan persentase anggota perempuan DPR RI periode 2024-2029 memang mengalami kenaikan menjadi 22 persen atau 127 perempuan dari total 580 anggota. Meski demikian, masih ada kekhawatiran terkait kurang proporsionalnya persebaran anggota perempuan di masing-masing komisi.
“Pada periode 2019-2024 jumlah anggota DPR RI perempuan paling banyak di Komisi VIII sebanyak 17 orang, Komisi X ada 19 orang, dan Komisi IX ada 26 orang. Bisa dibandingkan dengan komisi lainnya seperti di Komisi I hanya 5 perempuan, Komisi II hanya ada 4, dan di Komisi III hanya ada 5 perempuan," kata dia dalam media talk di kantor KemenPPPA, Jakarta, Jumat (18/10/2024).
1. Perempuan cenderung ditempatkan di posisi tertentu

Titi menjelaskan ada komisi-komisi yang menjadi komisi feminim padahal bukan berarti komisi lain tidak membutuhkan keterwakilan perempuan yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan cenderung ditempatkan di posisi tertentu atau pada isu-isu tertentu.
"Maka dari itu, kita tidak bisa berhenti pada peran perempuan di politik ataupun kepemimpinan saja, tapi perlu melihat bahwa partai politik harus mendistribusikan perempuan ke komisi-komisi secara proporsional dan berimbang,” kata Titi.
2. Keterwakilan perempuan lebih dari sekadar angka

Dia menjelaskan, keterwakilan perempuan lebih dari sekadar angka, melainkan bagaimana berdampak pada substansi dalam parlemen. Adapun tiga fungsi parlemen yakni mulai dari legislasi yang mendukung hak-hak perempuan, penganggaran dalam mewujudkan anggaran responsif gender, dan juga pengawasan.
3. Pemerintah beri insentif lebih pada partai politik yang calonkan kader perempuan

Titi juga meminta agar pemerintah dapat memberikan insentif lebih pada partai politik jika mencalonkan kader perempuan pada pemilihan legislatif, dibandingkan jika mencalonkan kader laki-laki. Hal itu tak hanya akan meringankan beban kampanye bagi partai politik, namun juga mendorong kebijakan afirmasi perempuan sebanyak 30 persen dari kuota pencalonan terlaksana.