Ketua Forum Masyarakat Nelayan Dadap Ditangkap, Ini Kronologinya

Jakarta, IDN Times - Penjemputan Ketua Forum Masyarakat Nelayan Kampung Baru Dadap, Waisul Kurnia yang dilakukan oleh para penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menyita begitu banyak perhatian publik. Publik kemudian mengaitkan hal penangkapan ini dengan adanya pembangunan jembatan penghubung antara pulau reklamasi dengan daratan yang melintasi jalur transportasi nelayan Dadap.
Direktur Eksekutif Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD), Marthen Y Siwabessy mengatakan, dengan di dampingi oleh 4 PAPD, Waisul menjalani pemeriksaan sekitar 6 jam pada Kamis (7/3) kemarin mulai dari pukul 17.00 WIB hingga akhirnya diizinkan untuk pulang pada pukul 23.30 WIB.
Para Advokat yang mendampingi, antara lain Charles Benhard, Zulham Kurniawan, dan Ruth Yosephine Tobing, secara estafet melakukan pendampingan selama Waisul diperiksa. Lalu, bagaimana kronologi penangkapan Waisul tersebut ?
1. Penjemputan merupakan hal yang wajar

Marthen mengatakan, penjemputan Waisul merupakan hal yang wajar dalam proses pemeriksaan. Awalnya Waisul di panggil secara resmi dengan surat untuk datang pada hari Senin (4/3). Namun, Waisul tidak datang karena tidak dapat meninggalkan pekerjaannya. Akhirnya, pada Rabu (6/3) malam sekitar pukul 22.00 tim dari Reskrimsus Polda Metro Jaya datang menjemput Waisul di rumahnya di Kampung Baru Dadap, Tangerang.
"Penjemputan tersebut dilakukan sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di Kepolisian, tidak ada paksaan dalam membawa Saudara Waisul. Pihak Kepolisian juga membawa dan memperlihatkan surat tugas serta menyerahkan surat resmi penjemputan kepada pihak keluarga," ujar Marthen dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Jumat (8/3).
2. Pengacara dan Waisul sempat menolak diperiksa saat tengah malam

Marthen melanjutkan, ketika hendak diperiksa pada pukul 01.30 WIB, pengacara Waisul menolak pemeriksaan tersebut. Hal senada juga di lakukan oleh Waisul karena sudah larut malam dan Waisul saat itu tidak dalam kondisi yang siap dalam menjalani pemeriksaan. Kala itu, Waisul didampingi dengan pengacara Charles Benhard dan Ruth Yosephine.
"Akhirnya pemeriksaan terhadap saudara Waisul baru di lakukan pada hari Kamis pukul 17.00 WIB dengan di dampingi oleh 4 orang pengacara dari PAPD," jelas Marthen.
3. Waisul dicecar pertanyaan soal pembangunan jembatan penghubung antar pulau reklamasi

Selama pemeriksaan, lanjut Marthen, Waisul dicecar sebanyak 45 pertanyaan oleh penyidik. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, dikatakan Marthen, berkaitan dengan aktifitas pembangunan jembatan penghubung antar pulau reklamasi yang melintasi jalur melaut para nelayan Dadap.
Pembangunan jembatan penghubung ini menurut Marthen memang banyak menuai kritik dari masyarakat, khususnya masyarakat nelayan. Hal ini dikarenakan, pembangunan jembatan tersebut menyebabkan rusaknya ekosistem pesisir laut serta mengakibatkan pendangkalan laut akibat banyaknya lumpur di sekitar muara Dadap. Sehingga, para nelayan susah untuk beraktifitas.
"Banyak nelayan yang terpaksa harus turun ke dalam laut untuk mendorong perahunya melewati tumpukan lumpur di muara Dadap akibat aktivitas pembangunan jembatan tersebut," kata Marthen.
4. Masyarakat nelayan dadap protes karena tidak adanya sosialisasi pembangunan jembatan

Marthen menerangkan, protes masyarakat nelayan Dadap yang dilakukan melalui Waisul tersebut bermula dari tidak adanya sosialisasi yang cukup kepada masyarakat nelayan Dadap mengenai pembangunan jembatan tersebut.
"Sosialisasi hanya dilakukan satu kali. Padahal untuk proyek pembangunan sebesar itu seharusnya di lakukan beberapa kali sosialisasi. Sehingga, masyarakat bisa ikut berperan dalam pembangunan jembatan tersebut," terangnya.
Marthen mengungkapkan, dampak terparah untuk lingkungan sekitar adalah rusaknya hutan bakau (mangrove) di sekitar pesisir pantai. Hal ini disebabkan adanya proyek pengurugan tanah di sekitar proyek pembangunan jembatan penghubung tersebut.
"Namun protes masyarakat nelayan melalui Ketua Forum Masyarakat Nelayan Dadap tersebut berujung pada penangkapan terhadap sang Ketua Forum hingga akhirnya menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Metro jaya," ungkap dia.
5. Waisul dikenakan banyak pasal

Pasal yang digunakan oleh penyidik kepada Waisul terbilang cukup banyak. Yaitu, Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 46 Ayat (3) dan atau Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 A Ayat (2) dan atau Pasal 36 Jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 19 Tanuh 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 14, Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 dan atau Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP mengenai tindak pidana pencemaran nama baik dan ujaran kebencian melalui media elektronik.
Pemeriksaan itu pun selesai pada pukul 23.00 WIB dan dilanjutkan dengan penandatanganan beberapa Berita Acara Pemeriksaan dan Penyitaan.
"Dan akhirnya pada pukul 23.30 WIB, Ketua Forum Masyarakat Nelayan Dadap itu di ijinkan untuk pulang, dengan ketentuan wajib lapor setiap Senin-Kamis di Reskrimsus Polda Metro Jaya," ucap Marthen.
Marthen pun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan perhatian kepada perkara tersebut. Pihaknya juga berharap, permasalahan masyarakat nelayan di pesisir pantai yang sangat terdampak akibat adanya berbagai aktivitas di pulau-pulau reklamasi tetap menjadi perhatian semua pihak, terutama lembaga-lembaga pemerhati lingkungan hidup.
"Akhir kata, nelayan dan laut adalah dua hal yang tidak dapat di pisahkan untuk alasan apapun dan oleh karenanya mari sama-sama kita perjuangkan dan bela nasib para nelayan kita," tutup Marthen.
6. Pernyataan Waisul diduga mengandung ujaran kebencian

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, Waisul menjadi tersangka karena pernyataannya terkait jembatan penghubung pulau reklamasi tersebut. Menurut Argo, Waisul menyebut proyek itu tidak dilengkapi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), padahal kenyataannya tidak demikian.
"Jadi pernyataan itu mencemarkan nama baik di medsos, cetak, online. Kemudian ada yg dirugikan, akhirnya dia laporan. Setelah laporan, kita sudah memeriksa dari saksi dan saksi ahli. Kemudian setelah dilakukan gelar perkara, dinyatakan yang bersangkutan (Waisul) jadi tersangka," jelas Argo saat dikonfirmasi, Jumat (8/3).
Pernyataan Waisul itu rupanya dinilai menyinggung PT Kapuk Naga Indah (KNI). Pengembang proyek itu pun langsung melaporkan Waisul atas tuduhan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya. Waisul sendiri sempat mengajukan gugatan praperadilan terhadap statusnya tersebut namun ditolak.
"Polda digugat praperadilan tanggal 26 Februari 2019, dan hasilnya menolak gugatan," jelas Argo.