Kisah Raeni, Anak Tukang Becak yang Menggapai Impian ke Negeri Ratu Elizabeth

Oleh Fariz Fardianto
SEMARANG, Indonesia —Nama Raeni cukup familiar bagi sebagian mahasiswa yang tengah menempuh kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sekaran Gunungpati.
Sosoknya yang ceria dan energik mudah dikenali. Hal itu terlihat tatkala puluhan mahasiswa antusias mengikuti sesi Career Coach di Lantai II, Gedung Pusat Pengembangan Karir, BK, MDK, MKDK (LP3) Prof Satmoko, Unnes.
Di dalam ruangan, Raeni tak henti-hentinya memotivasi para mahasiswa. Berulang kali ia menekankan bahwa menempuh pendidikan ke luar negeri bukanlah sesuatu yang mustahil.
"Saya berusaha memompa semangat mereka sekaligus memberi tips bagaimana caranya berkuliah keluar negeri. Setidaknya saya sudah berkali-kali membuktikan bila kemiskinan bukan halangan untuk meraih kesuksesan. Selama ini saya melewati perjuangan yang melelahkan sampai akhirnya bisa mendapat beasiswa program doktoral ke University of Birmingham Inggris," akunya saat berbincang dengan Rappler.
Ia berujar jerih payahnya mendapat beasiswa S3 ke Inggris berkat doa yang dipanjatkan kedua orang tuanya. Raeni mengatakan ini adalah kali kedua dirinya meraih beasiswa ke luar negeri.
Berangkat dari keluarga miskin
Pertama kali, ia memperoleh beasiswa Magister (S2) ke Inggris pada 2015 silam. Ayahnya yang jadi tukang becak mampu melecutkan niatnya untuk meraih prestasi terbaik di Unnes.
"Untuk sementara ini, bapak tidak narik becak lagi karena mendapat pekerjaan menjaga sekolah di SMK Negeri 1 Kendal," kata dara berusia 25 tahun tersebut.
Ia kini menyampaikan sedang mempersiapkan keberangkatan untuk menempuh studi lanjut program doktoral ke University of Birmingham, Inggris. Menurutnya ini menjadi momentum istimewa karena bisa menyisihkan banyak pesaing dari kampus-kampus ternama di Indonesia untuk mendapat beasiswa jurusan sustainability accounting.
"Tentunya lega bisa dapat beasiswa S3 mengingat persaingannya sangat ketat. Saya harus mengurus banyak proposal dan syarat-syarat tambahan yang diminta pihak kampus di Inggris, sampai akhirnya 19 Januari kemarin dinyatakan lolos mendapat beasiswa dari LPDP," ungkapnya.
Melakukan persiapan matang
Ia mengatakan tak mau mengulangi pengalaman pahitnya tatkala menempuh pendidikan Magister jurusan Internasional Acounting Finance di kampus yang sama. Saat itu, ia sempat kepayahan beradaptasi dengan budaya lokal, termasuk menyesuaikan jam kuliah di Inggris yang sangat padat.
Diakuinya pula saat itu sempat mengalami culture shock. "Semula bingung menyesuaikan budaya lokal. Ritme proses belajarnya juga cepat sekali. Tapi untungnya semua bisa dilewati setelah ikut les bahasa di sana. Saya juga dapat cumlaude. Nah, tahun ini saya berangkat September dengan persiapan jauh lebih matang," kata perempuan yang tinggal di Desa Langen Harjo Kendal ini.
Persiapan yang ia lakukan saat ini yakni memperbanyak literasi karya-karya ilmiah serta mencari jaringan kolega yang tepat agar pendidikannya di Inggris bisa berjalan lancar. Bila sesuai target, akan menempuh pendidikan selama empat tahun.
Ia berharap bisa menuntaskan pendidikan doktoral tepat waktu, sehingga bisa mengaplikasikan ilmunya di almamaternya. Impian lainnya, adalah bisa berkolaborasi dengan para profesor dari negara-negara maju supaya dapat menghasilkan karya ilmiah berkualitas terbaik.
"Setelah lulus nanti saya tetap ingin jadi pengajar di kampus Unnes," tegasnya.
Gelar profesor termuda
Sedangkan, Rektor Unnes Prof Faturahman menyatakan Raeni menjadi sosok yang menginspirasi mahasiswa lainnya di Unnes. Dengan berlatar belakang dari keluarga miskin, ia melanjutkan, Raeni justru menorehkan prestasi membanggakan di jalur akademik.
"Dia itu lulusan terbaik di Unnes 2015 silam. Makanya kami dorong ikut beasiswa S2 ke Inggris. Sampai-sampai kami arahkan dia belajar bahasa Inggris dan Allhamdullilah prestasinya masih berlanjut sampai sekarang. Semangatnya patut kita apresiasi," tutur Faturrahman.
Lebih lanjut lagi, ia menganggap Raeni menjadi contoh figur yang sukses memutus mata rantai kemiskinan. Pihaknya saat ini telah mempekerjakan Raeni sebagai dosen muda di Unnes.
Ia bersyukur Kemenristekdikti mau turum tangan untuk memberikan beasiswa LPDP bagi Raeni. Secara khusus, Raeni telah digadang-gadang menjadi profesor termuda di Unnes jika pendidikan doktoralnya berjalan mulus.
"Ini jadi cita-cita Unnes dan Indonesia. Kami pun mendorong proses PNS-nya dan dia harus melakukan riset-riset di bidang ekonomi sebagai sumbangsih bagi dunia pendidikan nasional, bahkan dunia. Baru setelah itu, kami pikirkan dia jadi profesor termuda di Unnes," tandasnya.
—Rappler.com