Komdigi: Jangan Sampai Bodoh karena AI Hanya Terima Apa Adanya

- Wijaya Kusumawardhana mengingatkan pentingnya bijak dalam memanfaatkan AI agar tidak terjebak informasi palsu atau keliru.
- Pengguna harus tetap kritis dan menelusuri keakuratan sumber informasi yang dihasilkan oleh AI, serta melakukan verifikasi terhadap referensi dan kutipan.
- Meskipun AI memberikan efisiensi waktu, tanggung jawab akhir tetap ada pada pengguna untuk berpikir kritis dan melakukan verifikasi secara mendalam.
Jakarta, IDN Times - Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Wijaya Kusumawardhana, mengingatkan agar masyarakat bijak dalam memanfaatkan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Ia menegaskan, AI memang memberi banyak kemudahan, namun pengguna harus tetap kritis agar tidak terjebak informasi palsu atau keliru yang dihasilkan teknologi tersebut.
“Memang AI memberikan efisiensi secara waktu. Tapi kita harus kembali lagi, supaya kita pun juga menjadi cerdas oleh mereka. Jangan sampai kita mohon maaf, jadi bodoh karena mereka hanya menerima apa adanya,” ujar Wijaya dalam acara Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).
1. Abaikan keakuratan sumber informasi

Wijaya menuturkan, AI kini banyak digunakan di berbagai sektor, mulai dari media hingga pendidikan. Namun, di tengah kemudahan yang ditawarkan, pengguna sering kali mengabaikan keakuratan sumber informasi yang dihasilkan.
“Jadi begini, saya mencoba menganalogikan di sisi yang lain ya. Bukan dari media, mungkin bisnisnya sama adalah di dunia pendidikan. Padahal kita menyusun sebuah produk ilmiah, karya ilmiah, tesis. Memang teknologi, khususnya AI, memudahkan kita,” katanya.
2. Harus tetap cek sumber

Ia memberi contoh bagaimana AI dapat meringkas rapat berdurasi lima jam menjadi hanya lima menit. Meski begitu, kata Wijaya, pengguna harus tetap menelusuri apakah referensi dan kutipan yang dihasilkan benar adanya.
“Saya pernah penasaran dan mencoba secara acak. Ada beberapa yang ternyata memang mencari, tapi sumbernya tidak bisa saya lacak. Ketika saya minta link referensi yang paling up to date, jawabannya: ‘belum ditemukan’,” ungkapnya.
3. Pentingnya verifikasi

Menurut Wijaya, kondisi seperti ini menunjukkan pentingnya verifikasi dan pemahaman mendalam oleh manusia. Ia menekankan bahwa tanggung jawab akhir tetap ada pada pengguna, bukan pada mesin.
“Nah itulah yang kita harapkan. Sehingga nanti gak bisa menyalahkan salahnya AI. AI kan membantu, tapi kita tetap harus berpikir kritis,” ucapnya.