Komnas Perempuan: Kasus Pemerkosaan oleh Dokter PPDS Tak Boleh Damai

- Komnas Perempuan tekankan transparansi proses hukum kasus kekerasan seksual oleh dokter PPDS di RSHS.
- Komnas Perempuan pantau proses hukum dan pastikan korban FH dapat hak-haknya sesuai UU TPKS.
Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan menekankan agar proses hukum kasus kekerasan seksual oleh dokter PPDS berinisal PAP yang terjadi di RS Hasan Sadikin (RSHS) dilakukan secara transparan. PAP diketahui memperkosa seorang keluarga pasien pada 18 Maret 2025 dan baru terungkap.
Komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, mengatakan, peradilan kasus tersebut tidak boleh diselesaikan di luar pengadilan melalui pendekatan seperti restorative justice, perdamaian, dan sejenisnya.
1. Layanan pemenuhan hak-hak korban harus bisa diakses

Komnas Perempuan bakal terus memantau proses hukum serta memastikan korban yang berinisial FH mendapatkan hak-haknya sesuai amanat UU TPKS.
Termasuk hak atas penanganan, perlindungan, pemulihan, restitusi, kompensasi, hak untuk didampingi, dan hak untuk tidak disalahkan dan distigma.
“Oleh karenanya, layanan korban untuk pemenuhan hak-hak korban harus bisa diakses dengan mudah, cepat, dan manusiawi,” kata Yuni dalam keterangannya, Sabtu (12/4/2025).
2. Tak dapat dilihat sebagai tindak pidana murni

Yuni mengatakan, kasus ini tidak semata-mata dapat dilihat sebagai tindak pidana murni yang terlepas dari profesi dan latar belakang pendidikan pelaku.
Pasalnya, terdapat penyalahgunaan keilmuan dan kekuasaan yang dimiliki pelaku sebagai dokter untuk melakukan tindakan perkosaan tersebut.
2. Perlu mekanisme pencegahan dan penanganan di lembanga kesehatan

Komnas Perempuan juga merekomendasikan organisasi profesi dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk mengembangkan mekanisme pencegahan serta penanganan kekerasan seksual di lembaga masing-masing.
Oleh karena itu, tindakan pelecehan, kekerasan, dan eksploitasi seksual yang dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya dapat dicegah dan ditangani secara komprehensif. Termasuk tidak disederhanakan sebagai tindakan pidana oleh istilah oknum.
Menurut Komnas, mekanisme perlindungan dari pelecehan, kekerasan, dan eksploitasi seksual di fasilitas kesehatan dan organisasi profesi tenaga kesehatan perlu segera dikembangkan.
Hal ini diperlukan untuk menjamin fasilitas kesehatan sebagai ruang aman bagi semua penggunanya.