Komnas Perempuan: Kerusakan Lingkungan Picu Kekerasan Berbasis Gender

- Ada 80 kasus kerentanan perempuan akibat SDA CATAHU 2024Komnas Perempuan mencatat sebanyak 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah tersebut, 330.097 kasus merupakan kekerasan berbasis gender, menunjukkan kenaikan sebesar 14,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
- Kerentanan perempuan adat hingga pesisirData tersebut menunjukkan perempuan, terutama yang hidup di wilayah dengan tekanan lingkungan seperti perampasan lahan dan eksploitasi sumber daya alam, menghadapi risiko yang berlapis.
- Memastikan partisipasi perempuanKomnas Perempuan merekomendasikan implementasi tujuan Pembangunan Berkelanj
Jakarta, IDN Times - Hari Lingkungan Hidup yang jatuh setiap 5 Juni masih menyisakan catatan. Salah satunya adalah kerusakan lingkungan yang ternyata berkontribusi pada kekerasan berbasis gender.
Komnas Perempuan dalam CATAHU (Catatan Tahunan) mereka, mengungkap bahwa polusi, deforestasi, eksploitasi sumber daya alam, dan cuaca ekstrem, memicu terjadinya anomali bencana Alam. Hal itu berisiko menyebabkan pengungsian, krisis pangan, kelangkaan sumber daya alam, serta ketidakstabilan ekonomi.
"Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya kekerasan berbasis gender yang berlapis, terutama dalam masyarakat dengan budaya ketidaksetaraan gender yang mengakar kuat," kata Komisioner Komnas Perempuan Sundari Waris, Sabtu (7/6/2025).
1. Ada 80 kasus kerentanan perempuan akibat SDA

CATAHU 2024 Komnas Perempuan mencatat sebanyak 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah tersebut, 330.097 kasus merupakan kekerasan berbasis gender, menunjukkan kenaikan sebesar 14,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam lima tahun terakhir, Komnas Perempuan juga mencatat sedikitnya 80 kasus yang menunjukkan kerentanan perempuan akibat konflik sumber daya alam, agraria, dan penggusuran.
2. Kerentanan perempuan adat hingga pesisir

Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih menjelaskan data tersebut menunjukkan perempuan, terutama yang hidup di wilayah dengan tekanan lingkungan seperti perampasan lahan dan eksploitasi sumber daya alam, menghadapi risiko yang berlapis.
"Kerentanan khusus dialami oleh perempuan adat, perempuan pesisir, serta perempuan yang tinggal di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T). Mereka kehilangan ruang hidup dan pekerjaan, mengalami diskriminasi, kekerasan fisik dan psikis, bahkan menjadi korban kriminalisasi," ujar dia.
3. Memastikan partisipasi perempuan

Komnas Perempuan merekomendasikan implementasi tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan soal air bersih dan sanitasi serta pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan (SDGs 6.B), kemudian perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan ekosistem lautan (SDGs 14), serta perlindungan ekosistem daratan, dengan fokus pada perlindungan hutan, pencegahan deforestasi, dan restorasi lahan (SDGs 15).
Komisoner Komnas perempuan, Irwan Setiawan menekankan seluruh upaya itu harus mengintegrasikan langkah responsif gender ke dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan memastikan partisipasi perempuan dalam seluruh proses pengambilan keputusan, mulai dari perencanaan, pengelolaan, hingga pemantauan dan evaluasi.