KontraS: Intimidasi YLBHI di Bali Bentuk Pengamanan Berlebih KTT G20

Jakarta, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam tindakan sejumlah aksi represi dan intimidasi terjadi di gelaran KTT G2O Bali.
Sebelumnya, terjadi pembubaran paksa yang dialami Pengurus YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dan Pimpinan 18 (delapan belas) LBH (Lembaga Bantuan Hukum) kantor saat sedang menjalankan rapat internal di Sanur, Bali pada 12 November 2022.
"Adanya berbagai bentuk represi tersebut, menunjukan adanya pengamanan yang berlebihan terkait penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, serta melalui peristiwa ini, membuktikan menyempitnya ruang kebebasan sipil yang dapat mengancam kehidupan berdemokrasi," ujar Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan resminya, Kamis (17/11/2022).
1. Pelanggaran serius pada hak rasa aman dan berpendapat

KontraS menilai hal yang dialami YLBHI merupakan pelanggaran yang serius terkait kebebasan dasar manusia, khususnya yang berkaitan dengan hak atas rasa aman, hak atas bebas untuk berekspresi dan bebas berpendapat.
Hak-hak tersebut sejatinya dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
"Dijaminnya hak dasar tersebut oleh Konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan, memberikan kewajiban bagi negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap setiap hak asasi manusia seseorang. Sehingga sudah seharusnya negara berkaitan dengan kasus ini aktif untuk memberikan perlindungan bukan justru membiarkan dan bahkan diduga melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia melalui instrumen keamanan," kata Fatia.
2. Pertanyakan masyarakat yang turut dalam tugas pengamanan

Fatia dan KontraS juga menyoroti terkait keterlibatan kelompok masyarakat yang ikut mengintimidasi dan anehnya diduga ada pembiaran dari Polisi.
"Kami menduga kuat hal ini dapat terjadi karena ada kaitannya dengan kebijakan Polri yang mengakomodir masyarakat dalam hal melakukan tugas pengamanan yang disebut sebagai Pam Swakarsa melalui Peraturan Polri (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa," ujarnya.
Dari catatan KontraS secara norma Perpol ini memiliki celah hukum yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal, tindakan represif, serta pengerahan massa secara tidak akuntabel. Oleh sebab itu, hal itu disebut Fatia penting untuk diselidiki lebih lanjut.
3. Ancaman serius kehidupan demokrasi

Peristiwa represi kebebasan sipil, tidak hanya kali ini saja terjadi, ada berbagai rentetan peristiwa menjelang KTT G20 yang terjadi sebelumnya, seperti intimidasi dialami tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace dan pembubaran paksa diskusi publik di Universitas Udayana yang diselenggarakan Indonesia People’s Assembly.
"Hal ini adalah ancaman serius terhadap kehidupan berdemokrasi, sebab kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak yang penting untuk dijamin serta dilindungi oleh negara yang menganut sistem demokrasi," ujarnya.
4. Minta Polda Bali usut tindakan represif ini

KontraS mendesak Polda Bali berupaya secara hukum dengan segera dan komprehensif terhadap aktor-aktor yang melakukan tindakan ancaman dan intimidasi yang dialami Pengurus YLBHI dan Pimpinan 18 LBH kantor.
"Komnas HAM melakukan pengusutan mengenai dugaan keterkaitan sejumlah peristiwa represi kebebasan sipil dengan kebijakan Pam Swakarsa yang dibuat oleh institusi Polri," ujarnya
Ketiga, menuurt KontraS pemerintah harus patuh dan taat terhadap Konstitusi dan hukum yang berlaku, dengan melindungi dan menghormati hak asasi manusia setiap orang yang diantaranya menjamin hak atas rasa aman, kemerdekaan untuk berekspresi dan berpendapat.