Kronologi Kasus Suap Hakim Vonis Lepas Korupsi Minyak Goreng

- Kejaksaan Agung menetapkan 3 hakim PN Jakarta Pusat sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi ekspor minyak goreng.
- Tiga korporasi besar, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group didakwa merugikan negara hingga Rp 17,7 triliun dalam kasus ekspor ilegal minyak goreng.
Jakarta, IDN Times – Dunia peradilan kembali tercoreng. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, maka pada malam tadi sekitar 11.30 WIB, tim penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara ini,” tutur Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan pada Minggu (13/4/2025) malam.
Tiga hakim tersangka itu adalah Hakim Ketua, Djuyamto (DJU) dengan hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin (AGB) dan Ali Muhtarom (AM).
Berikut kronologi kasus korupsi minyak goreng dengan menyuap hakim agar mendapatkan vonis lepas!
1. Awal perkara kasus korupsi ekspor ilegal minyak goreng oleh tiga korporasi

Perkara ini bermula dari penyidikan kasus ekspor ilegal minyak goreng dan bahan baku CPO yang dilakukan oleh tiga korporasi, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Ketiga korporasi besar tersebut didakwa oleh jaksa karena merugikan negara sampai Rp 17,7 triliun.
2. Vonis lepas oleh majelis hakim

Pada 19 Maret 2025, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan vonis lepas (onslag) kepada tiga terdakwa korporasi tersebut.
Vonis ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut uang pengganti dan denda total hingga Rp 17,7 triliun serta penutupan operasional selama maksimal satu tahun.
3. Terungkapnya dugaan suap

Kasus suap ini terungkap dari temuan penyidik Kejaksaan Agung saat menyelidiki kasus suap vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.
"Jadi begini, kan penyidik setelah putusan onslag, ya, tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni onslag itu. Tapi, ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu, soal nama MS itu," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat jumpa pers di Kejagung pada Sabtu (12/4/2025) malam.
Harli menjelaskan, pihaknya menemukan barang bukti elektronik berupa aliran uang Rp60 miliar dari pengacara Marcella Santoso kepada Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
4. Sebanyak empat tersangka terlebih dahulu ditetapkan

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.
Keempat tersangka tersebut yakni mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat yang kini ketua PN Jakarta Selatan M. Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, serta Panitera Muda PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
5. Jejak aliran dana suap

Ketua PN Jakarta Selatan M. Arif Nuryanta, diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar terkait pengurusan vonis onslag dalam kasus korupsi ekspor minyak goreng. Aliran uang tersebut dikirimkan setelah adanya kesepakatan antara pengacara advokat korporasi Ariyanto Bakri (AB), dengan panitera Jakarta Pusat saati itu, Wahyu Gunawan (WG).
Awalnya, panitera WG meminta uang Rp20 miliar untuk memutus perkara, namun Arif meminta jumlah tersebut dikalikan tiga sehingga totalnya menjadi Rp60 miliar.
“Setelah uang tersebut diterima Arif, di mana saat itu yang bersangkutan menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, kemudian AM adalah hakim ad hoc, dan ASB sebagai anggota majelis,” kata Qohar.