Deretan Nama Perempuan Pembela HAM, Disiksa dan Terus Berjuang

Hari Perempuan Pembela HAM dalam rangkaian 16HAKTP

Jakarta, IDN Times - Dalam rangkaian 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP)  29 November 2022 diperingati sebagai hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia atau Women Human Rights Defender (WHRD).

Dari situs resmi Komnas Perempuan dijelaskan, perempuan pembela HAM menamakan diri mereka beragam, ada yang menamakan diri sebagai pekerja kemanusiaan, aktivis perempuan, advokat, konselor perempuan korban, pendamping korban, pekerja sosial, atau relawan.

"Hari WHRD Internasional pertama kali diperingati pada tahun 2004, hari peringatan ini bertujuan untuk merayakan aktivisme perempuan dalam membela hak asasi manusia di seluruh dunia, dalam semua dimensi dan konteks, baik individu maupun kolektif," seperti dikutip dari situs resmi Komnas Perempuan, Selasa (29/11/2022).

Ada banyak daftar nama Perempuan Pembela HAM di Indonesia yang konsisten memperjuangkan Hak Asasi Manusia dan pembela HAM lain yang membela hak-hak perempuan dan hak-hak yang berkaitan dengan gender dan seksualitas. IDN Times merangkum sejumlah nama-nama perempuan pembela HAM yang dilansir dari situs Komnas Perempuan.

Artikel ini memuat pembahasan kekerasan berbasis gender yang mungkin membuat merasa tidak nyaman atau dapat memicu trauma. Silakan lanjutkan atau hentikan membaca sesuai dengan kebijaksanaan.

1. Sri Sulistyawaty disiksa dan dipenjara hampir 12 tahun

Deretan Nama Perempuan Pembela HAM, Disiksa dan Terus BerjuangPerempuan Pembela HAM, Sri Sulistyawaty (dok. Komnas Perempuan)

Sri Sulistyawaty atau kerap dipanggil dengan sebutan Eyang Sri adalah perempuan pembela HAM yang lahir di Cirebon dan meninggal pada usia 78 tahun pada 2018. Sri adalah seorang jurnalis 1950an dan bekerja di Koran Ekonomi Nasional. Pada masa itu, dia banyak menulis tentang kondisi ekonomi dan sosial politik di Indonesia. Dia juga pernah bekerja di Suluh Indonesia milik Partai Nasional Indonesia (PNI)

Dalam perjalanan hidupnya, dia pernah menempuh pendidikan di jurusan jurnalistik Akademi Jurnalistik Doktor Rifai. Skripsinya membahas tentang Miscicih mengenai kesenian rakyat, kisah di luar panggung yang penuh dengan kemiskinan, padahal di atas panggung kondisi yang ada terlihat glamour. Dia bekerja sembari menjadi aktivis.

Sri kemudian dicari dan dipenjara tanpa alasan di Bukit Duri selama 11,5 tahun hingga 25 April 1979 baru dilepaskan. Hari-hari setelah dalam penjara itulah hari-hari penuh dengan kekerasan, intimidasi dan diskriminasi yang tak pernah lepas dari hidupnya.

Dia pernah mengalami pendarahan hebat karena disiksa. Sejak keluar dari penjara, sesekali dia masih sering menulis, melanjutkan sisa-sisa kisah kepedihan di dalam penjara. Bagi banyak orang, Sri adalah guru, jurnalis yang kemudian memperjuangkan nasib ketidakadilan di Indonesia.

Sri adalah seorang penyintas 65 yang berjuang hingga akhir hayatnya. Sakit radang usus telah menggerogoti Sri hingga akhir hidupnya. Dia mengembuskan nafas terakhir pada usia 78 tahun, 26 April 2018 di RS Carolus. 

Baca Juga: DPR Terima DIM RUU KIA, Soroti Hak Ibu Tunggal dan Korban Kekerasan

2. Tapi Imas Ihrom dirikan mata kuliah wanita dan pembangunan di UI

Deretan Nama Perempuan Pembela HAM, Disiksa dan Terus BerjuangPerempuan Pembela HAM, Tapiomas Ihromi Simatupang (dok. Komnas Perempuan)

Prof. Dr. Tapi Imas Ihromi Simatupang adalah seorang intelektual dan aktivis perempuan yang aktif membela kepelbagaian adat-istiadat di Indonesia. Menurutnya penyeragaman hukum di Indonesia seperti yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru hanya akan menimbulkan masalah di masyarakat.

Dia adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia1958 dan lulus S2 di Universitas Cornell dan lulus dengan gelar M.A serta di Universitas Harvard dalam bidang studi bahasabahasa Semit. Gelar doktoral S3 di Universitas Indonesia.

Tapi Omas ikut mendirikan jurusan Kajian Perempuan Pasca Sarjana Universitas Indonesia pada 1979 bersama dosen UI perempuan lainnya. Bukan hanya itu sebelum berdirinya jurusan ini, dia adalah pencetus mata kuliah wanita dan pembangunan dan turut jadi pengajar. Untuk itu, oleh para akademisi lain beliau disebut The Mother of Indonesian Feminist Studies.

Dia juga mendirikan Kelompok Kerja Convention Watch, sebuah organisasi yang mengupayakan penegakkan hak asasi perempuan dan tercapainya kesetaraan gender. Cara kerjanya melalui advokasi kebijakan, mempengaruhi para penegak hukum dan legislative dengan menyusun modul pendidikan dan memberi penguatan kapasitas pada stakeholder. Melakukan review peraturan hukum di Indonesia dan menginisiasi peraturan baru yang mengarah pada keterpenuhan Hak Asasi Perempuan.

Tapi Omas juga dikenal sebagai seorang antropolog karena studinya doktornya diselesaikan dalam bidang antropologi hukum pada 1978, dengan menulis disertasi dengan judul "Adat perkawinan Toraja Sa'dan dan tempatnya dalam hukum positip masa kini". Dia wafat 5 Agustus 2018 pada usia 88 tahun.

3. Christina Sumarmiyati korban kekerasan seksual, ditangkap dan disiksa

Deretan Nama Perempuan Pembela HAM, Disiksa dan Terus BerjuangPerempuan Pembela HAM, Christina Sumarmiaty (dok. Komnas Perempuan)

Christina Sumarmiyati adalah perempuan pembela HAM yang jadi salah satu korban kekerasan seksual dan penganiayaan oleh Polisi Militer tahun 1967. Mbah mamik ditangkap dan disiksa dalam tahanan agar mengakui diri sebagai anggota Partai Komunis.

Padalah dia adalah pelakon dalam pertunjukan ketoprak yang juga menyampaikan pesan emansipasi perempuan. Sejak usia remaja, dia aktif berorganisasi, mulai dari Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) dan jadi koordinator tingkat kabupaten. Salah satu kerja organisasi ini adalah pemberantasan buta huruf dan merelakan rumahnya jadi tempat bersekolah.

Christina Sumarmiyati jalani hidup dalam ketakutan di penjara Wirogunan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh tentara untuk melakukan kekerasan seksual Christina Sumarmiyayi atau tahanan lainnya. Kemudian dia dipindahkan ke penjara perempuan Bulu di Semarang pada 1976.

Dia merasa lebih tentram karena petugas penjara semuanya perempuan dan tidak ada kekhawatiran diperkosa. Dia bebas pada 1978 usai tim Amnesty Internasional mengusahakannya.

Namun stigma dan pembatasan hak di zaman orde baru dirasakannya beserta keluarganya. Setelah menikah dia berjualan, dan saat usahanya sudah berkembang, dia mencari kawan-kawan mantan tahanan politik untuk saling menguatkan dan aktif di berbagai kegiatan setelah runtuhnya rezim orde baru, dan tahun 2015 beliau menghadiri International People’s Tribunal 65 di Belanda. Dia memberi kesaksian pilu yang hingga saat ini diabaikan oleh pemerintah. Christina Sumarmiyati wafat 2019 dalam usia 73 tahun. 

Baca Juga: Alissa Wahid: Kekerasan Perempuan Tak Sesuai dengan Perspektif Agama 

4. Yusan Yeblo tokoh perempuan Papua dan Den Upe Rambelayuk salah satu pendiri AMAN

Deretan Nama Perempuan Pembela HAM, Disiksa dan Terus BerjuangPerempuan Pembela HAM, Yusan Yeblo dan Den Upe Rambelayuk (dok. Komnas Perempuan)

Yusan Yeblo atau Mama Yusan Yeblo adalah tokoh perempuan
Papua yang aktif di berbagai organisasi perempuan. Selama tiga tahun dia berjuang dengan stroke yang menyebabkannya tidak bisa bergerak
bebas dan beraktivitas seperti biasa dan wafat pada 2019.

Dia adalah adalah komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tahun 1998 hingga 2004, anggota Forum Kerjasama (Foker) Papua, Pendiri Forum Kerja Sama masyarakat Irian Jaya (Foreri) dan Wakil Ketua Solidaritas Perempuan Papua tahun 2007.

Mama Yusan juga pernah menjabat sebagai Sirektur Yayasan Pokja Wanita Irian Jaya dan sebagai koordinator Jaringan Kerjasama Kesehatan Perempuan dan Anak kawasan Indonesia Timur (JKPIT).

Kemudian ada Den Upa Rombelayuk yang merupakan Koordinator Dewan AMAN periode 1999- 2003, Anggota DAMANNAS 2003-2012 dan komunitas adatnya tergabung di BPH AMAN Toraja. Perjuangan Ibu Den Upa membentuk organisasi Masyarakat Adat telah dilakoni sejak tahun
80an. Den turut mengawal lahirnya organisasi masyarakat adat terbesar di Indonesia, AMAN, di tahun 1999 dan aktif di dunia gerakan perempuan Sulawesi Selatan.

Pernah menjabat sebagai koordinator penelitian wilayah Toraja tentang kekerasan terhadap perempuan di ruang publik, kerjasama dengan PSKK UGM dan FPMP Sulawesi Selatan dan sebagai koordinator lapangan pendampingan kesehatan reproduksi perempuan di Toraja bersama YLK (Yayasan Lembaga Konsumen) Sulawesi Selatan atas dukungan dana Ford Foundation. Dia wafat pada Maret 2019 secara tiba-tiba di Toraja, Sulawesi Selatan dalam usia 74

5. Mengenali peran perempuan dan tingkatkan perlindungan

Deretan Nama Perempuan Pembela HAM, Disiksa dan Terus BerjuangGERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3/2021). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Tujuan dari peringatan WHRD termasuk untuk mengenali peran perempuan dalam membela hak asasi manusia dan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan bagi WHRD. Pekerjaan mereka dan tantangan yang mereka hadapi telah diakui dalam Deklarasi Marakesh, memandatka setiap negara anggota PBB untuk melindungi Perempuan Pembela HAM pada tahun 2018.

Pada 2022, Komnas Perempuan melaksanakan peringatan Hari Perempuan Pembela HAM dengan tema “Merajut Kerangka Perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM”.

Baca Juga: 16 Hari Anti Kekerasan Perempuan, Menteri PPPA: Ayo Berani Bicara!

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya