Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lima Catatan Tindakan Kekerasan Aparat dalam Sejarah Sepak Bola

Suasana doa bersama untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Suasana doa bersama untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Jakarta, IDN Times - Tragedi Kanjuruhan menyebabkan 132 orang meninggal dunia. Laga antar Persebaya dengan Arema FC itu berakhir dengan kepulan asap yang berasal dari tembakan gas air mata ke arah tribun penonton. Gas air mata yang ditembakkan oleh aparat keamanan tersebut membuat orang-orang berlarian mencari jalan keluar menyelamatkan diri.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mencatat, bagaimana tindakan brutal aparat pernah dilakukan dalam sejarah sepak bola Indonesia.

"Kejadian ini bukanlah yang pertama. Terdapat beberapa peristiwa kebrutalan aparat sebelumnya. Impunitas dan kegagalan untuk mengadili para pelaku menyebabkan kekerasan terus berulang," tulis koalisi dalam postingan Instagramnya, dikutip Kamis (13/10/2022).

1. Tewasnya remaja dan dugaan penembakan oleh polisi

Mensos Tri Rismaharini memberikan santunan korban tragedi kerusuhan Kanjuruhan di Kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur. (dok. Kemensos)
Mensos Tri Rismaharini memberikan santunan korban tragedi kerusuhan Kanjuruhan di Kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur. (dok. Kemensos)

Pada 22 Desember 2009, usai adanya pertandingan divisi utara anyara Pro Duta dari Yogyakarta melawan Persikota di Stadion Benteng, Tangerang, suporter Persikota disebut tewas karena tembakan di bagian dada dan leher diduga dilakukan oleh petugas Polres Metro Tangerang Kota.

Kemudian pada 13 Maret 2016, setelah pertandingan Persija dengan persela, Muhammad Fahreza (16) tewas karena pukulan benda tumpul, diduga oleh polisi.

Kemudian pada 24 Juni 2016, dalam pertandingan Persija dengan Sriwijaya FC, sebanyak 155 Jakmania mengalami kekerasan dan ditangkap karena protes soal kematian Fahreza. 

2. Dugaan kekerasan oleh TNI dalam agenda sepak bola

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) memimpin investigasi di depan pintu tribun Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) memimpin investigasi di depan pintu tribun Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Pada 23 Mei 2016 suporter PS TNI disebut mengamuk dan menyerbu tim lawannya Persegres Gresik United saat laga baru belangsung. Korban berjatuhan dari suporter Persegres Gresik.

Kemudian pada 11 Oktober 2017, pada akhir laga 16 besar Liga 2 2017 antara Persita Tangerang dan PSMS Medan di Stadion Mini Persikabo, Cibinong banyak suporter Persita yang alami luka dan satu tewas karena dugaan kekerasan oleh anggota TNI.

3. Kanjuruhan sebagai akumulasi impunitas di tubuh polisi

Suasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Suasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai Tragedi Kanjuruhan adalah akumulasi atas impunitas dan gagalnya reformasi di tubuh kepolisian.

"Kebrutalan aparat tidak pernah dievaluasi secara serius dan diseret ke meja hijau," ujar Koalisi.

Negara harus segera melakukan perubahan kultural serta mendorong praktik polisi yang demokratis yakni pendekatan dan penindakan yang menunjukkan nilai demokrais seperti keadaban, kewargaan, hak asasi, konstitusionalisme serta rule of law.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Dwifantya Aquina
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us