Jalan Terjal Mencari Aborsi Aman bagi Korban Pemerkosaan

Akses layanan aborsi aman masih minim padahal legal

Jakarta, IDN Times — Tiga belas tahun yang lalu, Bintang (bukan nama sebenarnya) baru saja duduk di bangku kelas satu SMP. Pindah ke kota besar di Jawa Barat kala itu, Bintang membawa sejuta mimpi untuk masa depan yang lebih baik.

Namun, dunianya seperti terhenti saat usianya 12 tahun. Dia harus hamil akibat diperkosa kakak kelasnya. Bintang yang merupakan siswa pindahan dari desa kecil di Padang, Sumatra Barat itu, diiming-imingi teman jika mau bergaul dengan kakak kelas.

“Saat pulang ke rumah waktu itu, aku ngerasa hancur dan takut. Aku gak berani bilang siapa-siapa, semuanya aku pendem sendiri karena bingung harus bagaimana,” kata Bintang kepada IDN Times, Kamis (25/8/2022).

Bintang merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ketiga adiknya laki-laki. Sejak kecil, Bintang sudah diminta banyak mengalah kepada adik-adiknya, termasuk soal pendidikan.

Dia diminta menjadi patron untuk tiga adiknya, namun dengan perlakuan yang berbeda. Hal itulah yang membuat Bintang tak pernah menceritakan tindakan pemerkosaan itu kepada siapa pun, hingga akhirnya dia tahu sedang dalam kondisi hamil.

“Aku digampar habis-habisan sama papa, sama mama. Aku dititipkan di rumah tante di Bandung, buat ngurus aborsi, di situ aku terima semua pil, pijat, dan aku gak masuk sekolah satu bulan,” ucapnya.

Pada kondisi kehamilannya yang sudah 39 hari itu, pil-pil penggugur kandungan yang ia konsumsi tak bekerja. Bintang bersama paman dan tantenya kemudian mencari dokter yang mau membantu proses aborsi.

Sampai akhirnya dia mendapatkan satu klinik yang mau melakukan aborsi dengan metode kuret.

“Dokternya bilang, usia kehamilan aku waktu itu sudah 40 hari, dia bilang, kalau telat sehari aja, dia gak mau bantuin (gugurin),” ucap Bintang.

Meski menjadi korban pemerkosaan, jalan Bintang untuk mencari layanan aborsi tidaklah mudah.

Baca Juga: RKUHP: Pelaku Aborsi Termasuk Orang yang Memaksa, Dipenjara 4-12 tahun

Menilik aturan aborsi yang dianggap ilegal bagi korban pemerkosaan

Jalan Terjal Mencari Aborsi Aman bagi Korban PemerkosaanProgram Manager Yayasan Inisiatif Perubahan Akses Menuju Sehat (IPAS) Indonesia, Nur Jannah. (IDNTimes/Melani Putri)

Aborsi bagi korban pemerkosaan sejatinya merupakan hal legal di Indonesia. Aturan aborsi secara tertulis diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Beleid tersebut telah menyebut dan membuat panduan tata cara pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan seksual pada perempuan dan anak, termasuk aborsi bagi korban pemerkosaan.

Dalam Pasal 75 ayat (1) beleid itu disebutkan, tindakan pidana bagi pelaku aborsi dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu atau janin, dan kehamilan akibat pemerkosaan.

Pasal 75 ayat (2) aturan itu kembali menegaskan bahwa aborsi diperbolehkan oleh korban pemerkosaan.

Selain itu, tindakan aborsi itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Salah satu pasal yang mengatur tindakan aborsi yakni Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi: Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan (a) Indikasi kedaruratan medis, atau (b) Kehamilan akibat perkosaan.

“Menurut UU sangat komprehensif, on paper. Ada PMK 3/2016 tentang pelatihan tenaga kesehatan yang boleh memberikan layanan aborsi aman bagi dua indikasi itu. Jadi sudah lengkap,” ucap Program Manager Yayasan Inisiatif Perubahan Akses Menuju Sehat (IPAS) Indonesia, Nur Jannah, dalam ICIFPRH di Yogyakarta.

Meski sudah diatur secara rigid dalam aturan perundang-undangan, tindakan aborsi bagi korban pemerkosaan tak selalu melalui jalan mulus. Penyebabnya, masih ada persyaratan lain yang juga membatasi tindakan aborsi di Indonesia, yakni usia kehamilan maksimal 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Selain itu, minimnya akses terhadap penyedia layanan aborsi aman di Indonesia juga masih jadi pertanyaan besar. Sebab, praktik aborsi dinilai masih bertentangan dengan kode etik kedokteran, sehingga tak banyak tenaga kesehatan yang mau memberikan akses layanan aborsi bagi korban pemerkosaan.

“Apakah layanannya sudah ada? Tidak ada. Baru panduannya saja. Padahal tidak semua orang mengalami kekerasan seksual dan terpaksa hamil mau melanjutkan kehamilan,” kata Nur.

“Tidak semuanya bisa mendapatkan layanan aman untuk menghentikan kehamilannya,” sambung dia lagi.

Tata laksana aborsi aman menurut pedoman Kemenkes

Jalan Terjal Mencari Aborsi Aman bagi Korban PemerkosaanIlustrasi kejahatan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Menurut tata laksana aborsi aman dari Kementerian Kesehatan, terminasi kehamilan dilakukan setelah melalui beberapa tahapan. Pertama, laporan ke kepolisian, kemudian melakukan pemeriksaan kehamilan, dan konseling serta pendampingan untuk memutuskan pilihan terkait kehamilannya.

Hasil pemeriksaan kehamilan dan konseling itu diperlukan untuk memutuskan apakah kehamilan tersebut patut untuk diteruskan, atau diperlukan terminasi kehamilan.

Proses ini, menurut Nur, membutuhkan waktu cukup lama, hingga akhirnya korban pemerkosaan bisa melakukan aborsi secara resmi di fasilitas kesehatan yang sudah ditunjuk Kemenkes secara aman.

“Di negara lain butuh waktu 1-2 hari saja,” tuturnya.

Menggugat akses layanan aborsi aman pada negara

Jalan Terjal Mencari Aborsi Aman bagi Korban PemerkosaanInfografis Aborsi Aman untuk Korban Pemerkosaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Nur menilai, layanan aborsi aman semestinya bisa diakses dengan mudah, terutama bagi korban pemerkosaan. Meski sudah tertulis di atas hitam dan putih, nyatanya pelayanan aborsi bagi korban pemerkosaan masih sulit diakses di pelayanan kesehatan.

“Maka negara perlu masuk di sana, untuk memudahkan akses aborsi aman bagi korban pemerkosaan,” tutur Nur.

Kemudahan akses pada penyedia layanan untuk aborsi aman, kata Nur, bisa membawa dampak positif pada penurunan angka kematian ibu dan anak (KIA) yang menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia.

Akses aborsi aman diharapkan juga bisa menurunkan angka kematian bayi baru lahir, dan pencegahan stunting akibat Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), atau kehamilan pada usia remaja yang bisa mengganggu tumbuh kembang bayi.

“Kita bisa menghindari luka fisik pada organ kesehatan reproduksi perempuan, atau mencegah KTD,” kata Nur.

Menengok praktik aborsi dalam pandangan Islam

Jalan Terjal Mencari Aborsi Aman bagi Korban PemerkosaanDiskusi ‘Pasca Pengesahan UU TPKS: Mendefinisikan Ulang Komprehensif dalam Layanan Bagi Korban Kekerasan Seksual bersama KUPI, IPAS, di ICIFPRH, Yogyakarta, Rabu (24/8/2022). (IDNTimes/Melani Putri)

Penyediaan praktik aborsi secara aman bagi korban pemerkosaan juga mulai disorot oleh Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).

Sekretaris Majelis Musyawarah KUPI, Masruchah menyebut, pihaknya kini mulai mengkaji praktik aborsi bagi korban pemerkosaan berdasarkan perspektif perlindungan pada perempuan.

“Kami mulai membahas, melihat, seperti apa kasus aborsi itu oleh teman-teman ulama perempuan, jadi strategi apa perlu dibangun untuk melindungi jiwa korban pemerkosaan,” kata Masruchah.

KUPI, kata Masruchah, dalam hal ini lebih mengutamakan perspektif perlindungan jiwa untuk perempuan agar praktik aborsi untuk korban pemerkosaan bisa lebih diterima publik.

“Kalau bicaranya soal perlindungan jiwa, itu lebih bisa diterima, saya pikir ada afirmasi untuk itu,” ujarnya.

Topik:

  • Sunariyah
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya