Menaker: Kini Pilihan Perempuan untuk Mengabdi Bukan Cuma Jadi PNS

Jakarta, IDN Times - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah menyatakan saat ini ruang bagi perempuan untuk berpolitik semakin terbuka. Dia bahkan menyebut profesi sebagai politilus mulai dibidik perempuan untuk melakukan pengabdian.
"Perempuan akhirnya menjadi politisi sebagai pilihan untuk melakukan pengabdian. Kalau dulu mungkin bisa jadi pilihan terakhir, teman-teman perempuan lulusan perguruan tinggi dulu lebih senang jadi PNS, tapi sekarang tidak. Para mahasiswi sudah melihat politik juga bagian atau cara mengekspresikan diri," tutur Ida, dalam Internasional Women's Day 2022, kolaborasi Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) dan IDN Times, Sabtu (5/3/2022).
1. Kehadiran Undang Undang Partai Politik dan Undang Undang Pemilu

Ida pun kemudian bercerita, ruang yang semakin terbuka bagi perempuan untuk menjadi politisi tak terlepas dari kehadiran Undang Undang Pemilu (UU Pemilu) dan Undang Undang Partai Politik (UU Parpol).
Pada saat menjadi anggota DPR, Ida ikut terlibat dalam menginisiasi keberadaan dua UU tersebut. Kehadiran dua UU tersebut memberikan afirmasi bagi perempuan untuk terjun ke dunia politik.
"Saya ikut terlibat proses dari Undang Undang Partai Politik pertama, menginisiasi afirmasi kepada kepengurusan partai harus 30 persen perempuan. Pada 2003-2004 perumusannya dan mulai diberlakukan Pemilu 2004 dan pada 2009 kita sudah memperkenalkan, afirmasi kepada caleg harus 30 persennnya perempuan," tutur Ida.
2. Perempuan masuk dunia politik sempat mengalami kesulitan

Kendati telah diafirmasi lewat kehadiran UU Pemilu dan UU Parpol, kaum Hawa tak serta merta dapat melanggeng dengan mudah ke Senayan kala itu. Ida mengakui, hal tersebut terjadi karena masih banyak perempuan yang belum memiliki kemampuan mumpuni untuk menjadi seorang politisi.
"Memang pada waktu itu kita tidak memiliki kesiapan yang cukup maka mohon maaf waktu itu teman-teman laki-laki suka mengatakan 'ini kita dipaksa Undang Undang, dalam bahasanya itu kayak ngambil kucing di dalam karung karena pada waktu itu kita, para perempuan tidak memiliki kesiapan cukup," papar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
3. Kehadiran perempuan di parpol hanya untuk menggenapkan kuota

Lantaran minimnya kesiapan dan kemampuan maka tak heran kehadiran perempuan dalam keanggotaan serta kepengurusan parpol cenderung menjadi syarat saja.
"Sumber rekrutmen pun akhirnya jadi keluarga terdekat, orang-orang terdekat yang tidak lagi mempertimbangkan hal lain kecuali kuota. Itu 2004-2009 saat-saat ketika masih mengalami keterbatasan perempuan yang memiliki passion di bidang politik," kata Ida.
Namun, hal tersebut kini berbalik 180 derajat sebab banyak figur perempuan dari berbagai latar belakang pendidikan dan keilmuan yang terjun menjadi politisi.