Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menteri ATR: Kasus Mbah Tupon Penipuan, Bukan Mafia Tanah

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Nusron Wahid. (Dokumentasi Humas Kementerian ATR)
Intinya sih...
  • Mbah Tupon di Yogyakarta menjadi korban penipuan terkait dokumen tanah, yang masuk ke dalam obyek lelang.
  • Kasus ini belum dapat dimasukkan ke dalam kategori mafia tanah karena skala dan kerugian yang lebih kecil dibanding kasus mafia tanah biasanya.
  • Dugaan mafia tanah juga dialami oleh Bryan Manov Qrisna Huri (35 tahun) dengan sertifikat tanah keluarganya berubah nama pemilik tanpa tanda tangan keluarga.

Jakarta, IDN Times - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Nusron Wahid mengatakan kasus yang dialami oleh Mbah Tupon di Yogyakarta belum resmi disimpulkan sebagai praktik adanya mafia tanah. Kasus yang dialami oleh Mbah Tupon (68 tahun) di Bantul, Yogyakarta masih dikategorikan sebagai penipuan terkait dokumen tanah.

Mbah Tupon disebut sudah menjual tanah seluas 1.655 meter persegi. Ia pun baru mengetahui setelah dikunjungi oleh Bank PNM. Pihak bank mengatakan tanah seluas ribuan meter persegi itu kini masuk ke dalam obyek lelang. 

Ketidakmampuan Mbah Tupon membaca dan menulis kemudian dimanfaatkan pelaku untuk mengalihkan nama di dalam sertifikat yang dimilikinya. 

"Ya, mungkin ini pemalsuan, penipuan biasa. Kejahatan lah. Tapi, belum bisa dimasukan ke dalam kategori mafia tanah," ujar Nusron di Yogyakarta pada Minggu (11/5/2025). 

Ia menambahkan kejahatan mafia tanah biasanya menyangkut tanah yang luasnya mencapai ratusan hingga ribuan hektare. Dokumen kepemilikan tanah juga biasanya dipalsukan hingga menimbulkan kerugian ratusan miliar sampai triliunan rupiah. 

"Nah, itu mungkin bisa masuk kategori mafia tanah dan itu ada jejaringnya. Ini kan pelakunya dan korbannya baru satu, Mbah Tupon. Tapi, intinya ini kejahatan biasa, tidak ada unsur mensrea dari BPN (Badan Pertanahan Negara), tidak ada," imbuhnya. 

1. Tanda tangan Mbah Tupon ada di dalam pemalsuan dokumen

Tanah milik Mbah Tupon yang beralih kepemilikan dan akan dilelang. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Lebih lanjut, menteri dari Partai Golkar itu menyebut pihaknya tidak bisa menyalahkan sepenuhnya petugas dari BPN. Karena ketika dilakukan pembalikan nama sertifikat, ada tanda tangan Mbah Tupon di dokumen tersebut. 

"Memang faktanya kan ada tanda tangan Mbah Tupon. Selain itu, tidak mungkin orang BPN bertanya apakah ini dulunya penipuan tanda tangan atau tidak. Tidak sampai ke situ," kata Nusron. 

Meski begitu, kasus Mbah Tupon sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. Selanjutnya, tinggal menunggu aparat penegak hukum melakukan penyelidikan dan mengusut dugaan penipuan tanah tersebut. 

"Kalau ada unsur rekayasa dan tanda tangan penipuannya melibatkan orang BPN, pasti akan kami tindak orang BPN itu. Tapi, ini pemalsuan dokumen. Ini kan SPH (Surat Pelimpahan Hak) melalui AJB (Akta Jual Beli). Mbah Tupon tidak bisa baca, ditipu dan disuruh tanda tangan saja. Tanahnya akhirnya dijual," tutur dia. 

2. Bupati Bantul temukan kasus lain yang lebih ekstrem dari Mbah Tupon

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih. (ANTARA FOTO)

Sementara, menurut keterangan dari Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, ada pula kasus yang lebih ekstrem dibandingkan Mbah Tupon. Dugaan mafia tanah juga dialami oleh Bryan Manov Qrisna Huri (35 tahun). Pasalnya, tiba-tiba sertifikat tanah milik keluarga Bryan berubah nama pemilik.

Di sisi lain, keluarga Bryan tidak ada yang menandatangani dokumen atau akta jual beli. "Karena tidak ada satu pun tanda tangan keluarga Mas Bryan itu kok tiba-tiba sertifikat itu berubah nama. Ini lebih ekstrem lagi dibanding Mbah Tupon," ujar Halim pada 7 Mei 2025 lalu. 

Ia menambahkan, dalam kasus Mbah Tupon, keadaannya dimanfaatkan sebagai celah sehingga ia mau meneken dokumen pemindahan lahan. Mbah Tupon juga percaya kepada orang yang membantu pemecahan aset tanah yang dimilikinya. 

"Jadi, Mas Bryan dan anggota keluarga itu tidak pernah tanda tangan. Kemungkinan ada pemalsuan dan penipuan juga," katanya. 

Dalam pandangannya, tanah tidak bisa beralih kepemilikannya bila tidak ada proses penandatanganan akta jual beli tanah. "Dan dalam akta apapun pasti diperlukan tanda tangan pemilik sertifikat dan itu tidak pernah ada," imbuhnya.

3. Bupati Bantul duga pihak yang menipu Mbah Tupon dan Bryan orang yang sama

Ilustrasi Sertifikat Hak Milik (SHM). (Dokumentasi Istimewa)

Di sisi lain, Halim menduga orang-orang yang terlibat dalam kasus mafia tanah dengan korban Mbah Tupon dan Bryan identik.

"Ada indikasi mafianya sama, karena investigasi kok menemukan nama-nama yang mirip. Tapi apakah orangnya sama atau tidak masih terus didalami," katanya.

Di sisi lain, Halim mengungkapkan baik transaksi pemindahan nama Mbah Tupon ke yang lain, dari Bryan ke yang lain, keduanya membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

"Tapi petugas kami kan tidak tahu. Petugas kami tidak ada kepentingan untuk memvalidasi sertifikat ini sesungguhnya atas nama siapa, karena yang bayar BPHTB itu kan banyak," kata Halim. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Anata Siregar
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us