Menteri PPPA Tekankan Perempuan Mitra yang Setara dengan Laki-Laki

- Kesenjangan gender antar daerah masih nyata
- Nilai-nilai mubadalah jadi landasan bangun relasi sosial yang sehat
- Sinergi semua pihak bisa lahirkan Indonesia yang setara, adil dan inklusif
Jakarta, IDN Times – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengatakan budaya patriarki yang masih mengakar dalam masyarakat Indonesia telah melahirkan berbagai bentuk diskriminasi gender yang membatasi ruang gerak perempuan, seperti marginalisasi, pelabelan, beban ganda, hingga kekerasan, yang membatasi ruang gerak perempuan.
Arifah mengatakan konsep mubadalah menghadirkan cara pandang bahwa laki-laki dan perempuan adalah mitra setara yang saling melengkapi.
"Melalui pendekatan ini, kita dapat menafsirkan ajaran agama secara lebih adil, mengikis diskriminasi, serta membuka ruang luas bagi perempuan untuk berkontribusi di berbagai sektor pembangunan," ujar dia saat kunjungan studi banding ke Institut Islam Fahmina (STIF) Kota Cirebon dikutip Jumat (12/9/2025).
1. Kesenjangan gender antar daerah masih nyata

Dalam kesempatan itu, Arifah menyampaikan meski capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia tahun 2024 mencapai 91,85 dan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) berada pada angka 0,421, kesenjangan antar daerah masih nyata. Ia menekankan perjuangan menuju kesetaraan gender perlu terus diperkuat melalui kolaborasi lintas sektor.
2. Nilai-nilai mubadalah jadi landasan bangun relasi sosial yang sehat

Dia menambahkan, nilai-nilai mubadalah harus dijadikan landasan dalam membangun relasi sosial yang sehat, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Prinsip kesalingan selaras dengan komitmen Kemen PPPA dalam memastikan laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.
“Kita ingin memastikan bahwa perempuan tidak lagi terpinggirkan, melainkan menjadi bagian aktif dalam proses pembangunan bangsa. Perubahan kultural tidak bisa dilakukan sendirian," ujarnya.
3. Sinergi semua pihak bisa lahirkan Indonesia yang setara, adil dan inklusif

Maka dibutuhkan kerjasama Pemerintah, akademisi, tokoh agama, media, dunia usaha, dan masyarakat sipil. Kehadiran Institut Studi Islam Fahmina dengan inisiatif mubadalah, kata dia, menunjukkan bagaimana pemikiran keagamaan progresif dapat menjadi motor perubahan sosial.
"Dengan sinergi semua pihak, saya yakin kita bisa membangun Indonesia yang lebih setara, adil, dan inklusif,” ujarnya.