Mimbar Perempuan Desak Jokowi Berhenti Campur Tangan di Pemilu 2024

Jakarta, IDN Times - Sejumlah organisasi perempuan yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM menyelenggarakan mimbar demokrasi perempuan di depan Monumen Nasional (Monas), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (9/2/2024).
Para peserta aksi yang didominasi perempuan ini menyuarakan penolakan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo jelang Pemilu 2024.
Anggota Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM sekaligus Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati mengungkapkan, seruan ini menyoroti keberpihakan Jokowi pada salah satu pasangan calon di Pemilu 2024.
1. Desak Jokowi hentikan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu

Koalisi ini mendesak Presiden Jokowi, menghentikan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu. Mereka menilai perbuatan Jokowi tak sesuai dengan program nawacita yang diusung Jokowi pada Pilpres 2014.
Dalam nawacita itu, Jokowi menyebut, pemerintah berjanji tidak absen dan akan memprioritaskan upaya pemulihan kepercayaan publik pada institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
2. Jokowi dinilai tinggalkan nilai demokrasi berprespektif perempuan

Jokowi juga dinilai telah meninggalkan nilai-nilai demokrasi berperspektif perempuan, di mana suara perempuan yang kritis terhadap sikap presiden tidak dianggap penting.
Kritik dari universitas-universitas dan organisasi masyarakat sipil termasuk perempuan diabaikan. Pemilu hanya digunakan sebagai alat kontestasi, perempuan jadi penonton ketidakadilan dan keserakahan.
"Kami kaum perempuan juga berkeberatan dengan pajak kami yang digunakan untuk kepentingan politik partisan yang dilalukan presiden dan pendukungnya," kata kaum perempuan dalam aksi tersebut.
3. Menolak ketidaknetralan Jokowi yang dinilai merusak demokrasi

Dalam deklarasi ini Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM menagih sumpah Jokowi sebagai presiden dan menolak ketidaknetralan presiden karena dinilai bisa merusak demokrasi, mengoyak keadilan, dan memecah bangsa.
Para perempuan juga menolak penyalahgunaan kekuasaan presiden dalam mendukung paslon dengan melanggar konstitusi, mengukuhkan nepotisme, oligarki, dan patriarki. Serta menolak keberpihakan presiden pada pasangan calon atau paslon yang memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat masa lalu dan tanpa pertanggungjawaban di depan hukum termasuk perkosaan massal Mei 1998.
"Kami menolak pajak kami digunakan untuk kepentingan politik partisan melalui pembagian bantuan sosial atau bansos sebagai wajah baru penyalahgunaan kekuasaan," kata perempuan dalam aksi itu
Serta menagih sumpah, nilai-nilai, seluruh janji penegakan demokrasi, HAM, kesejahteraan rakyat dan kepatuhan pada konstitusi yang saat ini diingkari dan menjadi warisan buruk bagi generasi muda Indonesia.