Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

MK Tolak Gugatan Guru Honorer soal Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi (MK) (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Ilustrasi sidang Mahkamah Konstitusi (MK) (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, (28/2/2023) menolak gugatan uji materi terhadap batas masa jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya boleh dijabat maksimal dua periode berturut-turut. Hakim konstitusi menolak gugatan tersebut karena tidak beralasan menurut hukum.

Gugatan tersebut didaftarkan oleh guru honorer asal Riau, Herifuddin Daulay. Perkaranya tercatat dalam register nomor 4/PUU-XXI/2023. 

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ungkap Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman di Jakarta Pusat. 

Anwar menilai permohonan yang diajukan oleh Herifuddin tidak berbeda jauh dengan putusan MK nomor 117/PUU-XX/2022. MK mengatakan tidak atau belum memiliki alasan yang kuat untuk mengubah pendiriannya. 

"Oleh karena itu, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo," tutur dia. 

"Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 adalah konstitusional," katanya lagi. 

Lalu, bagaimana awal mula Herifuddin mulai mengajukan gugatannya ke MK?

1. Herifuddin ajukan gugatan ke MK karena masa jabatan presiden dua periode lebih banyak mudarat

Sidang putusan gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Sidang putusan gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Menilik ke belakang, gugatan diajukan oleh Herifuddin pada 1 Februari 2023 lalu. Ia menjelaskan alasan menggugat masa jabatan yang dibatasi dua periode karena lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya. Gugatannya lalu dicatat dengan perkara nomor 4/PUU-XXI/2023. 

"Setelah menimbang dan mempelajari keuntungan dan kerugian adanya pembatasan jabatan presiden, pemohon berkesimpulan bahwa lebih besar mudharat ketimbang manfaat dari adanya aturan pembatasan jabatan presiden," kata Herifuddin dalam gugatannya ketika itu. 

Oleh sebab itu, menurut dia, peraturan yang mengatur tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden perlu dihapus. "Norma yang mengatur pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya 2 (dua) kali masa jabatan harus dihapus,” tutur dia lagi. 

2. Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena masa jabatan capres dan cawapres dibatasi

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, Herifuddin menjelaskan bahwa telah terjadi kesalahan dalam Pasal 7 UUD 1945 yang menjadi rujukan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi "presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan".

Menurut dia, bunyi pasal tersebut memiliki kesalahan, baik dari penulisan teksnya maupun dalam memahami teks tersebut. "Kesalahan tersebut menyebabkan tidak ada pernyataan pasti maksud dari teks tertulis," katanya. 

Herifuddin menambahkan, sebagai pemohon, dirinya merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya karena pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden tersebut.

Ia mengatakan bahwa orang yang berkompetensi untuk menjabat sebagai presiden hanya sedikit, sehingga pembatasan demikian membuat pemimpin yang terpilih adalah orang yang tidak kompeten.

Di dalam permohonannya, Herifuddin turut menyinggung soal sosok Susilo Bambang Yudhoyono yang terhalang untuk diusulkan kembali menjadi presiden. Alasannya, lantaran ia sudah menjabat sebagai presiden selama dua periode berturut-turut. Padahal, kata dia, SBY layak dipertimbangkan untuk kembali menjadi presiden. 

Hal yang sama, kata dia, juga berlaku untuk Jokowi. Ia juga menilai mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih layak menjadi RI-1.

3. Herifuddin juga menggugat soal aturan presidential treshold 20 persen

Ilustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Ampelsa)
Ilustrasi bendera partai politik (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Selain aturan soal batas masa jabatan capres dan cawapres, Herifuddin turut menggugat soal aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold. Berdasarkan aturan yang kini berlaku, para parpol baru bisa memiliki hak untuk mengajukan capres-cawapres bila memiliki minimal 20 persen di tingkat nasional pada pemilu sebelumnya. 

Menurutnya, aturan itu membuat rakyat terhalang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang telah berkompetensi baik untuk ikut mencalonkan diri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Anata Siregar
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us