Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ketua MPR Ngaku Belum Baca Surat Pemakzulan Gibran: Belum Berkantor

Ketua MPR RI, Ahmad Muzani (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • Forum Purnawirawan TNI usul DPR segera mengabulkan pemakzulan Gibran
  • Sudah ada tanda terima surat diterima Sekretaris Forum Purnawirawan TNI, Bimo Satrio membenarkan telah mengirimkan surat usulan pemakzulan tersebut ke parlemen
  • Dasar Forum Purnawirawan usul Gibran diganti dengan berbagai pasal UUD 1945, TAP MPR RI No. XI/1998, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Jakarta, IDN Times - Forum Purnawirawan TNI menyurati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk memakzulkan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka. Surat berjumlah satu lembar itu bernomor 003/FPPTNI/V/2025.

Ketua MPR RI, Ahmad Muzani mengaku belum membaca surat usulan pemakzulan Gibran dari posisinya sebagai wakil presiden. Dia mengatakan, sudah beberapa hari tidak berkantor.

"Saya belum masuk kantor sudah beberapa hari ini karena mau Lebaran ini," ujar Muzani usai salat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/6/2025).

1. Forum Purnawirawan TNI usul DPR segera mengabulkan pemakzulan Gibran

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ketika menjabat tangan mantan Wapres Try Sutrisno di Gedung Pancasila pada 2 Juni 2025. (www.instagram.com/@gibran_rakabuming)
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ketika menjabat tangan mantan Wapres Try Sutrisno di Gedung Pancasila pada 2 Juni 2025. (www.instagram.com/@gibran_rakabuming)

Dalam suratnya, Forum Purnawirawan TNI mengusulkan agar DPR segera mengabulkan pemakzulan Gibran dari kursi RI-2.

"Dengan ini kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," demikian bunyi surat tersebut sebagaimana dikutip IDN Times, Selasa (3/6).

2. Sudah ada tanda terima surat diterima

Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)
Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)

Sekretaris Forum Purnawirawan TNI, Bimo Satrio membenarkan telah mengirimkan surat usulan pemakzulan tersebut ke parlemen, baik DPR RI, MPR RI, dan DPD RI. Ia mengatakan, pihaknya bahkan sudah menerima surat tanda terimanya pada Senin (2/6).

"Ya betul. Sudah. Sudah ada tanda terimanya dari DPR, MPR dan DPD," kata Bimo saat dikonformasi IDN Times melalui pesan suara.

Bimo mengatakan, pihaknya telah menjelaskan secara rinci dari segi hukumnya. Ia mengatakan, Forum Purnawirawan TNI mengaku siap dipanggil oleh DPR, MPR, dan MPR RI bila ingin meminta penjelasan lebih jauh atas maksud pemakzulan itu.

"Ya betul. Jadi surat itu kita kasih dalam segi hukumnya nanti kalau belum jelas dari DPR, MPR, DPD RI kita siap purnawirawan untuk rapat dengar pendapat," kata dia.

3. Dasar Forum Purnawirawan usul Gibran diganti

Wakil Presiden Gibran Rakabuming di lokasi pembangunan Masjid Negara IKN, Rabu (28/5/2025). (Dok. Humas  OIKN)
Wakil Presiden Gibran Rakabuming di lokasi pembangunan Masjid Negara IKN, Rabu (28/5/2025). (Dok. Humas OIKN)

Adapun, yang mendasari Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan terhadap Gibran, yakni:

1. UUD 1945 amandemen II Pasal 7 A yang berbunyi:

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7 B :

Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,

korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

2. TAP MPR RI No. XI/1998

Pasal 4 berbunyi: Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.

3. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi: ”Mahkamah Konstitusi memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden.”

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 3 ayat (1): ”Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian pengadilan”.

Pasal 17 ayat (5): Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Pasal 17 ayat (6): Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17 ayat (7): Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us