Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menteri PPPA: Pola Asuh dan Gadget Jadi Penyebab Kekerasan pada Anak

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi saat wawancara dalam program Real Talk With Uni Lubis By IDN Times, Rabu (18/12/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi saat wawancara dalam program Real Talk With Uni Lubis By IDN Times, Rabu (18/12/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menyampaikan analisis bahwa kekerasan pada anak disebabkan oleh pola asuh orang tua dan penggunaan gadget yang berlebihan.
  • Arifah menjelaskan tiga program prioritas Kementerian PPPA: Ruang Bersama Indonesia, perluasan pemanfaatan call center 129, dan pengembangan satu data berbasis desa tentang perempuan dan anak.
  • Kementerian PPPA melakukan retreat bersama Presiden di Akademi Militer Magelang untuk menetapkan program prioritas, termasuk upaya membangun chemistry di antara menteri-menteri untuk menuju Indonesia Emas 2045.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Berita kekerasan terhadap anak terus disiarkan hampir setiap hari. Mereka tidak hanya sebagai korban, tapi juga kerap bertindak menjadi pelaku kekerasan.

Menteri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengatakan kekerasan pada anak disebabkan karena pola asuh orang tua dan penggunaan gadget yang berlebihan.

Hal itu Arifah ungkapkan dalam wawancara program Real Talk with Uni Lubis by IDN Times, di kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Rabu (18/12/2024).

"Sementara ini, analisa kami bahwa kekerasan terhadap anak, kekerasan yang dilakukan oleh anak, karena pola asuh dalam keluarga dan penggunaan gadget, medsos yang tidak bijak," ujar Arifah.

Dalam wawancara tersebut, Arifah juga menjelaskan mengenai tiga program prioritas Kementerian PPPA.Program ini ditetapkan setelah kementeriannya melakukan retreat bersama Presiden dan Kabinet Indonesia Maju di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah.

“Kami sudah menetapkan tiga program prioritas di kementerian kami. Spirit dan inspirasi program ini kami ambil saat retreat bersama Bapak Prabowo di Magelang,” ucap Arifah.

Ketiga program tersebut adalah Ruang Bersama Indonesia, perluasan pemanfaatan call center 129, dan pengembangan satu data berbasis desa tentang perempuan dan anak.

Berikut wawancara ekslusif Pemimpin Redaksi IDN Times bersama Menteri PPPA, Arifah Fauzi.

Bu Menteri, ini lima puluhan hari (menjabat) nih, sesudah pelantikan ya, sudah ke berapa daerah?

Pertama, ke Jawa Timur, kemudian ke Banyuwangi, Purworejo, Subang, Jogja, NTT.

Sudah lumayan ya?

Lumayan

Itu karena ada acara-acara atau memang ada kasus-kasus yang segera harus ditangani?

Yang ke NTT karena kita mengunjungi korban erupsi Gunung di NTT, tapi kami melakukan pendampingan untuk perempuan dan anak-anak dan juga mengunjungi beberapa tempat UPTD kami di NTT, kemudian mengunjungi juga calon ruang bersama Indonesia yang ada di Kota Kupang, jadi saya memang kalau turun ke daerah bukan hanya satu kegiatan, tetapi harus beberapa kegiatan supaya lebih manfaat lah waktunya ketika ke daerah.

Ini kan tema hari ibu ke-96 tahun 2024 ini adalah Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045. Kenapa temanya ini?

Perempuan menyapa, kami meyakini bahwa perempuan bisa melakukan banyak hal dengan sapaan-sapaannya untuk saling menguatkan, saling bersinergi karena biasanya perempuan itu yang paling peka terhadap persoalan-persoalan yang terjadi, baik di keluarga, di unit terkecil, di masyarakat maupun secara umum. Sehingga, sapaan-sapaan kaum perempuan inilah yang kami harapkan sehingga bisa membuat perempuan berdaya, jadi menyapa itu bukan sekedar kita apa ya, turun gitu ya, tetapi bagaimana kita menguatkan perempuan-perempuan Indonesia agar mereka berdaya untuk bersama-sama.

Di antara sesama perempuan juga ya?

Di antara sesama perempuan juga, kita fokusnya lebih kepada penguatan perempuan ya, jadi di situlah kita fokusnya dan kami yakin ketika perempuan-perempuan sudah berdaya pasti anak-anaknya terlindungi secara otomatis.

Sebetulnya kan konsepnya kalau perempuan berdaya itu semua warga berdaya ya Bu Menteri ya, gak cuma anak-anak, suaminya juga mestinya lebih happy, lebih merasa bahwa pengasuhan dan pengelolaan keluarga juga jadi lebih baik, sehingga laki-laki mestinya gak menganggap perempuan berdaya sebagai ancaman?

Nah ini harus pertanyaan besar ya bila ada seorang laki-laki yang ketika istrinya berdaya itu menjadi sebuah ancaman, sebetulnya ini kan apa ya melihat melihat perempuan sebagai manusianya, bahwa dia punya hak untuk mengaktualisasikan dirinya, karena pasti punya potensi-potensi yang bisa dikembangkan yang pastinya akan bermanfaat gitu, karena kalau dia hanya diam saja di rumah, ini pasti punya potensi, sayang sekali gitu, jadi memang sebetulnya kunci dalam rumah tangga itu adalah ketersalingan, sama-sama harus saling menghargai, sama-sama saling men-support gitu, menghormati.

Jadi bukan harus perempuan saja yang harus menghormati, yang harus menghargai tetapi ada ketersalingan, persoalan anak, persoalan dapur, persoalan rumah tangga harus bersama-sama, bukan harus perempuan saja yang menyelesaikan gitu, ini perlu ada perubahan mindset di kita bahwa penguatan perempuan itu bukan harus untuk melawan laki-laki, bukan. Tetapi bagaimana kita bermitra untuk bersama-sama  mengelola, memanage rumah tangga supaya bisa seiring sejalanlah, gitu.

Kan Kementerian yang dipimpin oleh ibu itu audience-nya banyak, hampir 49 sekian persen populasi Indonesia perempuan, 36 persen kalau enggak salah itu anak-anak. Jadi ini udah sebetulnya dari segi jumlah ini sudah mayoritas ada di sini ya, apa quick wins yang akan dikerjakan oleh Kementerian ini di bawah pimpinan Ibu Arifah?

Jadi, quick wins kami sudah menetapkan tiga program prioritas di Kementerian kami yang spirit dan inspirasinya kami ambil saat kami retreat di Magelang bersama Bapak Prabowo, saya menangkap ada beberapa hal yang itu menjadi motivasi spirit kami untuk menentukan tiga program ini.

Yang pertama adalah ruang bersama Indonesia, yang kedua adalah perluasan pemanfaatan call center kami, 129 dan yang ketiga adalah satu data tentang perempuan dan anak yang berbasis desa, nah spirit yang kami ambil ketika kami retreat di Magelang memang kami bertanya-tanya, ada apa ya kok kita dibawa ke Magelang, kalau isunya di luarkan, oh menteri ini nanti memimpin secara militeristik, gitu memang sebelum berangkat kami dikirimi baju loreng,  saya sempat pakai gitu ya ternyata baju loreng itu berat, tapi ternyata ada kebanggaan luar biasa.

Artinya, bahwa menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia bukan hanya tugasnya TNI, Polri, tentara, bukan, tapi kita sebagai warga negara juga punya kewajiban, punya tanggung jawab untuk menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia dari yang apa kita mampu gitu, itu yang pertama, yang kedua selama retreat di sana, Bapak Prabowo menegaskan bahwa tidak ada toleransi untuk korupsi.

Jadi bagi bapak ibu menteri yang masih mencoba-coba, ada pikiran untuk korupsi masih ada kesempatan untuk meninggalkan ruangan ini, artinya silakan pulang dari Akademi Militer, ini menunjukkan komitmen yang luar biasa karena beliau menginginkan di Kabinet Merah Putih tidak ada korupsi, yang ketiga sebetulnya misi dari kenapa kita semua menteri, pimpinan lembaga negara ini semuanya diajak ke sana, bukan di hotel berbintang tetapi di tenda-tenda di alam terbuka. Ternyata saya menangkap, bahwa Pak Presiden ingin membangun chemistry di antara menteri-menteri karena beliau menyadari menteri ini dari latar belakang yang berbeda, ada yang pengusaha ada yang politisi, ada yang aktivis, jadi bagaimana ibaratnya menteri-menteri ini kan kayak pasir, kayak batu, kayak semen, air, bagaimana dari bahan yang berbeda ini kemudian menjadi kekuatan menjadi satu bangunan untuk bersama-sama menuju Indonesia emas 2045.

Jadi dan kita merasakan sekali chemistry itu, kita baru 3 malam 4 hari, tetapi seolah-olah, seakan-akan kita kenal menteri ini sudah lama banget, karena dari bangun tidur jam 04.00, itu loncengnya sudah bunyi, kita mau tidur lagi sudah enggak bisa, kencang banget kan di Akademi Militer, kemudian ibadah sesuai agama masing-masing, olahraga kemudian ada di forum sampai jam 11.00 biasanya dan kedisiplinan ini luar biasa karena saya melihat selama event ini tidak ada satupun menteri yang terlambat datang ke forum, karena apa? Karena Pak Presiden datang 10 atau 5 menit sebelumnya, ini menunjukkan beliau tuh tidak lewat bicara, tetapi langsung memberikan contoh gitu ya.

Kemudian yang ketiga, beliau menyampaikan bahwa tidak ada ada satu pun kementerian yang bisa berhasil sendiri, mereka harus kolaborasi sinergi dan kerja sama. Jadi semua harus bersama-sama dan yang keempat yang membuat saya agak bergetar ketika beliau menyampaikan, 'bapak ibu menteri tidaklah untuk setia kepada saya, Prabowo Subianto, tapi setialah kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia'. Bagi saya Ini komitmen kebangsaan yang luar biasa, dia tidak ingin dihormati, tidak ingin setia yang berlebihan, tetapi sebagai tanggung jawab bahwa kita sebagai Menteri maka harus prioritas kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia, ini yang membuat kami bahwa wah ini enggak main-main gitu ya, karena saya juga perlu menata hati, menata diri untuk bisa menerima tugas ini, jabatan ini, karena menurut saya jabatan ini tanggung jawabnya luar biasa, maka saya harus benar-benar.

Nah kemudian dari empat hal itu, kami mendapat arahan dari bapak Menko, Bapak Pratik, bahwa kalau bisa program yang akan dijalankan jangan mulai dari nol karena nanti tidak akan maksimal, jadi nanti kalau kita mulai dari nol baru pertengahan sudah ganti lagi gitu, maka setelah kami konsolidasi internal, kami melihat salah satu program yang berhasil oleh Bu Bintang adalah desa atau lurah yang aman untuk anak dan perempuan itu sudah ada di 3.000 desa itu, itu akhirnya kalau zamannya Bu Bintang, desa, kelurahan yang ramah anak dan perempuan ini hanya menjadi fokusnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan saja, maka di periode ini kita namai ruang bersama karena memang ini ruang kolaborasi dari seluruh kementerian dan partisipasi masyarakat, nah kemudian merah putih awalnya namanya karena kami dari Kabinet Merah Putih.

Namun pada hari Senin yang lalu ketika kami diminta Bapak Presiden untuk presentasi, beliau menyarankan kalau bisa namanya ruang bersama Indonesia saja. Akhirnya sekarang kita namakan menjadi ruang bersama Indonesia. Nah Mbak Uni, ruang bersama Indonesia ini sebetulnya berangkat dari keprihatinan kami bahwa anak-anak kita dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, beberapa kali kami turun ke daerah, ada satu kasus yang cukup viral seorang kakak beradik usia 14, 16 tahun mengalami kekerasan seksual, peristiwanya sudah 2 tahun yang lalu dan masih belum selesai persoalannya saya, ketemu dengan pelaku saya tanya 'Nak kamu tuh belajar tentang hubungan orang dewasa dari mana? Itu kan enggak boleh itu harus dilakukan oleh orang dewasa yang sudah melakukan akad nikah, pernikahan, gitu'. (Dijawab) 'di rumah'. Oh nontonnya lewat apa? Lewat hp, hp-nya siapa? Hp-nya teman, di mana nontonnya di teras, terus orang tua enggak tahu? Tahu, siapa yang tahu?Ibu, terus Ibu bilang apa, 'nak, lagi pada nonton apa?' Lagi belajar.

Sayangnya si Ibu ini enggak melihat apa yang sedang mereka pelajari di di gadget itu. Jadi mereka pelajari dan usia anak 14, 16 tahun kan rasa ininya ingin tahunya tinggi, lagi masa puber, melihat seperti itu pastilah terdorong untuk melakukan itu, kemudian saya datang ke daerah tersebut, saya bertemu dengan Forkopimda, ada yang menggelitik saya ketika seseorang mengatakan begini, 'Bu Menteri, saya tuh heran ya kenapa sih kasus ini sampai viral tingkat nasional, internasional tadinya desa kami aman damai-damai saja, enggak ada gejolak gitu'. Saya sempat terhenyak juga, Pak, pernyataan Bapak sepertinya kurang tepat karena menurut saya masyarakat bapak ini sakit, ada seorang anak, dua orang anak, kakak beradik tidak punya ayah, ibunya buruh cuci yang tidak setiap hari dapat upah, mengalami kekerasan seksual, masyarakatnya diam pura-pura tidak tahu dan dinikahkan dengan salah satu pelaku, ketika si anaknya lahir umur 8 bulan, tes DNA-nya negatif, jadi pernikahan ini Ini akhirnya si Ibu mertuanya enggak mau lagi membiayai si anak ini, karena itu ternyata bukan anaknya yang laki-laki ini.

Kemudian kasus di Subang, ada anak umur 9 tahun mungkin, karena kelas 3 yang meninggal karena kekerasan dari temannya yang kakak kelas 5, saya tanya sama pelaku 'nak, apa sih yang kamu lakukan sehingga temanmu sakit kemudian meninggal gitu'. Saya hanya dorong kepalanya ke dinding, Oh ya? Seperti apa dorongnya, pelan, coba diingat lagi, iya ternyata kencang sekali dia dorong.

Sehingga dan itu nampaknya bukan sekali itu mungkin klimaks sehingga sudah banyak sekali yang terjadi, nah sementara ini analisa kami bahwa kekerasan terhadap anak, kekerasan yang dilakukan oleh anak karena pola asuh dalam keluarga dan penggunaan gadget, medsos yang tidak bijak, sehingga kami menilai bahwa ini harus ada kesadaran kita bersama maka ruang bersama Indonesia ini menjadi salah satu solusinya. karena Mbak Uni kita enggak bisa ngelarang anak-anak kita setop bermain gadget, enggak bisa, kami sudah silaturahmi dengan Mendikdasmen, Prof Mukti, Prof kami dari Kementerian usul bagaimana kalau tugas anak-anak sekarang tidak lagi melalui gadget, secara manual saja, PR-nya. apanya gitu secara manual. Karena anak-anak sekarang kalau udah ya main gadgetnya, (alasannya) lagi nugas, dulu kan karena pandemik. Sekarang kan sudah normal gitu loh, jadi saya pikir ini perlu ada kebersamaan di antara kita gitu, bahwa penggunaan gadget ini harus benar-benar eh secara bijak gitu. Prof Mukti menjawab bisa Bu kalau di sekolah, tapi setelah itu kan kita juga enggak bisa memastikan, nah di ruang bersama inilah kami mencoba menawarkan solusi bekerja sama dengan Dinas Pendidikan atau dengan siapapun lembaga manapun, untuk menyediakan permainan tradisional yang berbasis kearifan lokal, jadi basisnya.

Jadi meneruskan desa, kelurahan yang ramah anak dan perempuan, jadi kita tidak berangkat dari nol cuma hanya saja kolaborasinya yang ditingkatkan, jadi kenapa pilihannya permainan tradisional? Karena kami melihat bahwa permainan tradisional ini mempunyai filosofi yang sangat tinggi dalam penanaman karakter anak Indonesia, permainan tradisional enggak ada yang sendiri, mereka ramai-ramai, kalau kita lihat di kampung tu kan guyub, di situ dia harus bekerja sama, sportif kemudian enggak boleh curang, harus antre dan yang paling penting tidak membedakan apapun agamanya, anak-anak enggak mengerti perbedaan itu. Jadi, mau Islam, Kristen, Hindu Buddha Konghucu, anak-anak akan tetap bermain, mau kaya, mau miskin anak-anak enggak mengenal itu, mereka akan bermain kecuali kalau memang sudah dicekoki oleh lingkungan sekitarnya.

Bagi saya ini ancaman bila ketika masih kecil mereka sudah membeda-bedakan, padahal kita ini Bhinneka Tunggal Ika, kemudian yang kedua, kami menawarkan juga Di ruang bersama Indonesia itu, passion, potensi anak-anak kita kita bangun, misalkan yang suka nari, yang suka melukis, yang suka menggambar, nanti di akhir bulan mereka pentas di balai desa sebagai pengakuan, bahwa oh namanya anak-anak ya ditonton pas, oh berarti saya ini diakui keberadaannya gitu. Kami sudah komunikasi dengan Mendikti, Prof boleh enggak kami mengusulkan jadi mahasiswa-mahasiswa yang akan diwisuda, sebelum diwisuda diwajibkan untuk magang di ruang bersama Indonesia.

Jadi (kayak KKN), jadi lebih fokus, jadi misalkan yang psikolog, terapkanlah ilmunya untuk perempuan-perempuan kita yang butuh dampingan secara psikologis. Sebetulnya sih strategi dari kami aja ya, karena Kalau kami manggil psikolog kan dana kami tidak banyak gitu, tapi dengan kolaborasi memberikan kesempatan gitu ya dan Prof, sangat setuju, Kemendikti sangat setuju dan ini sudah saya sampaikan di Universitas Indonesia, ketika saya jadi keynote (speech)  di situ, kemudian Universitas Gadjah Mada, kemudian di Universitas Islam Negeri Yogyakarta dan terakhir kemarin di Universitas Islam Negeri Jakarta Jakarta.

Saya sampaikan kepada anak-anak, ya anak-anakku kami punya lab namanya ruang bersama Indonesia, daripada kalian sudah diwisuda sudah mendapat gelar sarjana baru turun ke masyarakat, kemudian ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan, nanti stempelnya jadi jelek, sarjana Kok begitu gitu, kok sarjana kayak begini, nah mumpung belum diwisuda praktikkan ilmunya, kalau salah oh ya namanya juga mahasiswa, masih ada toleransi gitu. Wah mereka applause sekali dan siap untuk bersama-sama

Kan bisa diawasi sama dosen-dosennya?

Iya, jadi bersama-sama UIN Jakarta sudah siap, nanti di bulan April akan ada 5.000 mahasiswa yang akan KKN nah di situ kami minta prioritas di ruang bersama Indonesia gitu, kemudian yang ketiga keprihatinan kami adalah bahwa anak-anak kita sebetulnya sudah semakin tidak mengenal negerinya sendiri, Indonesia, mereka punya idola dari negara-negara lain ngertilah Uni dari mana mereka. Padahal kita punya Soekarno, punya Hatta, Cut Nyak Dien, RA Kartini, Dewi Sartika, ini kan pahlawan-pahlawan yang luar biasa, belum tokoh-tokoh nasional kita, kan harusnya mereka mengidolakan tokoh-tokoh dan pahlawan-pahlawan kita.

Oleh karena itu kita akan berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan atau siapapun lembaga organisasi atau pribadi yang merasa terpanggil untuk memanggil kembali anak-anak kita, untuk mengerti budayanya, mengerti negerinya kita akan fasilitasi buku-buku sejarah, pendongeng-pendongeng yang hebat untuk bercerita tentang hebatnya tokoh-tokoh kita dan indahnya Indonesia. Ini memang mimpi yang terlalu idealis, terlalu tinggi ya. Tetapi saya yakin bahwa ketika kita memulai dan kita bergandengan  tangan, berkolaborasi, Insya Allah selama 5 tahun seluruh desa sudah memiliki ruang bersama Indonesia.

Nah, kenapa fokusnya adalah di desa? Sebetulnya beberapa Kementerian punya penyuluh di tingkat desa, di KKBN, kesehatan, agama dan sebagainya. Tapi selama ini ibarat lidi mereka masih tersebar sendiri-sendiri di dalam satu desa. Nah sekarang kita punyai wadah ibaratnya lidi ini, yuk kita kumpulin jadi satu bersama-sama kita menangani menyelesaikan mencarikan solusi yang terjadi di desa tersebut bersama-sama. Jadi saling melengkapi gitu, sebetulnya yang addict terhadap gadget ini bukan anak-anak, bukan anak-anak saja, ibunya lebih parah. Jadi ketemulah kenapa anak-anak kita sekarang modelnya seperti ini, karena pola asuhnya si Ibu. Jadi kita akan bekerja dengan berbagai pihak, apakah si Ibu Ini potensinya dibangkitkan gitu ya, punya keahlian apa passionnya di mana, kita coba sambungkan dengan berbagai pihak supaya mereka kuat secara ekonomi, ada kemandirian kemudian parenting bagaimana mengasuh anak di keluarga gitu ya, supaya hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

Seperti Kasus yang di Lebak Bulus anak usia 14 tahun membunuh ayah, nenek dan ibunya, ibunya selamat, saya ketemu dengan si anak ini, saya di WA oleh anggota dewan Komisi VIII, beliau menanyakan ibu menteri, ibu menteri ketemu dengan si anak? Ketemu Pak saya bilang gitu, terus apakah si anak ini minum karena alkohol, tidak, Pak. Apakah si anak ini obat-obatan? Tidak, apakah dari medsos? Tidak, Pak. Terus? Karena setelah di-tracking oleh pihak penyidik di hp-nya itu bagus dilihat ya, tidak ada yang dia download dari aplikasi yang negatif, baik kemudian komunikasi dengan keluarga dengan ayahnya dengan mamanya tuh,' Iya Mama sayang, Papa sayang, I love you', yang gitulah.

Jadi ini menurut saya keluarga yang sangat ideal ya sekilas gitu, tetapi kenapa dia melakukan itu, ternyata ketika saya tanya dia enggak mau ayah dan ibunya capek, dia enggak mau melihat ayah ibunya bekerja siang malam gitu, untuk dia gitu, jadi supaya ibu bapaknya enggak capek tiba-tiba dia melakukan hal yang tidak diinginkan.

Jadi sebetulnya kegiatan atau peristiwa ini menjadi momentum bagi kita semua kita mulai introspeksi, sebetulnya pol asuh kita ini seperti apa belum tentu anak yang kelihatannya diam, tetapi sebetulnya dia memendam sesuatu gitu. Nah maka ini harus ada kepekaan, parenting itu sangat perlu. Ruang bersama Indonesia ini bukan sekadar event atau kegiatan formalitas, bukan tetapi ini lebih kepada gerakan, gerakan perempuan-perempuan Indonesia yang berbasis desa, Kenapa? Peristiwa dua anak yang mengalami kekerasan 2 tahun tidak ada apa-apa di desanya, saya melihat bahwa memang masyarakatnya sakit, kemudian sudah asosial, mereka tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di sekitarnya atau memang pura-pura tidak mau tahu. Sehingga dengan adanya ruang bersama Indonesia ini, kami merekatkan kembali kebersamaan, keterikatan, empati kemudian simpati kepada warga sekitarnya. Ini idealis, memang idealis tetapi ini harus kita lakukan, apapun rintangan, tantangannya ketika sudah terketuk hatinya, saya yakin kita bisa melakukan.

Ini kan menarik ya karena berbasis desa, jadi artinya support dan komitmen dari pimpinan perangkat desa penting, mungkin setahu saya Menteri Kesehatan juga sekarang very concern tentang mental health, jadi memang kolaborasinya akan bisa melibatkan banyak instansi, dari lembaga, untungnya sudah sempat dikumpulin di Akmil jadi kayaknya saya lihat, menteri-menteri itu sekarang saling kunjung mengunjunginya sangat intens?

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi saat wawancara dalam program Real Talk With Uni Lubis By IDN Times, Rabu (18/12/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi saat wawancara dalam program Real Talk With Uni Lubis By IDN Times, Rabu (18/12/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Iya, terasa sekali, jadi ketika kita di sana seolah-olah kita sudah kenal lama, terus saya ketemu dengan Mensos, mbak, karena kita sudah kenal ya, Mbak udah ya nanti Kementerian jenengan kolaborasi dengan kita, saya tahu di jenengan enggak ada uangnya, ah kok tahu Mas? Saya bilang gitu, ya sudah tahulah, nanti kita kolaborasi, kita eksekusi gitu, karena waktu itu kan baru berapa hari saya belum tahu juga anggaran kementerian kami berapa, terus ketemu dengan Mendes, Bu nanti ini ya Bu kita kolaborasi, kita MoU, Ibu enggak ada anggarannya, anggarannya bisa dari kami, nanti sinergi, kemudian Badan Gizi Nasional, Ibu kalau mau program apapun, lakukan saja Bu, nanti kalau yang terkait dengan pangan, konsumsi, kami yang akan eksekusi, itu secara spontan. Artinya memang chemistry itu udah udah terbangun gitu.

Soal pemberdayaan perempuan, ibu-ibu mestinya dilibatkan dalam soal makan siang bergizi itu, kalau saya lihat kan di pilot-nya kan ibu-ibu sekitar?

Mungkin masih berproses, karena sebetulnya program makan bergizi ya sebetulnya program makan siang bergizi ini sebetulnya menguatkan masyarakat juga, karena ekonomi lokal mereka yang punya peternakan akan di-support, kemudian mereka yang punya lahan untuk menanam sayur-sayuran. Jadi sebetulnya keuangan di lingkup terkecil itu muternya di situ. Ini kan gagasan baru jadi memang perlu usaha yang luar biasa dan menyadarkan masyarakat ini kan juga bukan hal yang mudah gitu, tetapi idenya it's ok menurut saya, tinggal bagaimana menguatkan masyarakat di lintas yang terkecil supaya secara ekonomi perputarannya di situ, tidak dikerjakan oleh mereka yang secara ekonomi sudah di level atas gitu, itu tidak diberikan ke mereka, tapi berikanlah kepada masyarakat di tingkat bawah.

Yang data perempuan, anak satu data berbasis desa apakah juga nanti akan menggunakan ruang bersama Indonesia ini?

Iya, jadi gambarnya gini Mbak Uni, yang ada dalam bayangan saya, jadi misalkan satu desa, kita data nih, oh anak stantingnya masih ada berapa, ibu hamil yang anemia ada berapa, ibu-ibu yang kekurangan gizi ada berapa, kita langsung koordinasi dengan dinas Kesehatan terkait, ini lebih lebih spesifik, saya tinggal nyolek aja, pak itu lho di desa ini masih ada, apa yang mau dilakukan, jadi penyelesaiannya tuh lebih fokus, kalau tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, betapa susahnya kita mendata itu, kemudian memberikan solusi dan penyelesaiannya, tetapi ketika berbasis desa semakin kecil lingkupnya, semakin cepat menurut saya penyelesaiannya gitu.

Kemudian misalkan di pendidikan ada anak-anak yang putus sekolah, seberapa banyak sih anak-anak yang putus sekolah, apa yang bisa dilakukan, apakah ada ayah angkat, ibu angkat, pakah dari Kemendikdasmen bisa memberikan solusi, ini terkecil yang bisa kita lakukan, jadi masing-masing kementerian, masing-masing instansi silakan dengan indikatornya masing-masing, kalau Kementerian Kesehatan pastinya dong tentang kesehatan dan sebagainya, kalau pendidikan, ya pastinya itu, UMKM juga mereka monggo, silakan, bahkan kalaupun ruang bersama Indonesia ini diklaim sebagai programnya Kementerian-kementerian, bagi saya no problem, ini kan berhasil karena dari kementerian kami, oh no problem. Saya tidak akan bermasalah, yang penting yang menjadi locus kita, yang menjadi fokus kita perempuan dan anak lebih mendapatkan pelayanan, lebih mendapatkan fasilitas sehingga mereka berdaya dan anak-anak kita terlindungi, no problem, siapapun yang akan mengklaim, semakin diklaim oleh banyak pihak, menurut saya semakin baik.

Berarti semakin peduli kan?

Semakin peduli, nah Mbak Uni, kita akan launching nanti tanggal 22 saat hari Ibu ada enam desa yang kami launching, awalnya kami minta setiap provinsi untuk mengusulkan tiga desa, sudah ada semua, tapi untuk pertama kami hanya fokus dulu mewakili zona, supaya kita bisa melihat nih, oh seperti ini karena secara mekanisme, secara sistematis di lapangan memang kami belum, tetapi dari desa, kelurahan yang ramah perempuan dan anak, kita bisa melengkapi, Oh persoalan ini kurangnya di mana, ayo kita kolaborasi dengan siapa gitu.

Salah satu contoh di Kalimantan Selatan, di desa pulau Sewangi, saya datang ke sana, kepala desanya perempuan,  tadinya seorang guru diminta berhenti menjadi guru untuk menjadi kepala desa, cerita ke saya namanya Ibu Sarifah, Ibu Menteri saya hampir bermasalah dengan warga, kenapa? Karena ada ada keluarga yang ingin menikahkan anaknya usia 18 tahun, saya tidak izinkan karena peraturan kita 19 tahun, akhirnya si Ibu ini larilah ke KUA, untuk minta dinikahkan KUA-nya enggak berani, telepon ke kepala desanya, Bu ini minta dinikahkan gimana bu? Ya kalau bapak berani nikahin aja, tapi saya gak rekom, enggak berani. Terus akhirnya Ibunya datang lagi (ke Kepala Desa), ibu ini kan hak asasi kami, ini kan anak-anak kami, kenapa tidak boleh dinikahkan gitu, iya karena peraturannya kalau belum 19 tahun enggak boleh, ini kan tinggal dikit lagi (19 tahun) bu, tinggal setahun lagi, enggak bisa, kalau gitu akan sediakan pengacara, datangkan pengacara, mau 10, 15, saya tunggu, kepala desa nih, akhirnya enggak datang juga terus seminggu kemudian datang lagi, Bu kenapa desa sebelah itu barusan melakukan pernikahan 15 tahun boleh, iya karena kepala desanya Saya di sini, kalau kamu mau saya kasih surat pengantar kamu pindah dari desa sini, menjadi warga desa sana, enggak mau juga akhirnya.

Artinya bahwa persoalan yang terjadi di masyarakat ketika pimpinannya tegas sesuai dengan peraturan, insyaAllah semua persoalan bisa selesai, stunting juga di sana kecil, karena apa, Ibu Kepala Desa ini membuat peraturan bahwa anak balita mendapatkan dua telur setiap hari yang itu disiapkan oleh desa, dan itu dibikin SK-nya, sehingga dia tidak menyalahi kemudian ibu yang hamil, ibu yang menyusui dianterin makanan pakai uang desa, karena itu ada SK-nya, jadi penyelewengan itu tidak akan terjadi karena berdasarkan kebutuhan dan masyarakat melihat itu, kemudian seperti di Malang, ini salah satu pilot project kami, Desa Cempluk, di situ tidak ada stunting, stuntingnya nol, kepala desanya  laki-laki, kemudian tidak ada kekerasan terhadap perempuan, tidak ada kekerasan terhadap anak, stuntingnya nol. Padahal di kampung sekitarnya itu termasuk daerah yang ya apa ya angka kriminalnya tinggi gitu, kemudian stuntingnya tinggi gitu, menarik sekali saya bilang apa ya yang membuat gitu mereka bisa melakukan hal seperti ini, ibu-ibunya tidak bermain gadget tetapi dikasih kesibukan untuk mengolah apa yang ada di daerahnya, yang ada di tempat sekitarnya untuk diproduksi, supaya menjadi daya jual yang lebih tinggi.

Kemudian saya ke NTT, di NTT ruang bersama Indonesia sudah ada, di Kupang khususnya, tempat yang kami singgahi itu dikelola oleh teman-teman di gereja kebersamaan yang luar biasa bagi saya di NTT itu, nah ada satu kampung namanya nama desanya saya lupa ya camplang apa ya, itu kepala desanya laki-laki, ketika dia baru dilantik menjadi kepala desa kemudian belum lama datanglah peti jenazah, buruh migran yang diantarkan ke desa itu, begitu dibuka dilihat ternyata bukan warga desa tersebut. NTT memang tinggi dalam 5 tahun terakhir ini 680 sekian peti jenazah yang kembali ke NTT, artinya setiap tahun itu sekitar berapa ya 100 lebih, berarti per bulan dua peti jenazah yang datang ke NTT, akhirnya kepala desa ini membuat peraturan, bahwa tidak diizinkan untuk bekerja di luar negeri bila tidak melalui perusahaan yang disetujui oleh Kepala desanya, kemudian di sana masih ada adat istiadat bahwa anak tidak boleh berbicara, perempuan tidak boleh berbicara, kepala desanya bisa melakukan pendekatan sehingga adat istiadat, tradisi itu tidak dilanggar, tetapi dicari solusinya bagaimana supaya mereka tetap bisa bersuara, ini pendekatan-pendekatan ini yang sebetulnya kita butuhkan.

Ketika saya baru 5 hari mungkin dilantik, kami mengadakan konsolidasi, ormas-ormas perempuan dan kepala UPTD di tingkat provinsi dan daerah, pertanyaan saya hanya dua persoalan apa yang mendasar sekali di daerah masing-masing tentang perempuan dan anak, yang kedua menurut Bapak Ibu apa solusinya, karena masing-masing daerah enggak sama, kalau solusi dari kami, kami kan terlalu jauh melihatnya dan global sekali, padahal kan enggak setiap desa sangat berbasis kearifan lokal, jadi mereka harus menyelesaikan sendiri. Ini beberapa hal yang menurut saya kita bisa belajar dari desa-desa ini, jadi misalkan kayak kepala desa di Kalimantan Selatan ditularkanlah ke desa-desa lainnya, yang di Malang tidak ada stunting, tidak ada kekerasan, apa sih sebetulnya, ini menarik sebetulnya untuk kita saling belajar dan menurut saya kenapa ini bisa terjadi, karena komitmen dari pemimpinnya untuk mensejahterakan rakyatnya benar-benar dilakukan, bukan sekadar menjadi kepala desa tapi orientasinya bukan untuk kesejahteraan gitu.

Nanti tanggal 22 itu diresmikan oleh Ibu Menteri?

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi saat wawancara dalam program Real Talk With Uni Lubis By IDN Times, Rabu (18/12/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi saat wawancara dalam program Real Talk With Uni Lubis By IDN Times, Rabu (18/12/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Presiden rencana, Tapi beliau kan ke Timur Tengah, informasi terakhir beliau akan online, cuma sayangnya kalau kita di sini jam 10.00, di Timur Tengah itu kan antara jam 05.00, kami belum belum dapat kepastian, saya hanya menyampaikan atau kita presentasi, wah bagus sekali ini programnya, orisinal dan ini menarik karena berangkatnya dari desa. Oleh karena itu Pak, nanti pada saat launching kami ingin bapak menyapa, Oh saya bisa menyapa? Bisa pak, nanti kita online jadi dari enam titik itu mereka online dengan kepala desanya, dengan masyarakatnya gitu, untuk memotivasi merekalah untuk bisa menjadi lebih baik lagi

Ada dua pertanyaan terakhir, yang pertama tadi karena ibu menteri bicara soal dampak media sosial apa segala macam, Australia baru saja melarang media sosial untuk yang di bawah 16 tahun. Apakah dari observasi Bu Menteri selama 50-an hari ini dengan langsung melihat kasus-kasus, bertemu dengan pelaku, dengan korban, Apakah ada kepikiran untuk mengusulkan hal yang sama di Indonesia?

Iya sih sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, karena yang perempuan juga kan yang kena judi online kan perempuan dan anak yang paling banyak. Jadi kami terpanggil untuk bagaimana hal ini tidak terjadi lagi, tapi ya pastinya ini harus kolaborasi dari berbagai pihak. Karena untuk IT untuk macam-macam kan ada di Komdigi, tapi saya melihat bahwa Komdigi sudah luar biasa, apa yang dilakukan ya, tinggal bersinergi dan mungkin bisalah kalau kita bersama-sama.

Bu Menteri ini kan aktivis sebelumnya, Sekretaris Muslimat NU, bagaimana pengalaman aktivis di organisasi yang besar itu membantu melancarkan tugas-tugas sebagai menteri?

Saya di Muslimat NU jadi saya di organisasi itu sejak  dari SMA, kuliah ya kemudian kuliah itu menjadi Ketua IPPNU di Jogja dan seterusnya, saya hanya ingat pesan ibu saya, ibu saya menyampaikan begini, jadi orang tuh harus orang yang hidup, hidup tuh harus hidup yang barokah, hidup yang barokah itu yang gimana? Hidup yang manfaat untuk orang lain, ngurusi orang banyak dan itu tempatnya adalah di NU, karena kita keluarga besar NU. Tapi ada syaratnya, enggak boleh nyari uang di sana, yang kedua enggak boleh cari jabatan di sana. Ini saya pegang benar ini, dua hal ini, jadi di Muslimat ya kita hanya mengabdi, karena saya yakin bahwa keberkahan itu ada, tapi pekerjaan saya sebetulnya di event organizer.

Saya punya grup musik dan kita konser-konser musik yang berbasis pesantren, minggu yang lalu kita baru konser di Vatikan bertemu dengan Paus membawakan salawat di Vatikan, jadi ini ad grup musik  kami Ki Ageng Ganjur, saya sebetulnya di situ, jadi saya mencari kerjanya,  di grup musik. Artinya di situlah kerjaan kami, tetapi ketika di Muslimat enggak, kita di Muslimat ini enggak ada yang dibayar, dari rumah kalau kita hitung-itung secara ekonomi pulang pergi, dari kantor ninggalin suami, waktunya yang banyak kita luangkan di organisasi, tapi ada kenikmatan ketika apa yang kita lakukan di Muslimat itu berhasil dan membahagiakan orang banyak, itu enggak bisa dibayar, itu menurut saya kenikmatan yang luar biasa, kadang kalau ada studi komparatif ya dari negara lain, ini apa yang menggerakkan Muslimat kok bisa bekerja enggak dibayar, kadang kita turun ke desa-desa, bahkan kita harus biaya sendiri kadang ya. Ini no problem gitu, karena hati yang tergerak, ketika kita hati kita sudah tergerak, sepertinya Allah memberikan kemudahan dan keberkahan gitu. Semakin saya sibuk di Muslimat, semakin banyak tawaran konser untuk kita

Karena jejaringnya juga luar biasa manfaat berorganisasi itu?

Iya betul, di situ, karena sebetulnya intinya di hati jadi di ruang bersama Indonesia ini kita bekerja dengan hati, bukan karena butuh status sosial, bukan karena ingin dilihat orang lain, tidak, bagi kita sudah selesai, Tetapi bagaimana kita bekerja dengan hati kerja dengan hati itu, tidak mengenal kompensasi kompensasinya adalah ketika kita bisa menyelesaikan masalah itu kebahagiaan yang luar biasa dan kami yakin Tuhan, Allah akan memberikan orang-orang yang bekerja dengan hati juga dengan kita, pasti akan nyambung lingkungannya, berharap.

Terakhir banget, kapan sih pertama kali kenal sama Pak Prabowo sebelum jadi Wakil Ketua Tim TKN?

Saya belum pernah ketemu, selama di kampanye ketemu tapi, tetapi yang Pak Prabowo itu suami saya, Mas Sastro, jadi dulu waktu akan mendirikan Gerindra, Mas Sastro salah satu timnya Bapak Prabowo, tapi lama enggak ketemu, ya biasalah gitu. Terus waktu TKN, saya sempat ketemu saya sampaikan Pak salam dari Sastro, ya, oh di mana? Kok enggak pernah ketemu, ya macam-macamlah, ya Bapak kan sibuk gitu, nah kemudian di TKN kebetulan saya dapat tugas di Jawa Tengah, memang agak berat di Jawa Tengah waktu itu, tapi kami punya pendekatan tersendiri dan alhamdulillah berhasil, terus saya pertama kali ketemu benar-benar hadap-hadapannya ketika dipanggil beliau di Kartanegara, dan beliau juga enggak tahu kalau saya istrinya Mas Sastro.

Di tanggal 22 nanti, kan Bapak Presiden tidak suka yang seremonial-seremonial, saya bilang, Bapak Presiden, presiden peringatan Hari Ibu kali ini, itu bukan seremonial Pak, tetapi tonggak sebagai pergerakan perempuan Indonesia di tingkat desa, oh begitu katanya, iya pak, tadinya kita mau soft launching, tapi enggak, langsung aja launching, takutnya nanti seremonial lagi. Jadi saya pikir Mbak Uni, dan teman-teman yang lain, kami mohon kolaborasinya, karena menurut saya media punya peran yang sangat penting dan strategis untuk bersama-sama kita memberdayakan perempuan dan melindungi anak-anak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Ilman Nafian
Dwifantya Aquina
Muhammad Ilman Nafian
EditorMuhammad Ilman Nafian
Follow Us