Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] Buruh Bangunan, Pahlawan yang Bekerja dalam Senyap

republika.co.id

Kita baru saja memperingati hari buruh sedunia yang jatuh pada Tanggal 1 Mei lalu. Yang terbayang saat peringatan tersebut adalah demo di berbagai tempat untuk menuntut perbaikan kesejahteraan. Selain diapresiasi, aksi itu juga sering menuai kritik. Sebab, keberadaan aksi itu menimbulkan kemacetan.

Buruh yang berdemo tersebut identik dengan para buruh pabrik. Mereka dihimpun dalam serikatnya masing-masing. Jadi terorganisir dan secara nasional mempunyai struktur yang lumayan jelas. Termasuk dalam hal iuran anggota dan pendanaan.

Tetapi, di luar hiruk-pikuk semua itu , ternyata ada juga buruh yang umumnya tidak pernah terganggu dengan segala demo yang ada. Salah satunya adalah buruh bangunan. Mereka inilah sebenarnya sang katalisator pembangunan sejati.

Tanpa adanya buruh bangunan, tidak ada bangunan gedung yang bisa berdiri. Tanpa buruh bangunan, jembatan-jembatan tidak mungkin terbangun. Tanpa buruh bangunan, segala terminal dan pelabuhan besar tidak akan bisa terwujud. Tanpa adanya buruh bangunanm jalan-jalan kita tidak akan nampak mulus. Sepintar apapun Arsitek akan jadi omong kosong tanpa keberadaan mereka semua. Lebih baik hanya memiliki 1 insiyur tetapi memiliki 100 buruh yang pandai daripada memiliki 100 insinyur dan 1 buruh.

Para buruh, merekalah yang sebenar-benarnya berjuang membangun negeri ini. Dari kota besar sampai ke pelosok semua ada. Tanpa banyak bicara, tanpa banyak menuntut ini itu kepada pemerintah, tanpa heboh demo di mana-mana, tanpa cengeng meratapi nasibnya. Mereka tetap bekerja siang malam sesuai dengan kompetensi yang mereka punya. Jarang mengeluh, bekerja, bekerja dan bekerja. Karena bagi merekalah waktu adalah uang, tidak bekerja jelas tidak dibayar. Titik.

Bagaimana sebenarnya kehidupan buruh bangunan, berikut sedikit gambarannya. Para buruh ini biasanya dikoordinasikan langsung oleh mandor-mandornya. Mandor-mandor inilah yang mempunyai hubungan langsung dengan pihak kontraktor. Jadi, kalau ada proyek pihak kontraktor akan menghubungi mandor yang sudah biasa bekerja dengan mereka. Antara Kontraktorlah terjadi kesepakatan harga pekerjaan dan berapa jumlah buruh yang harus disiapkan.

Pembayaran biasanya adalah satuan volume (borongan), jadi berapa hasil yang diperoleh mandor itulah yang dibayar ke kontrakor. Setelah deal lalu mandor ini mengumpulkan para buruh. Biasanya mandor ini mengambil buruh tersebut yang berasal dari satu daerah tempat mereka tinggal dan bisa jadi satu kampung.

Mengenai upah buruh, tentunya tidak mengacu kepada ke segala peraturan yang sering disuarakan oleh pemerintah dan serikat kerja. Pembayaran dari mandor ke buruh yang sering dipakai adalah metode harian berkisar antara Rp 100.000,- perhari (kenek), Rp 125.000,-(Tukang), Rp 150.000,-(Kepala Tukang).  Jadi bagi mereka tidak ada namnya UMR dan UMP.

Bagaimana kalau kerja lembur? Normal bekerja bagi mereka adalah jam 8 pagi sampai jam 4 sore ( dihitung 1 hari) kalau lembur sampai jam 6 sore akan dihitung 1.5 hari dan kalau sampai jam 10 dihitung 2 hari. Kalau karena faktor keadaan mendesak mereka juga harus siap bekerja satu hari full (24 jam) dan mereka akan dibayar 4 hari kerja. Apa mungkin kondisi tersebut mungkin saja. Terutama pekerjaan pengecoran di mana lalu lintas mobil molen lebih banyak pada malam menjelang subuh ( menghindari jalan macet).

Bagaimana mereka tinggal selama bekerja di kota? Apakah ada mess? Ada rusun atau apartemen? Tentu saja tidak, mereka akan tinggal di sekitar area proyek, barak pekerja/bedeng lah tempat tinggal mereka. Gimana kondisinya? Kondisinya adalah asal tidak bocor pas lagi hujan, bisa untuk tempat tidur, dan ada kamar mandi. Sesederhana itu saja. Fasilitas yang lain? Nyaris tidak ada atau bawa sendiri.

Bagiamana mereka makan? Apakah mereka masak sendiri? Atau mereka catering? Tidak !. mereka biasanya makan di warung-warung yang ada di dalam proyek. Warun- warung ini sengaja diadakan oleh pihak kontraktor bekerja sama dengan pihak luar. Para buruh ini makan 3 kali sehari di warung ini. Setiap makan minum mereka dicatat ( mereka utang) kemudian pas hari bayatar para mandorlah yang menutupi utang mereka. Setelah dipotong utang ke warung barulah buruh menerima gaji bersih mereka.

Lantas kalau misalnya saat itu tidak ada pekerjaan/proyek tidak ada? Apakah mereka dibayar oleh kontraktor/mandor? Tentu saja tidak. Mereka sebagian besar adalah pekerja musiman. Barangkali kalau mandornya sudah besar dan menilai kemampuan anak buahnya bagus. Maka di saat tidak ada pekerjaan mandor bisa saja menggaji mereka ala kadarnya ( ½ dari penghasilan) mereka rata-rata saat bekerja. Selebihnya, para buruh ini akan kembali menjadi petani di desa sambil menunggu peluang kerja yang baru.

Bagimana dengan masalah jaminan kesehatan dan jaminan hari tua? Bukankah hal ini yang paling sering didengungkan oleh pemerintah. Perlindungan tenaga kerja? Untuk jaminan kesehatan dalam hal ini adalah jaminan keselamatan kerja, kontraktor sebenarnya wajib mengasuransikan semua pihak yang terlibat didalam proyek konstruksi. Walaupun sudah menjadi kewajiban tetapi masih banyak celah dan alasan yang dipakai untuk melanggar hal tersebut. Contoh kecil bagaimana kontraktor harus mengurusi setiap buruh kalau tiap minggu orangnya gonta ganti yang bekerja.  Kalau jaminan hari tua, tentunya tidak ada. Buruh sendirilah yang harus memikirkan nasibnya sendiri.

Dari sedikit uraian di atas tentang buruh bangunan. Sepatutnya lah kita berterima  kasih kepada mereka. Mereka lah yang sebenarnya berjuang membangun negeri ini. Dengan meninggalkan keluarga di kampung, bisa berbulan-bulan tidak pulang. Ditambah lagi resiko kecelakaan dalam bekerja. Walaupun kadang kehadiran mereka sepertinya dilupakan. Apalagi disaat peresmian atau penandatanganan prasasti. Mereka jelas bukan orang yang diundang untuk hadir.

Jasa mereka seolah-olah dilupakan. Padahal tanpa mereka semua yang ada mustahil untuk berdiri. Orang – orang berdasi, orang-orang bersafari, naik turun mobil mewah merasa merekalah yang menciptakan itu semua, padahal tanpa tenaga para buruh semua tak akan bisa dibangun.

Sekarang menunggu peran aktif pemerintah dalam melindungi buruh bangunan ini. Sampai sekarang tidak ada terobosan yang signifikan untuk memperbaiki nasib mereka. Ya begitu-begitu saja dari dulu. Mungkin di peringatan hari buruh tahun ini nasib mereka lebih dapat diperhatikan. Langkah kecil seperti mempermudah sertifikasi keahlian tukang, peraturan pengupahan yang layak bagi buruh bangunan, serta kemudahan dalam mengurus jaminan kecelakaan, adalah salah satu bentuk menghargai kontribusi mereka dalam pembangunan nasional.

 

 

 

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
leonardi
Editorleonardi
Follow Us