PAN Setuju Pilkada Tidak Langsung, Sodorkan 2 Syarat Bagi Elite Parpol

- PAN setuju pilkada tidak langsung, tapi sodorkan dua syarat.
- Pilkada tidak langsung dan langsung tetap konstitusional.
- Perdebatan puluhan tahun soal wacana pilkada tidak langsung.
- Golkar usul pilkada dipilih oleh DPRD.
Jakarta, IDN Times - Waketum PAN, Viva Yoga Mauladi, menyatakan partainya setuju dengan usulan pemilihan kepala daerah (pilkada) dipilih langsuh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun, PAN mengusulkan dua syarat.
Pertama, seluruh partai politik (parpol) harus bersepakat bulat untuk menerima pilkada dilaksanakan tidak langsung. Menurutnya, kesepakatan ini menjadi penting agar proses pembahasan revisi UU pilkada di parlemen tidak digunakan parpol untuk berselancar menjaring suara rakyat.
Kedua, wacana pilkada tidak langsung tidak menimbulkan pro kontra secara tajam dan meluas di publik. Karena selama ini, setiap pembahasan UU Pilkada memancing demonstrasi yang masif secara nasional.
"PAN setuju Pilkada dilaksanakan secara tidak langsung, atau dipilih melalui DPRD, dengan (dua) catatan," kata Viva kepada waratwan, Senin (22/12/2025).
1. Pilkada tidak langsung dan langsung tetap konstitusional

Lebih jauh, Viva menekankan, konstitusi tidak menyebut secara eksplisit, Pilkada dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD.
Menurut dia, baik pilkada langsung atau tidak langsung sama-sama konstitusional dan tidak melanggar hukum. Karena, konstitusi hanya menekankan bahwa prosesnya harus demokratis.
Hal itu diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945: "Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis."
Di sisi lain, Viva menjelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan, frasa "dipilih secara demokratis" merupakan open legal policy di bawah kewenangan DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang (UU).
"Kajian akademis sampai saat ini masih terbelah menjadi dua, yakni ada pihak yang sepakat Pilkada tidak langsung, dan ada yang tidak sepakat dengan beragam argumentasinya," kata dia.
2. Perdebatan puluhan tahun soal wacana pilkada tidak langsung

Viva mengakui, wacana pilkada tidak langsung menuai pro kontra di publik. Menurut dia, pendapat masyarakat terkait wacana ini selalu terpecah dalam dua pendapat berbeda.
Pertama, pilkada tidak langsung dinilai lebih efektif dan efisien biaya. Kandidat akan tertantang mempersiapkan visi misinya.
Kedua, pilkada tidak langsung menurunkan potensi konflik suku, agama, adat, dan ras. Karena faktor primordialitas dimasukkan ke turbulensi politik sehingga menimbulkan politik SARA.
Ketiga, dapat menghindari politik uang (money politic) karena pengalaman empiris, banyaknya suara kandidat ditentukan oleh banyaknya amplop yang dibagikan ke masyarakat pemilih.
"Potensi anggota Dewan dan partai yang terlibat money politic juga tidak tertutup kemungkinan ada. Maknya harus ada penanganan khusus dalam hal pencegahan yqng dilakukan oleh aprat penegak hukum," kata dia.
Adapun, argumentasi bagi yang setuju Pilkada Langsung, di antaranya menghargai makna kedaulatan rakyat karena melibatkan partisipasi rakyat untuk memilih langsung. Rakyat dapat bebas menentukqn pilihannya sendiri.
Lalu, calon terpilih memperoleh legitimasi politik dari rakyat karena mendapatkan suara langsung dari rakyat.
"Begitulah perdebatan yang sudah puluhan tahun mewarnai politik Indonesia," ujar dia.
3. Golkar usul pilkada dipilih oleh DPRD

Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Tahun 2025 Partai Golkar di Jakarta menghasilkan rekomendasi, salah satunya agar pilkada dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengatakan rekomendasi tersebut sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, dengan menitik beratkan pada keterlibatan dan partisipasi publik dalam pelaksanaannya.
"Partai Golkar mengusulkan pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," kata Bahlil, dalam keterangan pers, Minggu (21/12/2025).
Golkar merekomendasikan perbaikan dan penyempurnaan sistem proporsional terbuka dengan memperbaiki aspek teknis penyelenggaraan, penyelenggara, dan tata kelola untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil.


















