'Partikelir': Banjir Cameo, Minim Kualitas

JAKARTA, Indonesia —Untuk kali pertama, komika Pandji Pragiwaksono dipercaya oleh produser rumah produksi Starvision, Chand Parwez Servia untuk menyutradarai film bergenre komedi aksi berjudul Partikelir.
Kata Chand Parwez dalam keterangan persnya, sinopsis film Partikelir adalah satu yang paling menarik dari beberapa sinopsis dan ide cerita yang diusulkan Pandji padanya. Chand melihat ada potensi Pandji duduk di kursi sutradara seperti Ernest Prakasa dan Raditya Dika.
Film Partikelir ini pun sekaligus jadi pencapaian cita-cita Pandji yang memang sejak lama menyimpan asa menjadi sutradara. Selain jadi sutradara, Pandji mengaku cita-cita lainnya pun terwujud lewat film Partikelir ini, yakni menggarap film bertema Buddy Cop yang sebelumnya tenar di Hollywood. Film-film seperti Lethal Weapon, Bad Boys, Rush Hour, 21 & 22 Jump Street jadi referensi Pandji saat menggarap Partikelir. Tak hanya jadi sutradara, Panji pun merangkap sebagai penulis skenario.
Pemeran utama di film ini jadi milik Pandji Pragiwaksono (Adri), Deva Mahenra (Jaka), Aurelie Moeremans (Tiara) dan Lala Karmela (Puti). Sementara untuk cameo, jangan ditanya. Sampai saya pun tak bisa menghitungnya satu per satu saking banyaknya! Beberapa di antara mereka adalah Farah Quinn, Tio Pakusadewo, Gading Maretn, Luna Maya, Bisma Karisma, Dodit Mulyanto dan banyak lagi.
Partikelir mulai tayang di bioskop Tanah Air mulai 5 April 2018.
Ringkasan cerita
Adalah Adri dan Jaka, dua sahabat yang sudah bersama-sama sejak duduk di bangku Sekolah Dasar yang memiliki hobi serupa, memecahkan beragam kasus bak detektif swasta. Sejak kecil pula, keduanya memiliki obsesi tinggi menjadi detektif. Bedanya, saat dewasa, Adri benar-benar menjalankan profesi sebagai detektif swasta (partikelir), sementara Jaka memilih jalur mainstream dan berkarier sebagai pengacara.
Keduanya dipertemukan kembali saat Adri meminta bantuan Jaka untuk memecahkan sebuah kasus yang tengah ditanganinya. Kasus ini diterima Adri dari seorang perempuan cantik bernama Tiara yang penasaran akan dugaan perselingkuhan yang dilakukan ayahnya.
Jaka pun dilingkupi kebimbangan. Di satu sisi, ia ingin mempertahankan statusnya sebagai pegawai kantoran, tapi di sisi lain, hasratnya untuk kembali memecahkan kasus sebagai detektif mulai menggelitik. Puti, istrinya, yang kemudian membantu Jaka menentukan pilihan.
Apakah Jaka dan Adri bisa memecahkan kasus tersebut?
Highlights
Jujur saja, tak banyak yang saya ingat dari film yang diputar sepanjang kurang lebih dua jam ini. Bahkan nyaris tidak memorable. Tapi kalaupun ada yang bisa saya ingat dari film ini adalah beberapa adegan dan akting dari cameo yang lumayan bisa menggelitik.
Salah satunya adalah aksi kocak pemeran Detektif Geri yang dimainkan oleh aktor muda Ardit Erwandha. Kehadiran tokoh Geri memang sedikit membingungkan karena dia datang out of nowhere. Tapi meski singkat, Ardit sukses mencuri perhatian dan tawa penonton.

Dari sisi cerita pun tak ada yang istimewa. Awalnya saya pikir cerita benar-benar berpusat pada kasus dan alur kerja detektif. Tapi semakin film bergulir, cerita semakin mengada-ada, begitupun dengan tokoh yang disajikan. Plot twist di bagian akhir film sih mungkin layak diapresiasi. Saya pun tidak menyangka akan ada twist seperti itu (SPOILER ALERT!).
Kelemahan
Yang pertama mungkin soal cameo. Seperti yang saya sudah sampaikan di awal artikel dan bahkan di judul artikel ini, jumlah cameo di film Partikelir ini sungguh teramat banyak. Tapi sayangnya, semua hanya sekadar jadi cantelan saja. Biar nambah ramai, mungkin. Nyaris tak ada yang memorable. Kalaupun ada, salah satunya mungkin Tio Pakusadewo. Bukan karena aktingnya, tapi karena ironi di balik kehadirannya.
Di film ini Tio berperan sebagai Kepala Lembaga Narkotika Nasional (LNN) yang menumpas jaringan peredaran narkoba. Ironi, karena saat ini Tio justru tengah mendekam di tahanan karena kasus narkoba. Ya, kebetulan yang sangat ironis menurut saya.
Oh iya, saya bahkan baru ingat ada Aurelie Moeremans di film ini. Kenapa baru ingat? Karena jujur, kehadirannya tidak esensial sama sekali. Mungkin total hanya sekitar belasan kalimat yang dilontarkan Aurelie selama film ini. Selebihnya, hanya tatapan mata kosong dan gerak badan tak bermakna, termasuk air mata tanpa emosi yang ditunjukkannya.

Pandji terlihat bingung mau membawa cerita ke mana. Ke komedi murni, kah, atau ke cerita yang lebih "serius", kah? Kalau komedi, anehnya, hampir tiga perempat film, saya (dan banyak penonton lain) tidak tertawa. Tapi di sisi lain, cita-cita Partikelir menjadi film Buddy Cop pun rasanya tak tercapai. Deva tidak klik dengan Pandji. Dalam banyak hal. Adegan aksi yang disuguhkan, mulai dari kejar-kejaran di parkiran bus Transjakarta sampai tembak-menembak di atas gedung, tak ada yang mengagumkan.
Sesekali, Pandji berusaha menyisipkan isu sosial dan politik di film ini meski dalam balutan "komedi". Bahkan soal pilkada yang sempat membuat namanya booming jadi bahan pembicaraan. Tapi semua itu terasa tidak sesuai.
Rating
5/10
Rekomendasi
Kalau memang Anda berkeinginan menonton film di bioskop minggu depan, dan kebetulan semua film di menu bioskop sudah Anda saksikan, ya bolehlah mampir untuk menonton film ini. Kalau Anda penggemar Panji atau salah satu aktor/aktris di film ini, pastilah sudah selayaknya menyaksikan Partikelir.

Selain dua alasan tersebut, kalau pun Anda penasaran dengan film ini, jangan berekspektasi terlalu tinggi. Datang saja tanpa beban dan harapan.
—Rappler.com