Pemda Makin Leluasa di Aturan Baru SPMB, Begini Selengkapnya

- Pemda diberi kebebasan tentukan wilayah zonasi dan daya tampung sekolah
- Kebijakan SPMB baru harus tingkatkan angka partisipasi pendidikan
- SPMB membutuhkan pengawasan bersama
Jakarta, IDN Times — Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah, (Dirjen PDM) Kemendikdasmen, Gogot Suharwoto, memaparkan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 3 Tahun 2025 membawa prinsip baru yang menjadi dasar Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ini.
“Pendekatan domisili memastikan anak diterima di sekolah yang dekat tempat tinggal. Di wilayah yang tidak terjangkau, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk merancang rayonisasi agar tetap adil. Sekolah swasta juga dilibatkan. Banyak yang kami dukung dengan subsidi, terutama untuk menampung siswa dari keluarga rentan”, jelas Gogot, Rabu (11/6) di Jakarta.
1. Pemda diberi kebebasan tentukan wilayah zonasi dan daya tampung sekolah

Pemerintah daerah (Pemda) diberikan keleluasaan untuk menetapkan cakupan wilayah zonasi sesuai konteks lokal, melalui peraturan gubernur, peraturan bupati/wali kota, atau keputusan teknis lainnya, demi memastikan semua anak memiliki hak yang sama untuk mengakses pendidikan formal.
SPMB 2025 juga mendorong Pemda agar menghitung daya tampung tidak hanya dari sekolah negeri, tetapi juga melibatkan sekolah swasta secara komprehensif.
Pemda juga diminta menyediakan skema subsidi bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang tidak tertampung di sekolah negeri, agar tetap dapat melanjutkan pendidikan di sekolah swasta.
2. Kebijakan SPMB baru harus tingkatkan angka partisipasi pendidikan

Koordinator Substansi Pendidikan, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Suharyanto, menegaskan bahwa kebijakan baru dalam SPMB 2025 yang diatur dalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, harus menjadi instrumen untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan, bukan malah menciptakan gelombang baru Anak Tidak Sekolah (ATS).
Dalam mendukung pelaksanaan Permendikdasmen Nomor 3 tahun 2025 dan Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025, Kemendagri meminta agar pengawasan daerah tidak berhenti pada penganggaran, tetapi masuk hingga tahap pelaksanaan di sekolah. Program dukungan pembiayaan bagi siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri, serta fasilitasi ke sekolah swasta melalui beasiswa, disiapkan dalam rencana kerja pemerintah daerah.
“Kami pastikan arahan pusat masuk dalam dokumen perencanaan daerah, agar tidak ada anak usia sekolah yang terlewat. Pengawas daerah wajib terlibat sejak perencanaan, agar tidak ada kebijakan yang meleset dari sasaran,” tambah Suharyanto.
Integrasi kebijakan pusat-daerah pun, dikawal lewat forum koordinasi tahunan, supaya SPMB tidak sekadar jadi sistem seleksi, tapi juga instrumen keadilan sosial.
3. SPMB bersih membutuhkan pengawasan bersama

Dalam hal pengawasan, SPMB 2025 menerapkan sistem kontrol berlapis. Dirjen PDM menegaskan kewajiban Panitia SPMB untuk mengumumkan hasil seleksi wajib secara terbuka dan digital, mencantumkan seluruh pendaftar, baik yang diterima maupun tidak, untuk menjamin transparansi.
“Begitu hasil diumumkan dan dikunci, sekolah tidak bisa sembarangan menerima tambahan murid. Kalau nekat, NISN (nomor induk siswa nasional) tidak akan diterbitkan,” kata Gogot. Siswa tanpa NISN tidak akan tercatat dalam Dapodik dan beresiko tidak menerima bantuan pendidikan, tidak memiliki rapor sah, hingga tidak mendapatkan ijazah.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto, memaparkan praktik pengawasan berbasis kolaborasi yang dilakukan di daerahnya untuk membangun kepercayaan masyarakat. Melalui forum rutin bertajuk “Ngopi Bareng” (Ngobrol Penting Bareng), Dinas Pendidikan membangun komunikasi dan berdialog langsung dengan berbagai pihak, dari wali kota, DPRD, Ombudsman, hingga paguyuban kepala sekolah, NGO, dan masyarakat.
“Masalah klasik seperti kekhawatiran sekolah swasta yang kekurangan murid, kami tangani bersama. Pemerintah kota bahkan menerbitkan peraturan wali kota untuk memastikan anak yang tidak tertampung di sekolah negeri bisa mengakses sekolah swasta dengan gratis. Saat ini ada 132 sekolah swasta gratis di Semarang, dan jumlahnya terus bertambah,” ujarnya.
Bambang menambahkan bahwa wali kota Semarang tengah merumuskan sebuah kebijakan agar anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri dan tidak tertampung di sekolah swasta gratis agar bisa difasilitasi sekolah swasta. (WEB)