Pemicu Insiden di Markas Polres Tarakan Versi TNI: Ada Pengeroyokan

- Penyerangan Polres Tarakan terjadi karena pengeroyokan terhadap anggota TNI AD oleh anggota Polres Tarakan
- TNI dan Polri sepakat untuk menindak personel di masing-masing institusi, serta Kodam VI/Mulawarman akan memperbaiki fasilitas yang dirusak
- Pangdam VI/Mulawarman jenguk lima anggota Polri yang terluka usai insiden penyerangan, serta memberikan pengarahan kepada personel Yonif 613/Rja dan 614/Rjp
Jakarta, IDN Times - Kodam VI/Mulawarman mengungkap penyebab terjadi insiden penyerangan terhadap Polres Tarakan pada Senin malam, 24 Februari 2025. Kepala Penerangan Kodam VI/Mulawarman, Kolonel (Kav) Kristiyanto mengatakan penyebab dari puluhan anggota Yonif 614/RJP menyerang markas Polres Tarakan lantaran adanya pengeroyokan yang lebih dulu dilakukan oleh anggota kepolisian kepada satu anggota TNI Angkatan Darat (AD) itu. Pengeroyokan terjadi pada 22 Februari 2025 lalu.
"Dari hasil mediasi awal antara pihak anggota Polres Tarakan dan anggota Yonif 614/RJP menyepakati bahwa anggota Polres Tarakan yang terlibat (pengeroyokan) akan memberikan biaya pengobatan sebesar Rp10 juta kepada korban. Namun, janji itu tidak kunjung direalisasikan," ujar Kristiyanto kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Rabu (26/2/2025).
Lantaran tidak ada kejelasan maka pada Senin malam kemarin 20 anggota Yonif 614/RJP mendatangi Polres Tarakan. Tujuan awalnya, kata Kristiyanto, karena ingin mencari lima anggota Polres Tarakan yang melakukan pengeroyokan.
Kristiyanto menyebut peristiwa menjadi ricuh lantaran ada spontanitas dari anggota TNI AD dengan melempar batu ke arah markas Polres Tarakan. Namun, dari dokumentasi video yang viral di media sosial, sejak awal puluhan anggota TNI AD sudah membawa alat berupa besi dan melakukan perusakan ke pos jaga Polres Tarakan.
1. TNI dan Polri sepakat untuk menjatuhkan sanksi bagi pelaku

Sementara, Pangdam VI/Mulawarman, Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha langsung menemui Kapolda Kaltara, Irjen (Pol) Harry Sudwijanto untuk langsung berkoordinasi dan meredam situasi agar tidak terjadi eskalasi. Baik TNI dan Polri, kata Kristiyanto, sudah sepakat untuk menindak personel di masing-masing institusi.
Selain itu, sebagai bagian dari rekonsiliasi, Kodam VI/Mulawarman akan memperbaiki fasilitas Polres Tarakan yang telah dirusak oleh personel Yonif 614/RJP.
"Ini merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen menjaga hubungan baik antara TNI dan Polri," ujar Kristiyanto.
2. Pangdam VI/Mulawarman ikut menjengkuk lima anggota Polri yang terluka

Pangdam VI/Mulawarman, Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha juga menjenguk lima anggota Polri yang terluka usai terjadi insiden penyerangan ke Polres Tarakan pada 25 Februari 2025 lalu. Lima personel Polri itu dirawat di RSUD M. Yusuf Tarakan.
"Kunjungan ini merupakan bentuk kepedulian dan langkah nyata dalam membangun kembali hubungan harmonis antara kedua institusi," kata Kristiyanto.
Mayjen Rudy juga memberikan pengarahan kepada seluruh personel Yonif 613/Rja dan 614/Rjp. Dalam pandangannya, Rudy menegaskan pentingnya kedisiplinan, profesionalisme dan menjaga hubungan baik dengan seluruh aparat keamanan, termasuk Polri.
"Pangdam juga mengingatkan setiap tindakan yang tidak sesuai aturan akan ditindak tegas demi menjaga nama baik institusi," tutur dia.
3. Setara Institute kritisi ribut antara TNI-Polri terus berulang

Sementara, Ketua Dewan Nasional Setara Institut, Hendardi, angkat bicara soal insiden penyerangan markas Polres Tarakan oleh puluhan prajurit TNI AD pada 24 Februari 2025. Menurutnya, peristiwa penyerbuan dan penganiayaan terhadap anggota Polri merupakan tindakan keji, premanisme dan manifestasi dari jiwa korsa yang keliru. Akibat penyerbuan itu, sebanyak lima anggota Polri mengalami luka-luka.
"Bahkan, itu manifestasi Esprit de Corps yang memalukan. Apapun motivasi dan latar belakang peristiwa penyerangan serta penganiayaan ini, tetap tidak bisa dibenarkan," ujar Hendardi yang dikutip dari keterangan tertulis pada Selasa kemarin.
Peristiwa ini harus diproses secara hukum dalam sistem peradilan pidana umum," imbuhnya.
Dalam catatan Setara Institute, peristiwa penyerbuan markas kepolisian oleh TNI bukan kali pertama terjadi. Pada periode 2014 hingga 2024 ada 37 konflik dan ketegangan yang terjadi.
"Angka ini merupakan fenomena gunung es, di mana konflik dan ketegangannya tidak mengemuka. Dipastikan lebih banyak dari yang tercatat di permukaan," tutur dia.