Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kodam Mulawarman Periksa Prajurit TNI yang Serbu Mapolresta Tarakan

Seorang personel Subdenpom di Kota Tarakan, Kaltara melakukan olah tempat kejadian perkara usai insiden penyerbuan Mapolres Tarakan pada Senin kemarin. (ANTARA FOTO/Susylo Asmalyah)

Jakarta, IDN Times - Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) VI/Mulawarman, Kolonel (Kav) Kristiyanto mengatakan sejumlah prajurit TNI yang diduga terlibat dalam aksi penyerbuan ke Mapolres Tarakan, Kalimantan Utara pada Senin kemarin mulai dimintai keterangan. Berdasarkan laporan, ada sekitar 20 prajurit TNI yang menyerbu markas Polres Tarakan. Akibatnya, lima anggota Polres Tarakan mengalami luka-luka. 

"Memang benar, semalam kami mendapat informasi bahwa di Tarakan terjadi insiden antara anggota TNI dengan Polri. Namun itu baru sebatas dugaan dan masih diperiksa," ujar Kristiyanto di dalam keterangan tertulis pada Selasa (25/2/2025). 

Sejumlah prajurit TNI yang diduga terlibat dalam aksi penyerbuan telah dipanggil dan diperiksa di Subdenpom Tarakan, Kaltara. Sementara, ketika ditanyakan motif hingga puluhan prajurit TNI AD menyerbu markas kepolisian, Kristiyanto mengaku belum tahu. Meskipun begitu, ia menduga peristiwa itu dipicu kesalahpahaman. 

"Belum (diketahui motifnya). Karena ini kan masih penyelidikan. Yang jelas ada kaitannya dengan kesalahpahaman yang dulu-dulu," katanya. 

Ketika IDN Times tanyakan kepada Mabes TNI AD, jawaban serupa juga disampaikan saat berbicara motif penyerbuan. "Sementara, masih dalam pemeriksaan di kedua pihak (TNI dan Polri). Masih pendalaman, karena tentu tindakan akhir itu ada sebab atau pemicunya," ujar Kepala Dinas Penerangan, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana melalui pesan pendek pada hari ini. 

1. Pangdam VI/Mulawarman sudah berkoordinasi dengan Kapolda Kaltara

Penyerangan markas Polresta Tarakan oleh puluhan terduga personel TNI pada Senin, 24 Februari 2025. (Dokumentasi Istimewa)

Lebih lanjut, Kristiyanto mengatakan Pangdam VI/Mulawarman, Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha sudah berkoordinasi dengan Kapolda Kaltara, Irjen Sudjiwanto serta Komandan Korem 091/Maharajalila Brigadir Jenderal TNI Adek Chandra Kurniawan untuk menyelesaikan kasus itu. 

Sementara, berdasarkan laporan yang diterima, lima anggota kepolisian yang dikeroyok oleh prajurit TNI AD, kini dirawat di RSUD Dr. Jusuf JK, Tarakan. Rata-rata korban mengalami luka lebam di bagian wajah dan kepala. Selain itu, dua anggota kepolisian mengalami luka robek di bagian kepala. 

2. Penyerbuan prajurit TNI ke markas Polres Tarakan dinilai keji

Ilustrasi penganiayaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi menilai peristiwa penyerbuan dan penganiayaan terhadap anggota Polri merupakan tindakan keji, premanisme dan manifestasi dari jiwa korsa yang keliru. 

"Bahkan, itu manifestasi Esprit de Corps yang memalukan. Apapun motivasi dan latar belakang peristiwa penyerangan serta penganiayaan ini, tetap tidak bisa dibenarkan," ujar Hendardi yang dikutip dari keterangan tertulis pada hari ini. 

"Peristiwa ini harus diproses secara hukum dalam sistem peradilan pidana umum," imbuhnya. 

Dalam catatan Setara Institute, peristiwa penyerbuan markas kepolisian oleh TNI bukan kali pertama terjadi. Pada periode 2014 hingga 2024 ada 37 konflik dan ketegangan yang terjadi. 

"Angka ini merupakan fenomena gunung es, di mana konflik dan ketegangannya tidak mengemuka. Dipastikan lebih banyak dari yang tercatat di permukaan," tutur dia. 

3. Sinergis antara Polri-TNI dinilai artifisial

Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo ketika menghadiri wisuda prajurit TNI di Akmil. (Dokumentasi Polri)

Setara Institute menilai kondusivitas dan sinergi antara TNI dan Polri  hanya artifisial belaka. Sinergitas itu selalu digaungkan oleh TNI dan Polri tetapi tidak menyelesaikan akar permasalahannya. Termasuk abai dalam membangun karakter dan mentalitas patriotik anggota. 

"Penanganan konflik dan ketegangan secara substansial serta fundamental harus menyasar kepatuhan pada disiplin bernegara dan berdemokrasi. Di mana meletakan supremasi sipil sebagai pemimpin politik," kata Hendardi.

Tuntutan agar disiplin dalam berdemokrasi juga harus dialamatkan kepada politisi-politisi sipil yang tidak percaya diri bila tanpa melibatkan TNI serta Polri. "Politisi tidak perlu menggoda TNI dan Polri memasuki arena yang bukan merupakan tugas dan fungsinya," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwi Agustiar
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us