Forum Manajemen Risiko Pertamina 2025: Pertamina NRE Ubah Risiko Jadi Peluang

- Kolaborasi untuk memperkuat budaya manajemen risiko dan mendukung percepatan transisi energi bersih di Indonesia.
- Acara ini menekankan pentingnya risk culture, regulasi yang jelas, dan manajemen risiko yang matang.
- Pertamina NRE berkomitmen pada penerapan manajemen risiko, tata kelola adaptif, serta kolaborasi lintas sektor.
Jakarta, IDN Times — Di Pertamina New & Renewable Energy, risiko bukan penghalang, melainkan bahan bakar pertumbuhan.
“Risiko ada, tetapi itu bukan hambatan untuk tumbuh; yang penting adalah mitigasinya sebaik mungkin,” ujar Ahmad Siddik Badrudin, Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero).
Semangat inilah yang merangkum esensi Risk Management Forum 2025: “Turning Green into Gold” ajang kolaborasi untuk memperkuat budaya manajemen risiko dan menyinergikan langkah lintas fungsi demi percepatan transisi energi bersih.
1. Bertema Turning Green into Gold

Tahun ini menandai penyelenggaraan ke-10 Risk Management Forum di lingkup Pertamina dan edisi ke-3 oleh Pertamina NRE. Acara yang dibuka oleh Dedi Latip selaku Deputi Bidang Perencanaan BKPM ini, turut juga dihadiri I Gusti Made Aditya San Adinatha selaku VP Manajemen Rantai Pasok Transmisi dan Distribusi PT PLN (Persero), serta Harris selaku Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal EBTKE. Ini merupakan komitmen bersama antara pemerintah dan BUMN dalam mendukung percepatan transisi energi di Indonesia.
Direktur Manajemen Risiko Pertamina NRE, Iin Febrian, menyampaikan bahwa forum ini mencerminkan konsistensi perusahaan dalam menumbuhkan risk culture di seluruh lini. Tema Turning Green into Gold menjadi cara pandang PNRE untuk mengubah tantangan pengembangan energi hijau menjadi peluang bernilai ekonomi. Menurutnya, keberhasilan transisi energi tak hanya bertumpu pada teknologi dan kebijakan, tetapi juga pada SDM yang berintegritas dan adaptif.
“Sebagus apa pun sistem dan infrastruktur yang kita bangun, semuanya kembali pada people. Karena itu, membangun risk culture menjadi kunci agar setiap individu memahami perannya dalam menjaga keberlanjutan bisnis,” ujarnya.
2. Menyoroti fungsi manajemen risiko sebagai pagar strategi

Sejalan dengan penekanan pada manusia dan budaya, Ahmad Siddik menyoroti fungsi manajemen risiko sebagai pagar strategi.
“Setiap inisiatif bisnis harus bergerak dalam koridor risk appetite perusahaan, mengantisipasi potensi risiko, dan menyiapkan risk treatment yang tepat agar risiko terkelola dan nilai bisnis bertumbuh.”
“Regulasi sedang kami sinkronkan untuk mempercepat transisi menuju net zero emission. RUU Energi Terbarukan hampir rampung dan kami dorong segera disahkan agar pembangunan energi bersih melaju masif. Indonesia punya potensi hidrogen, panas bumi, dan surya yang besar. Tugas kita memastikan potensi itu diimplementasikan, bukan sekadar dibicarakan,” ujar Dedi Latip pada kesempatan tersebut.
3. Forum ini menjadi ruang diskusi terbuka yang membahas berbagai hal

Dengan regulasi yang semakin jelas dan manajemen risiko yang kian matang, potensi energi hidrogen, panas bumi, dan surya di Indonesia berpeluang lebih cepat diwujudkan menjadi manfaat nyata bagi masyarakat dan perekonomian.
Forum ini menjadi ruang diskusi terbuka yang membahas berbagai hal, mulai dari regulasi, inovasi teknologi, hingga model komersialisasi, dengan tujuan agar setiap ide dapat segera bertransformasi menjadi eksekusi.
Menutup rangkaian kegiatan, Pertamina NRE menegaskan komitmennya terhadap penerapan manajemen risiko, tata kelola yang adaptif, serta kolaborasi lintas sektor. Dengan semangat Turning Green into Gold, perusahaan bertekad mengakselerasi pengubahan potensi energi hijau menjadi peluang emas bagi pertumbuhan ekonomi nasional. (WEB)


















