Prajurit TNI Amankan Kejari-Kejati, Mabes: Itu Kerja Sama Rutin

- Pengerahan prajurit TNI untuk amankan kejaksaan merupakan kerja sama rutin antara kedua institusi
- Telegram instruksi dari Panglima TNI menugaskan 30 personel TNI untuk Kejaksaan Tinggi dan 10 personel untuk masing-masing Kejaksaan Negeri
- Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan telegram tersebut karena dianggap bertentangan dengan banyak perundang-undangan di Indonesia
Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan, pengerahan prajurit TNI untuk mengamankan semua kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi di Indonesia merupakan kerja sama rutin di antara dua institusi. Pengamanan itu tertuang di dalam nota kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023 TNI pada 6 April 2023.
"Itu bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif sebagaimana yang sudah berjalan sebelumnya," ujar Kristomei di dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (12/5/2025).
Jenderal bintang dua itu menyebut, pengerahan prajurit untuk mengamankan semua kejari dan kejati dilaksanakan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur. Selain itu, tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.
"TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas dan sinergitas antar-lembaga. Hal ini juga sebagai pengejewantahan tugas pokok TNI seperti yang diamanatkan oleh undang-undang demi melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa serta negara," katanya.
1. Pengamanan semua kejari dan kejati sudah dimulai sejak awal Mei 2025

Lebih lanjut, telegram pengerahan prajurit TNI untuk menjaga semua kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi merupakan instruksi dari Panglima TNI. Instruksi itu kemudian diturunkan kepada Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Nomor ST/11925/2025 pada 6 Mei 2025.
Di dalam telegram itu, tertulis instruksi untuk pengamanan di Kejaksaan Tinggi akan dikawal oleh 30 personel TNI. Sedangkan 10 personel TNI untuk masing-masing Kejaksaan Negeri.
"Pelaksanaan penugasan dimulai 1 Mei 2025 hingga selesai. Personel yang ditunjuk pengamanan dari satuan tempur dan satbanpur di wilayah jajaran masing-masing dengan ketentuan penugasan rotasi per bulan," demikian isi telegram KSAD yang diteken oleh Asisten Operasi, Mayjen TNI Christian K. Tehuteru.
Di dalam telegram itu juga tertulis, bila prajurit TNI Angkatan Darat (AD) tidak bisa memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan, maka agar mengkoordinasikan dengan satuan TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Udara (AU) di masing-masing wilayah.
2. Ruang lingkup kerja sama TNI dan Kejaksaan Agung

Berikut ruang lingkup kerja sama antara Kejaksaan Agung dan TNI yang berujung telegram rahasia dari KSAD:
- Pendidikan dan pelatihan
- Pertukaran informasi untuk kepentingan penegakan hukum
- Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia
- Penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI
- Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan
- Dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, meliputi pendampingan hukum, bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya;
- Pemanfaatan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai kebutuhan;
- Koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan serta penanganan perkara koneksitas
3. Masyarakat sipil nilai pengerahan prajurit TNI bertentangan dengan sejumlah aturan

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyesalkan adanya telegram dari Panglima TNI pada 5 Mei 2025 lalu. Mereka menilai perintah ini bertentangan dengan banyak perundang-undangan, terutama konstitusi, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Kejaksaan, Undang-Undang Pertahanan dan UU TNI sendiri.
Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menyebutkan, tugas dan fungsi TNI seharusnya fokus pada aspek pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan. Pengerahan prajurit TNI seperti ini, ujarnya, semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum.
"Apalagi hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI di dalam rangka Operasi Militer Selain Perang (OMSP), terkait bagaimana tugas perbantuan itu akan dilakukan," ujar Isnur di dalam keterangan tertulis pada hari ini.
Kerangka kerja sama bilateral antara TNI dan Kejaksaan, kata Isnur, tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjadi dasar pengerahan pasukan perbantuan ke kejaksaan. "MoU tersebut secara nyata telah bertentangan dengan UU TNI itu sendiri," katanya.