PSI: Sistem Proporsional Tertutup Khianati Demokrasi
.jpg)
Jakarta, IDN Times - Juru Bicara DPP PSI, Ariyo Bimmo, menilai pemilihan umum (pemilu) dengan sistem proporsional tertutup mengkhianti demokrasi. Oleh sebah itu, PSI menolak penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilihan Umum 2024 dengan beberapa alasan.
"PSI berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka adalah kemajuan esensial dalam demokrasi kita. Kerugian konstitusional yang dikeluhkan justru lebih besar apabila diterapkan sistem proporsional tertutup," kata dia dalam keterangannya, Jumat (30/12/2022).
1. Proporsional terbuka lebih baik dan memungkinkan caleg berkompetisi

Ariyo menilai, calon legislatif tentu akan merasa hak konstitusionalnya dilaksanakan secara penuh ketika bisa mengkampanyekan dirinya sebagai individual wakil rakyat.
"Bagi para pemilih akan lebih puas ketika dirinya mencoblos orang yang memang diinginkannya untuk menjadi wakil rakyat. Kompetisi antar caleg itu bagus untuk memperkuat sistem dalam perekrutan anggota legislatif. Siapa yang punya rekam jejak, pemikiran dan kerja yang bagus, akan dipilih rakyat," ucap dia.
2. Proposional terbuka sesuai dengan pemilu di Indonesia

Ariyo mengatakan, PSI yakin sistem proporsional terbuka sudah sesuai dengan keinginan pembentuk undang-undang dan tidak memiliki kelemahan konstitusional.
"Kami yakin MK dapat konsisten mempertahankan keyakinan yang sama ketika memutus sistem proporsional terbuka sebelumnya," tutur dia.
"Sistem proporsional tertutup meredam perkembangan politisi muda sehingga urut kacang dan nomor sepatu kembali berlaku. Caleg nomor urut 5 kebawah hampir mustahil mendapatkan kursi sehingga akan berkampanye seadanya," sambung dia.
3. PSI siap gugat ke MK

Ariyo menjelaskan, sistem proporsional tertutup hanya menguntungkan elite partai. Sehingga kompetisi kader partai bukan lagi memenangkan pikiran dan hati rakyat, tapi mendekati dan merayu elit partai termasuk, dengan membayar untuk memperebutkan nomor urut atas.
"Sistem proporsional tertutup sangat berpotensi mengkhianati demokrasi kerakyatan. Karenanya, PSI menolak sistem proporsional tertutup," kata dia.
PSI memastikan bakal mempertimbangkan mengambil langkah hukum sekiranya uji materi yang sekarang berlangsung di MK mengarah pada dihapuskannya sistem proporsional terbuka.
"PSI akan mengajukan diri sebagai Pihak Terkait dalam permohonan Uji Materi tersebut," imbuh dia.
4. Ketua KPU singgung soal proporsional tertutup

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari, mengimbau kepada seluruh pihak untuk menahan diri tidak memanfaatkan alat peraga kampanye sebelum jadwalnya.
Selain tidak sesuai tahapan, Hasyim menjelaskan, tidak menutup kemungkinan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 nanti bakal diberlakukan proporsional tertutup.
"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup. Maka dengan begitu menjadi tidak relevan misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi gak relevan," kata dia dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 Komisi Pemilihan Umum di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2022).
Menurut Hasyim, jika pemilu memberlakukan proporsional tertutup, tidak lagi ditampilkan nama-nama dan foto calon legislatif. Oleh sebab itu, dia mengimbau untuk menahan diri tidak memasang baliho atu iklan kampanye.
"Karena namanya gak muncul lagi di surat suara. Gak coblos lagi nama-nama calon. Yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu. Sehingga di banyak diskusi sering kami sampaikan kami berharap kita semu menahan diri untuk tidak pasang-pasang gambar dulu. Siapa tahu sistemnya kembali tertutup. Sudah lumayan belanja-belanja pasang baliho, pasang iklan, namanya gak muncul di surat suara," ujar dia.
Hasyim mengatakan, peluang sistem proporsional tertutup tersebut terbuka lebar seiring dengan berbagai gugatan yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya kira ingat semua bahwa sistem pemilu kita, proporsional terbuka dan itu sudah dimulai sejak Pemilu 2009 dan dimulainya berdasarkan putusan MK bukan di UU. Semuanya di UU sistemnya proporsional tertutup, dan dibuka oleh MK," tutur dia.
"Dengan begitu, kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK," sambung Hasyim.